21. STRATEGI SALAH?

Start from the beginning
                                    

Rweda mengenyitkan dahi.  Begitu cintanya Nhaxa pada negeri penjajah ini?  Pikirnya dalam hati.    Keberadaan Flyege untuk menjaga Ravenska, dan kemampuan Ratu Adthera itu sendiri, ditambah ada dzo disisinya, mungkin bisa mengatasi 3 penyihir.  Lalu, ada juga pasukan yang telah dipersiapkan Flyege di dari hutan timur. Namun, tetap ada strategi baru yang disesuaikan.  Rweda berpikir keras sepanjang perjalanan.  Satu-satunya yang bisa mempersiapkan diri untuk keadaan yang tak terduga ini adalah pasukan yang akan ada dibawah kendalinya.  Pasukan pekerja kebun anggur, dan sebagian pekerja tambang.

"Aku berharap tak ada perang.  Mengingat semua pasukan Kwahdi ada di tambang.  Madhappa akan mengunci mereka di tambang itu, jika harus mengeluarkan pasukan menuju telaga."

"Oh, ya?"

"Ya, kejam bukan?  Begitulah Madhappa.  Kita rakyat tak bisa banyak berkutik.  Bersyukur kita memiliku plat ini, Paman Rweda," menunjukkan Plat miliknya, "Maka kita aman.  Tapi kita juga harus bersiap jika terjadi perang, mungkin akan mengungsi."

"Ya, semoga kau dan Amarizc baik-baik saja.  Semoga kau dapat berkumpul kembali dengan Guaryl.  Ia sangat mencintaimu dan Amarizc.  Aku tahu itu." Rweda menimpali ucapan Nhaxa.

"Semoga kau juga baik-baik saja, Paman Rweda.  Soal Guaryl, aku pun mencintainya.  Kadang aku tak mengerti, mengapa begitu mencintainya, walaupun ia seperti menyembunyikan sesuatu dariku.  Kadang aku berfikir, dia seorang Adthera yang menginginkan Adthera kembali." Kening Nhaxa berkerut saat berbicara. 

"Mengapa kau berpikir begitu?" tanya Rweda.

"Ia begitu mengenal tanah Kwahdi, tempat tinggal kita." jawab Nhaxa.  Rweda hanya mampu menelan saliva lalu berusaha mengalihkan perhatian Nhaxa.

"Hahaha, yang ku tahu, dia lama tinggal di hutan.  Seorang peladang yang hidup di hutan memang sangat lihat menilai tanah yang subur atau tidak.  Maka dari itu, ia sangat mengerti, kapan tanah harus di pupuk, dan kapan tidak." Rweda menyeringai menampakkan giginya yang rapi.

Nhaxa diam dan menghela napas tak turut derai tawa Rweda.

"Tenanglah, Nhaxa.  Setahuku, Ia manusia tanpa warga negara.  Jika yang dinikahinya seorang gadis Madhappa, mau tidak mau ia mengabdi seperti yang dilakukan kekasihnya.  Bukan begitu?" Pria yang dipanggil kakek oleh amarizc itu mencoba meyakinkam Nhaxa.

"Ya, kau benar, Paman Rweda.  Terima kasih sudah mendengarkanku dan menenangkan perasaanku." ucap Nhaxa.

"Itu tugasku, Nhaxa.  Guaryl dan kau, sudah bagaikan anak bagiku."

"Terima kasih, Paman Rweda.". Senyum lembut Nhaxa di akhir kalimatn seraya menoleh ke arah Rweda.

Kuda yang mereka tumpangi mulai memasuki wilayah kwahdi.  Senja telah tampak, Amarizc terlihat bermain-main di sekitar rumahnya, mengejar kupu-kupu dengan jaring perangkap yang pernah dibuatkan Rweda untuknya.

...

Di hutan timur, Flyege tiba setelah seharian berjalan, melompat dari satu dahan ke dahan lainnya.  Ia bergerak cepat.  Perjalanan dua hari bisa ia selesaikan dalam satu setengah hari.  Saat mendekat, ia turun dari pepohonan dan berjalan kaki.  

Senja mulai menghilangkan cahaya matahari. Langit temaram.  Lentera-lentera dari rumah-rumah tak permanen mulai menyala.  Pria itu berlari mendekati sebuah perkampungan kecil yang tampak baru.   Ranting-ranting kering mengeluarkan bunyi yang khas saat terinjak oleh Flyege. Tak lama pria itu dikejutkan oleh sebilah pedang yang menempel di lehernya.

"Tanpa permisi masuk wilayah terlarang?" Suara berat dan tegas tertangkap telinga Flyege.

"Yang di cinta itu tidak mati, ia hanya tersembunyi.  Flyege putra Gimra." ucap Flyege.

"Hahaha, Flyege, hampir setahun kau tak mengunjungi kami.  Aku khawatir kau kehilangan jejak, karena kami nomaden.  Kau pun tak pernah lupa kata sandi itu.  Kau memang mengagumkan.  Ada berita apa di luar sana?"

Flyege berbalik badan saat pedang yang bertengger di lehernya telah diturunkan.

"Banyak yang perlu ku ceritakan. Kalian masih terus berlatih, bukan?  Perang sudah dekat." Flyege tampak bersungguh-sungguh.

"Mari kita ke gubukku.  Ada apa?  Apa yang membuat momentum itu dapat kita dijalankan." Pria itu mempersilakan Flyege berjalan disampingnya.

"Adthera masih ada.  Istana masih berjalan, ada Ravenska dan Nyonya Dzo membantunya."

"Ravenska putri Raja Muayz?  Kau yakin, Flyege?"

"Ya, Pierce."

Lelaki yang dipanggil Pierce oleh Flyege adalah teman seangkatan ketika di Kwahdi.  Saat ini, pria tampan dengan keahlian pedang yang bernama Pierce itu adalah pimpinan pasukan di hutan timur.

"Bagaimana kau bisa begitu yakin?". Ada rasa penarasan, dan bahagia terpancar dari mata lelaki itu.  Dalam langkah mereka yang beriringan, Pierce menyembunyikan senyumnya.

"Aku beberapa hari berada di istana itu, dan menerima komandonya.  Yah, Ravenska menjadi Ratu, sekarang."

Pierce hanya terdiam menautkan alis.

"Bagaimana kau bisa menerobos hutan itu?" tanya Pierce

"Akan kuceritakan, nanti." ucap Flyege sambil berjalan menuruni lembah yang landai dengan alur jalan setapak yang tampak masih baru.

Mereka berjalan dalam diam.  Satu pertanyaan Flyege memecah kesunyian.  "Apa kau masih berharap memenangkan hati Ravenska, kawan?"
Pierce terkesiap saat mendengar pertanyaan tajam yang diajukan oleh Flyege padanya.

...

Bersambung ...

Terima kasih bintangnya, kakak.

RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Where stories live. Discover now