"Aneh! Kenapa kau terlihat senang menyambutku? Apa ada yang sedang kausembunyikan?"

Memeriksa sekilas, Manager Han terlihat mencurigai perangai Song Kang yang dianggap tidak biasa. Mana pernah Song Kang menyambutnya seramah ini. Biasanya hanya berisi gerutuan atau kalimat sarkas sebagai bentuk ketidaksukaan pada pria matang itu.

"Tidak ada, Hyung. Kau berpikiran berlebihan. Apa ini efek karena kemarin aku meninggalkanmu sendirian?"

Song Kang berhasil mendorong tubuh Manager Han keluar dari kamarnya. Bersamaan dirinya juga ikut keluar dari kamar. Untuk beberapa detik yang singkat, Song Kang melirik ke tempat tidurnya. Senyumnya terbit—senang. Seseorang yang bersembunyi di gundukan selimut putih itulah penyebabnya.

Pagi yang kacau. Namun, menyenangkan.

***

"Tada!"

Kurang antusias, So Hyun menyambut kedatangan Seung Youn dengan senyum seadanya. Tenaganya sudah terkuras sejak pagi. Belum lagi masih lekat di benaknya untuk kericuhan pagi ini.

"Apa kau tidak pulang ke rumah kemarin?"

So Hyun tersadar ada yang aneh dengan dirinya. Pakaian, itu penyebabnya. Ia masih mengenakan atasan dan bawahan yang sama dengan kemarin. Wajar saja kalau Seung Youn mencurigainya.

"Aku ... aku kesiangan!" Begitu cara So Hyun berkilah.

Tidak terpikirkan alasan lain. Lagi pula jarak rumahnya dengan apartemen Song Kang terbilang jauh. Boros waktu. Bisa-bisa dia terlambat bekerja. Bukan penilaian yang bagus untuk seorang pekerja lepasan untuknya.

"Kalau begitu, pakailah ini!" Seung Youn menawarkan jaket kotak-kotak yang tadi dikenakannya.

"Dan kau?"

"Bukankah aku lebih keren seperti ini?"

Pria jangkung itu memamerkan gaya fashion-nya. Bersikap layaknya model dengan atasan kaus putih yang serasi dipadankan dengan jeans biru yang membalut kaki jenjangnya.

"Terima kasih, Seung Youn-ah!"

Ia benar-benar bersyukur memiliki Seung Youn sebagai teman terbaik. Walau kadang kebaikan pria Cho itu membuat ia sedih. Layaknya terus merepotkan pria yang selalu tersenyum padanya.

"Satu cup coffee sudah cukup membuatnya impas," goda Seung Youn sambil mengacak poni depan So Hyun.

Sementara itu di tempat berbeda, Song Kang terkejut dengan jadwal pemotretannya yang semakin berkurang. Baru saja Manager Han memberikannya schedule kerja untuk dijalani tiga bulan ke depan. Penurunan yang drastis.

"Tenanglah. Kami sedang mengusahakan kontrak dengan majalah dan pihak produk pakaian untuk menjadikanmu sebagai brand ambassador utama. Minggu depan mereka akan memberi jawabannya."

"Wah ... apa sekarang jatah kerjaku lebih banyak diberikan pada Nam Joo Hyuk?" sarkas Song Kang sadar pamor rivalnya sedang nak daun.

Sama-sama berprofesi sebagai model, tapi Nam Joo Hyuk menjadi lebih terkenal setelah mengambil peran di salah satu drama. Trik yang sama dilakukan agensi Song Kang yang memintanya untuk ikut dalam film garapan Sutradara Hwang. Menilai cara itu bakal berimbas sama pada popularitas Song Kang.

"Bukan begitu Song Kang-ah, tapi kau tahu  drama Nam Joo Hyuk berakhir dengan rating yang bagus. Karena itulah kau juga harus menyukseskan film ini agar bisa mendapatkan pamormu kembali," tutur perwakilan agensi yang berusaha terdengar positif.

"Bagaimana dengan wanita kesepuluh? Apa kau tidak berhasil mendekatinya?" bisik pria Han—managernya—membuat dahi Song Kang berkerut.

"Bukannya Hyung tidak percaya hal-hal seperti itu? Kenapa sekarang menyemangatiku?"

"Sepertinya kau harus intens mendekatinya. Setelah kupikir ulang, tidak ada salahnya mendengarkan kata peramal itu. Kali ini kau akan mendapatkan dukungan dariku."

Song Kang terdiam. Karirnya dipertaruhkan kali ini. Di titik ini, semua cara layak untuk dicoba. Termasuk mempercayai hal-hal yang bertolak dengan keyakinannya sejak awal. Ramalan, sejak awal ia pun tidak ingin mengandalkan keberuntungan seperti ini. Namun, sekarang?

Ekspresi muka Song Kang berubah. Lebih kepada menujukkan ambisinya.

"Hyung ... bantu aku menemukan peramal kemarin."

***
To be continued

ORACLE (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon