Sama seperti Seong Youn, melihat So Hyun tertawa, jauh melegakan dibandingkan wanita Kim itu terus menyimpan beban sendiri. Seong Youn ... ia ingin So Hyun bisa mengandalkannya. Setidaknya melihatnya sebagai tempat untuk bersandar.

**

Kalau tidak ada ramalan itu, apa mungkin aku memiliki keberanian mendekatinya?

Menyeduh kopi buatan sendiri, Song Kang terus berpikir tentang pertemuannya dengan So Hyun. Memikirkan kembali bahwa wanita itu memiliki kemungkinan sebagai pembawa keberuntungan-seperti kata peramal-membentuk garis lengkung di bibirnya. Lucu dan terkesan ganjil, layaknya selingan dalam rentetan kerja yang ia miliki.

"Kau sudah bangun rupanya. Tumben sekali."

Manager Song Kang, terperangah saat menemukan pria berbahu lebar itu berdiri di dapur. Pria Han-sang managertinggal beberapa blok dari apartement Song Kang. Pria itu juga memiliki akses keluar masuk rumahnya. Alasan kepraktisan, katanya.

"Hyung, bukankah hari ini aku tidak ada jadwal kerja? Aku berencana menghabiskan waktu di luar."

Pria matang itu menatap Song Kang. Tidak lama, tidak pula singkat. Sekitar sepuluh detik, dengan air mukanya yang masih terpasang datar. Seolah tengah berpikir.

"Kau keluar? Sejak kapan? Bukankah kau paling menyukai rumahmu sendiri? Jadwal kosong seperti ini pun, biasanya kau akan menghabiskan dengan bersantai di rumah. Kenapa sekarang berubah?"

Sedikitnya Song Kang tertohok. Celetukan sebagai anak rumahan terlanjur melekat sebagai image. Untuk ukuran pria dewasa—25 tahun—diduga minatnya lebih besar mencari ketenangan di rumah.

Masalah kekasih? Tentu saja ia pernah berpacaran. Sejauh ini, sudah beberapa kali. Namun, tidak ada yang bertahan lama. Enam bulan paling lama, dua minggu yang tersingkat. Itu pun tidak banyak, baru tiga kali. Di luar kisahnya dengan Kim So Hyun.

"Aku akan berkencan hari ini."

Pengakuan dengan senyum lebar terbit di parasnya. Sementara manager-nya masih tertegun. Ia memang tidak pernah intens melarang Song Kang untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Selama tidak mengganggu pekerjaan.

"Kali ini siapa? Model? Idol? Aktris? Siapa yang menjadi teman kencanmu?" Masih pria Han itu mengusut lebih detail.

Song Kang mengulum senyum. Ia tidak ingin terlihat antusias, meski sebenarnya dalam hati memekik girang.

"Jangan bilang ... wanita kesepuluh?" tebak sang manager yang lantas diabaikan Song Kang. Dari geriknya saja sudah bisa terjawab. Pasti wanita itu lagi. Sangat kentara.

**

"Bagaimana?"

So Hyun meremas jemarinya. Cemas, satu kata yang menggambarkan perasaannya sekarang. Walau yang akan menilai hasil kerjanya adalah Seung Youn, rekan kerja terdekatnya, tapi tetap saja ia gelisah. Di dalam kantor, selama jam kerja, Seung Youn yang sekarang adalah atasannya. Sikap profesional tetap menjadi  prioritas.

"Hmm ...."

Dahi Seong Youn berkerut, mulutnya terkatup rapat, alisnya ikut bertaut, hanya menambah cemas yang dirasakan So Hyun.

"Lumayan," akunya singkat.

Ada rasa lega diikuti senyum tipis terulas. So Hyun benar-benar lega hasil kerja pertamanya diakui.

"Ini benar-benar rapi. Aku suka."

Seong Youn mengacak poni depan So Hyun. Keduanya tertawa bersama. Rasa lelah setelah menghabiskan lembur berjam-jam, syukurlah tidak berakhir sia-sia.

Tok! Tok!

Atensi keduanya teralihkan saat seorang wanita muda menyela masuk ke dalam ruang penataan musik.

"Kim So Hyun-ssi, ada seseorang yang menunggumu di lobby."

Seung Youn dan So Hyun saling bertukar pandang. Seingatnya, dia tidak memiliki temu janji dengan sesiapa pun. Tidak pula menemukan adanya notifikasi pesan masuk di ponselnya hari ini.

"Kau punya janji dengan seseorang?" tanya Seung Youn.

So Hyun menggeleng pasti. Ia sangat yakin.

"Song Kang, sang model. Dia yang menunggumu," tutur wanita yang sama memberi pesan.

"Song Kang?"

**
To be continued

ORACLE (END)Where stories live. Discover now