Keberuntungan dan nasib buruk, benarkah bisa ditentukan dari sebuah ramalan?
Apa keberuntungan lebih utama ketimbang cinta?
"Bukankah semua ini karena ramalan? Jadi, buat apa berjuang?"
"Kalau tidak ada ramalan, apa mungkin aku memiliki keberanian...
Di saat seperti ini, So Hyun merasa beruntung panggilan dari Seong Youn menyela. So Hyun lantas memilih mengangkat panggilan teman prianya itu dibandingkan meladeni Song Kang.
"Seong Youn-ah."
Seong Youn? Apa itu nama pria yang kemarin bersamanya? Song Kang membatin.
Song Kang memerhatikan raut muka So Hyun yang sedang berbicara. Tidak banyak berubah; datar, tenang, berbicara seperlunya.
"Aku ada di Cafe De Amour. Eoh, aku akan menunggumu."
Song Kang masih melipat kedua tangannya bak murid manis. Begitu juga dengan tampilan senyumnya yang menggoda. Ia berusaha keras menarik minat So Hyun.
"Kekasihmu?" tanya Song Kang masih penasaran.
"Aku tidak harus menjawabnya."
Sial! Song Kang kesal. Namun, saat ini kerutan di dahi tidak akan membantu ia untuk bisa mendekati So Hyun. Sebaliknya, dia memasang wajah seolah baik-baik saja menerima sikap ketus mantan kekasihnya itu.
"Sepertinya tidak ada yang harus kita bicarakan lagi. Aku harus pergi sekarang." So Hyun beranjak, diikuti Song Kang yang men-copy paste tindakannya.
"Kalau begitu biarkan aku mengantarmu pulang." Masih Song Kang yang dengan gigih mencari kesempatan.
"Tidak. Aku akan pergi bersama ...."
Song Kang menunggu. Tepatnya menunggu kata lanjutan yang mungkin mengartikan hubungan So Hyun dengan pria yang baru saja berbicara dengannya lewat telepon.
"Ah, aku pergi dulu."
Sayang, So Hyun tidak terperangkap. Ia membiarkan Song Kang menebak sendiri. Ia ingat, tidak ada kewajiban untuk menjawab semua tanya itu. Pun ia tidak peduli dengan apa pendapat Song Kang.
"Seong Youn-ah!"
So Hyun tersentak. Persis saat ia baru keluar dari pintu depan, sosok pria berkulit susu itu baru saja keluar dari taxi.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Song Kang berdiri di belakang So Hyun. Seperti dugaannya, pria yang pernah merangkul bahu So Hyun, ternyata namanya Seong Youn. Menemukan pria itu kini menjegal langkahnya-niat mengantar So Hyun-sungguh, ia tidak suka. Kesan yang terlanjur ia sematkan pada pria Cho yang masih tersenyum ramah.
***
"Bukankah pria tadi Song Kang? Model yang akan ikut menjadi pemain film Sutradara Hwang?"
So Hyun mengangguk. Duduk berdua di depan teras mini market 24 jam, Seong Youn membuka kaleng kopi yang ia beli. Sementara So Hyun memilih susu kotak untuk pengganjal perutnya yang lapar. Pertemuan dengan Song Kang berujung perut kosong. Belum sempat ia menikmati makan siang gratis, mood-nya memburuk dengan konversasi yang dibangun pria Song itu. Nyatanya, tidak ada hal serius yang perlu dibahas keduanya
"Kau mengenalnya?" tanya Seong Youn.
Pertanyaan yang membuat So Hyun mendesah panjang. Ia sama sekali tidak tertarik membahas pria Song itu lagi. Tidak dengan perasaannya yang masih dongkol.
"Yak! Apa kau menemuiku hanya untuk menginterogasi apa yang kulakukan? Kami hanya tidak sengaja bertemu di sana. Itu saja." Kebohongan yang diciptakan So Hyun demi menutupi masa lalunya. Termasuk pada Seong Youn. Apalagi hal itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.
Seong Youn hampir saja lupa. Bertemu dengan Song Kang membuat ia lupa pada misi awal. Tentang ia yang ingin menyampaikan kabar baik pada So Hyun, dan melihat raut bahagia di wajah wanita Kim tersebut.
"Kau masih mencari pekerjaan?"
"Eoh," jawab So Hyun kurang antusias.
Seong Youn mengulum senyumnya. Tadinya ingin mengganggu So Hyun sedikit, mengulur waktu atau bermain-main dengan wajah kesal So Hyun, tapi sepertinya ide itu terlanjur menguap.
"Jadilah asistenku, Kim So Hyun."
So Hyun membola. Mengamati lekat wajah pria yang duduk tersenyum di depannya. Senyum lebar yang dikenali So Hyun.