10 - Sebuah Janji

35 6 2
                                    

Chapter 10 - Sebuah Janji yang sebenarnya takut untuk dipertanyakan.

___________________

Pagi harinya Adimas terbangun dengan Beby yang sudah tidak terlihat di tempat yang gadis itu duduki semalam.

Adimas menghela napas, well..., ia sendirian lagi. Dan kenapa Adimas harus merasa kecewa? Bukan kah ia sudah terbiasa dibiarkan sendirian?

Adimas mulai berdecak tanpa sadar. Entah kenapa ada perasaan hampa yang menggerogoti hatinya.

"Kamu sudah bangun?"

Seperti de javu. Adimas kini beralih menatap pintu yang baru saja dimasuki oleh Beby.

Beby mendekat ke arahnya, setelah itu ia memberikan Adimas senyum ramah. "Selamat pagi."

Adimas terpaku untuk beberapa saat. Namun ia segera berdehem. "Pa...gi."

"Selamat pagi, Adimas."

Adimas menoleh mendengar suara kaku tersebut. Ia menatap wajah datar seorang pria yang berdiri di samping Beby. Huh!! Adimas hampir saja tak mengetahui keberadaan dokter Rafata.

"Bagaimana keadaan kamu, sekarang?" tanya dokter Rafata itu.

"Rasanya lebih baik dok, meski kaki saya masih kaku dan punggung saya kadang terasa nyeri. Tapi nggak separah yang lalu." Adimas memberi penjelasan.

Rafata mengangguk singkat, setelah itu mencatat sesuatu di bukunya. Adimas memperhatikan sejenak, namun fokusnya terusik oleh kegiatan Beby di sampingnya. Gadis itu terlihat sedang mengganti cairan infus yang sudah habis dengan yang baru.

Terlihat sederhana memang, namun entah kenapa Adimas lebih tertarik memperhatikannya.

"Perkembangan kamu cukup baik. Syukurlah tubuh kamu cukup atletis sehingga penyembuhannya berlangsung lebih cepat dari biasanya." ujar Rafata lagi.

"Ya, mungkin ini juga berkat perawat yang udah bantuin saya." Adimas masih terus menatap Beby dengan lekat.

Beby yang tahu Adimas tersenyum padanya, kini ikut tersenyum dengan senang. Meski ia sedikit bingung kenapa Adimas tersenyum setelah memandangnya.

Rafata kemudian ikut beralih melihat Beby, kemudian tanpa disangka mengelus puncak kepala Beby dengan akrab. "Kerja bagus."

Adimas seketika melotot, heol!! Ia meneliti ekspresi Beby yang mendengus, namun lama kelamaan gadis itu kembali tersenyum sambil merapikan rambutnya. Ck! Deket banget.

"Saya ke ruangan dulu. Mau mencatat rekam medik. Kamu sendiri?"

"Beby tinggal di sini! Dia udah janji mau nemenin saya!!"

Itu perkataan langsung yang terdengar lantang dari Adimas. Adimas kemudian menoleh kepada Beby yang terperangah menatapnya. Ia tersenyum manis. "Iya, kan?"

Beby otomatis mengangguk, "Saya juga mau periksa tanda vital Adimas dulu, dok." ujar Beby kepada Rafata.

Rafata memandang keduanya sejenak, setelah itu terseyum geli entah kenapa.

A BEWICTHEDWhere stories live. Discover now