9 - Rasa Suka Yang Berbeda

91 17 1
                                    

6 - Rasa suka yang berbeda, tergantung dari bagaimana cara kita menafsirkannya

____________________

"Dia tertidur?"

Beby menolehkan kepalanya ke arah pintu ruangan tersebut dan mendapati Rafata sedang berjalan kearahnya dengan menenteng kantong plastik berlogo cake terkenal di kota ini.

"Eh, dokter Rafa. Bawa apaan tuh?"

Beby kemudian mengambil kantongan yang di sodorkan dokter Rafa padanya dengan satu tangan karena tangan yang satu masih di genggam oleh Adimas. Seketika mata Beby berbinar. "Wahh!! Cake!! Buat saya, yah?"

Rafata berdengus kecil. "Itu buat Adimas."

"Hah? Kok buat Adimas?" Beby kemudian mengerlingkan matanya. "Ihh, dokter Rafa kok baik banget sampe bawain cake untuk Adimas."

"Itu bukan dari saya. Tapi dari temen perempuan kamu." sanggah dokter ganteng itu.

"Rin?!" tebak Beby kemudian. "Kok dia nggak ngasih langsung? Malah nitip ke dokter." pikir Beby.

Rafata tak menjawab. Lalu sorot matanya menangkap  tangan Beby dan Adimas yang saling menggenggam. "Mungkin karena ini." gumannya pada diri sendiri.

"Dokter bilang apa?"

Rafata mencoba tersenyum, meski matanya masih melekat pada genggaman tangan kedua insan di depannya itu. "Tadi saya nggak sengaja ketemu dia. Dan dia lalu ngasih saya cake ini. Di situ ada dua kok. Mungkin satunya buat kamu."

"Oh, iya?" Beby lalu kembali mengotak-atik kantong tersebut dan menemukan dua kotak di sana. "Uhh, Rin so sweet banget sih."

Beby lalu meletakkan kotak cake pemberian Rindita lewat Rafata di nakas samping ranjang Adimas berdampingan dengan apel pemberiannya. Setelahnya kembali beralih pada Rafata.

"Dokter jaga malam juga?" tanya Beby kemudian.

Rafata hanya mengangguk singkat. "Kamu mau minum kopi?"

"Eh?" sahut Beby dengan bingung yang hanya dibalas Rafata dengan senyum.

🐌🐌🐌

"Nih, satu gelas susu cokelat hangat buat kamu."

Beby kemudian berdengus sambil mengambil cokelat hangat tersebut, sedikit kesal karena bukannya di traktir kopi, dokter Rafata malah membelikannya susu cokelat, sedangkan Rafata sendiri malah memesan expresso. Tahukah dokter itu bahwa kalau Beby sedang dinas malam, bukannya terjaga sampai pagi, ia malah akan segera tepar setelah minum susu. Hufh! Menyebalkan.

"Kenapa?"

Bibir Beby mengerucut. "Katanya mau minum kopi. Tapi kok saya malah di beliin susu."

Rafata sendiri kini telah menyeduh kopi-nya secara pelan. Ia memandang sebentar kearah Beby yang sedang menyeduh Susu cokelat di depannya. Mereka duduk berhadapan di sebuah kafetaria yang terletak di samping gedung rumah sakit ini.

"Saya baru inget, kamu masih kecil. Masih proses pertumbuhan." jawab Rafata enteng.

Beby mengerucutkan bibirnya tak terima, "Enak aja, umur aku udah masuk duapuluh kok tahun ini. Dokter aja yang sok ketuaan."

A BEWICTHEDWhere stories live. Discover now