(27) Terkuak

36 9 0
                                    

Aku tidak menyerah. Di sepanjang perjalanan dalam bis, aku mengorek informasi dari teman yang pernah berkunjung ke rumah Izal, hingga mendapatkan alamatnya. Rumahnya tidak jauh dengan rumahku, hanya berjarak sekitar 5 kilometer sebagaimana tertera di google maps. Sehingga aku bisa menempuhnya dengan menggunakan sepeda.

Sesampainya di rumah Izal, aku tidak menemukan siapa-siapa, selain tetangga yang biasa duduk di teras sesudah Maghrib.

"Neng, rumah Izal emang suka kosong. Orang tuanya pada kerja, suka lembur, sampe pulangnya jam sembilan malem. Adiknya mesantren. Terus, Izal sendiri juga suka jarang di rumah." Begitulah jawaban dari seorang nenek tua ketika aku bertanya tentang Izal. Beliau juga merasa tidak aneh, walau aku sudah mengatakan bahwa Izal telah hilang.

Tanpa mendapatkan hasil apa-apa, aku pun memutuskan untuk kembali pulang. Sempat memikirkan untuk melaporkannya ke polisi, tetapi Izal belum hilang selama 24 jam. Hari yang sangat melelahkan. Setelah di kamar aku langsung merebahkan tubuh di kasur yang terasa begitu nyaman. Aku memejamkan mata, mencoba saran dari Syafira untuk lebih tenang.

Tiba-tiba, ada notifikasi pesan dari Syafira. Ia mengatakan bahwa Izal ada di suatu majlis. Sebenarnya Syafira sudah tahu alasan mengapa Izal jarang tidur di rumah, karena Izal ketika pulang sekolah selalu pergi ke tempat pengajiannya, bahkan saking betahnya hingga lupa pulang ke rumah, dan akhirnya menginap di sana. Pada malam ini pun, Syafira mendapatkan pesan dari Izal sedang berada di tempat pengajian tersebut.

Yang pertama membuatku heran adalah, diam-diam Syafira sudah punya kontak Izal. Syafira ini jago juga main rahasia-rahasiaan dari sahabatnya. Mendengar itu, aku menjadi lebih lega. Walau begitu, masih banyak hal yang janggal. Dari mulai kadal raksasa hingga pemandangan Tesya tertusuk itu, apakah hanya sekedar halusinasi? Tapi, pemandangan itu bukan satu orang saja yang melihatnya, bahkan seisi kelas.

Ketika sedang bernapas lega, ada yang masuk ke kamarku. Ternyata itu Nia. Ia bertanya mengenai apa yang terjadi padaku, karena melihat aku tiba-tiba pergi dengan sepeda dan terlihat sepeti menanggung beban berat.

"Nggak kenapa-napa," jawabku.

Ia mendesakku dan mengatakan bahwa aku berbohong, akhirnya aku menceritakan apa yang seharian ini aku alami, bahkan aku menceritakan tentang kejadian tentang kadal raksasa dan kejadian tertusuknya Tesya oleh Mar.

Ternyata respons yang diperlihatkan adikku tidak seperti yang aku bayangkan, ia diam dengan isyarat mengerti dan seolah mempercayai semua ceritaku. Aku kira ia akan bertanya 'masa?' atau sebagainya, ternyata ia hanya diam. Aku rasa wajar, karena dia sendiri juga mempercayai hal yang sulit dipercaya seperti keberadaan si Bayangan.

Di situ aku teringat mengenai kejadian adikku yang terluka beberapa hari yang lalu. Waktu itu ia tiba-tiba datang ke sekolah dengan kaki terluka, dan sampai sekarang Nia masih belum mau cerita kejadian yang sebenarnya.

"Gantian dong! Kakak kan dah cerita, masa kamu enggak," tagihku.

"Oke deh," jawab Nia pelan. "Kakak masih inget berita tentang penjahat yang dikirim ke kantor polisi secara misterius, yang pernah aku ceritain?" tanya Nia.

"Iya, kenapa?"

"Aku diselamatin sama pahlawan misterius itu. Kejadiannya waktu aku berangkat sekolah. Karena maen hape sambil youtube-an di jalan, aku jatuh karena nggak lihat jalan rusak dan hampir aja ketabrak truk," ujar Nia yang ternyata lukanya itu berasal dari kecerobohannya sendiri, pantas saja selama ini ia enggan bercerita.

"Hah?!? Terus, gimana kamu bisa selamat?"

"Aku diselamatkan oleh semacam kekuatan untuk berpindah tempat dengan cepat, teleportasi, kalau nggak salah yah nama kekuatannya. Orang itu menggunakan pedang untuk membuka portal yang diselimuti sama asap gelap, dan aura yang nggak asing," sambung Nia. "Aku dipindahin ke belakang sekolah deket pohon besar yang jarang ada orang."

Gelembung Waktu (END)Where stories live. Discover now