(10) Mengungkapkan

97 13 0
                                    

Malam pun tiba, Laila tertidur dan kami siap untuk bertemu. Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku utarakan, karena kemarin malam waktu terasa lebih cepat. Terutama mengenai hati Laila yang bersedih, itu sangat mengganggu ketika aku sedang menikmati indahnya masa depan. Perkataan si Bayangan mulai terasa jelas bagiku. Hanya tinggal menggabungkan beberapa poin yang hilang, semuanya akan menjadi jelas. Tapi pikiran tentang betapa aku sangat menikmati perjalanan waktu dan misteri ini sempat membuatku senang sekaligus ngeri.

"Hai, Fia! Kita bertemu kembali," sapa Laila.

"Hai juga, Laila. Kenapa tidak memakai 'assalamualaikum' seperti kemarin?"

Ia menjawab pertanyaanku dengan gugup, ia berkata bawah ia tidak terbiasa menggunakan salam itu di masa ini. Aku pun mengerti dan menenangkannya dengan berkata bahwa salam tersebut memang sudah jarang dipakai di masaku.

Kembali ke topik yang sebenarnya, sebelum aku bertanya, ternyata Laila lebih dulu menerangkan padaku tentang fenomena ini. Pada awalnya ia tidak percaya tentang Bayangan itu. "Namun, setelah hampir seminggu bayangan itu terus menghantuiku, dan akhirnya aku diarahkan ke pohon besar di belakang gedung sekolah, lalu aku pingsan dan terbangun di semacam ruangan gelap. Di sanalah aku mulai mempercayai bahwa Bayangan itu ada," ujar Laila.

"Dan si Bayangan itu mengatakan, ingin memperlihatkan apa yang menjadi keinginanmu, dan kamu melihat gelembung-gelembung ingatanku ... bukan begitu?" lanjutku yang ternyata kejadiannya sama persis dengan apa yang aku alami.

Jangan-jangan pohon besar itu adalah pohon yang sama dengan yang ada di belakang sekolahku? Dengan kata lain, kota ini, sekolah ini, dan semua tempat ini adalah tempat yang sama di masaku.

Ruangan di mimpi ini hampa, tidak ada apa-apa selain kami berdua. Aku yang merasa pegal, memintanya untuk membelakangi punggung satu sama lain, agar bisa bersandar. Saat itu, kami menyadari hal yang sama. Bedanya, hanya aku saja yang pergi ke masa di mana Laila hidup, sedangkan ia tidak. Sekarang aku menyadari semua maksud si Bayangan melakukan ini semua. Jika dari sudut pandangku, si Bayangan sudah menyadari aku yang selalu berpikiran negatif dan selalu mengkhawatirkan kehidupan di masa depan, sehingga dia menunjukkan masa depan secara langsung agar aku bisa melihatnya. Inilah keinginanku yang dimaksud si Bayangan.

Namun, masa depan yang aku lihat sangatlah sejahtera, berbeda jauh dengan apa yang aku duga selama ini. Ini jauh lebih baik. Hanya saja ada unsur penting kehidupan yang sengaja dihapus. Percis seperti pikiran negatifku katakan, jika agama dihapus, semuanya akan damai. Sepertinya si Bayangan cukup berhasil menjerumuskanku, aku agak terbuai dengan semua ini dan membuatku tidak ingin kembali lagi ke masaku.

"Laila, aku rasa aku sudah mengerti sepenuhnya, hanya tinggal satu kepingan lagi untuk melengkapi misteri ini. Mengapa kamu mau melakukan semua ini?" tanyaku.

"Fia, kamu belum mengerti sama sekali ya? Bukankah aku menyuruhmu untuk memperhatikan tiap detik kehidupanku," balas Laila padaku dengan muka kesal.

"Belum mengerti? Justru kamu yang tidak mengerti dengan semua kebahagiaan di masa ini! Walaupun aku mengetahui bahwa kamu kehilangan ibumu, tetapi bukan berarti kamu sudah kehilangan duniamu. Bukankah ayahmu selalu ada untukmu?" Entah mengapa, aku berbicara agak kasar padanya dan mengacaukan segalanya.

Suasana kian hening tanpa satu patah kata pun jawaban dari Laila untuk beberapa saat. Hingga tiba-tiba ruangan putih di mimpi itu menjadi gelap, merah, biru, kuning, ungu, merah muda, berganti secara berulang-ulang. Lantainya berguncang, gemuruh keras menggelegar di mana-mana dan angin bertiup sangat kencang.

Laila melayang, dan berkata dengan keras, "Fia yang perasaannya mati, tidak akan mengerti apa yang aku rasakan ini!" Tampak Laila mengatakan itu dengan nada marah diiringi butiran air matanya.

Gelembung Waktu (END)Where stories live. Discover now