(03) Kerudung

270 24 17
                                    

Bagai diterpa angin kencang ketika baru membuka pintu, tiba-tiba Tesya memakai kerudung untuk pertama kalinya. Sangat mendadak dan terlalu terburu-buru memang, dan tentu tampilan barunya itu menjadi pembicaraan seisi kelas, bahkan di kelas sebelah pun membicarakannya. Banyak yang memujinya dan bertanya-tanya apa penyebab Tesya memakai kerudung. Mereka belum tahu saja, bahwa Syafira adalah faktor eksternalnya.

Namun, jika dibandingkan dengan komentar positif tentangnya, komentar miring justru lebih banyak. Salah satunya adalah Sasa ketua dari Geng Cantil, orang-orang itu bilang bahwa Tesya hanya pencitraan agar lebih banyak yang menyukainya, atau mungkin hanya mencari sensasi saja, dan mereka bilang tidak akan lama lagi Tesya akan melepas kain yang menutupi rambut panjangnya itu.

"Hei! Tesya bukan pejabat kampanye," ucapku sinis terhadap Sasa yang terus bergumam buruk tentang Tesya.

Bagiku, itu hal yang sangat wajar, bahkan komentar buruk yang terlontar dari mulut dengki mereka itu pun hal yang sangat biasa. Setelah beberapa hari berlalu, mereka mulai mengetahui siapa di balik kerudung Tesya itu, yakni Syafira. Sasa dan gengnya, yang dulunya sering bersama Tesya, kini secara terang-terangan dan tanpa sebab yang jelas sering menyudutkan Syafira. Terlihat jelas mereka cemburu dan merasa Tesya telah direbut oleh Syafira.

"Lucu banget. Halo? Ini bukan sinetron!" sinisku di depan mereka, dan berniat sedikit membela Syafira.

"Ih, orang culun mau pansos!" balas ledekan dari mulut Sasa.

Lucu sekali, ternyata adegan tersebut bisa terjadi di dunia nyata. Melihat semua ini, siapa yang harus disalahkan? Sinetron yang menginspirasi dunia nyata, atau dunia nyata yang menginspirasi sinetron?

Tak tahan dengan pemandangan Syafira yang selalu disudutkan, pada akhirnya Tesya melepas kerudungnya yang hanya bertahan selama 6 hari saja. Memang, tidak ada hal yang instan di bumi, kecuali hilangnya pun instan. Kejadian tersebut membuatnya berpikir ulang mengenai sebuah perubahan menuju lebih baik. Memulai dari awal, belajar dari dasar, dan melakukannya setahap demi setahap merupakan hal yang penting. Tanpa harus dinasihati pun ia sudah mengerti, lagi pula aku tidak menyukai hal-hal yang berbau menasihati orang lain.

Tesya memulainya dari makna berkerudung, Syafira menjelaskan makna berkerudung terlalu dalam, sampai membawa-bawa ayat Alquran untuk menekankan betapa wajibnya memakai kerudung, "Lebih tepatnya berjilbab," ujarnya. Tentu saja bagi orang yang pertama kali belajar, ini merupakan hal yang sangat berat. Belum lagi Tesya membayangkan bahwa selama ini, dari semenjak ia balig hingga sekarang ia telah berbuat dosa, karena tidak menutup auratnya dengan benar. Ia juga merasa Allah telah pilih kasih, karena ia tidak pernah sama sekali mendapatkan hidayah dari Allah untuk berjilbab.

Tak tahan dengan pembicaraan yang terlalu formal terhadap orang yang santai, belum lagi kecemasan orang santai mulai menjadi, pada akhirnya aku pun turut berbicara untuk menenangkannya dengan bertanya, "Allah ada?"

Tesya menjawab, "A-ada ... maksud aku pasti ada," merasa terkejut karena mendadak diberi pertanyaan seperti itu.

"Allah itu nggak ada," jawabku yang membuat Tesya dan Syafira kebingungan. Aku tidak ingin membuat mereka salah paham, dan aku pun melanjutkan, "Allah itu nggak ada, secara kasat mata, namun kasih sayang-Nya bisa dilihat secara kasat mata. Jangankan memberi ampunan bagi orang yang bertobat, orang kafir meminta seluruh dunia pun Allah kasih. Tapi, pastinya, di akhirat mereka nggak akan kebagian apa-apa."

"Terus?" tanya Syafira.

"Lagi pula nih yah, berkerudung itu bukanlah hidayah yang diturunkan oleh Allah bagi perempuan-perempuan terpilih. Ini persepsi masyarakat yang harus diubah. Santai aja, kerudung atau yang dikatakan Syafira jilbab untuk perempuan itu, adalah yang dicintai oleh Allah. Karena Allah berusaha melindungi harta semulia kamu, Tesya, biar nggak dinikmati oleh sembarang orang," lanjutku.

Gelembung Waktu (END)Where stories live. Discover now