Bunyi getar dari balik saku jaket yang ia kenakan, menarik atensinya. So Hyun sedikit panik. Lihatlah tangannya penuh dengan dua gelas kopi berukuran medium! Sedangkan bisa saja telepon yang berdering saat ini merupakan panggilan penting.

"Aku bawakan!"

Kepalanya menengadah ke arah kanan. Sosok penyelamat yang menyela dari belakang dan menawarkan bantuan. Mengambil salah satu gelas yang dari tangannya. Timing yang tepat.

"Seung Youn-ah." So Hyun mengenalnya. Pria yang tengah menampilkan deretan gigi putih rapi miliknya, ia bukan orang asing untuk So Hyun.

Getaran yang sama dari balik saku, kembali menarik perhatian So Hyun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Getaran yang sama dari balik saku, kembali menarik perhatian So Hyun. Dengan gerak sigap, ia menemukan nama ibunya di layar ponsel. Desahan pendek menggambarkan betapa enggan ia menerima panggilan tersebut. Berbeda dengan Seung Youn yang terkekeh pelan di sampingnya.

"Eoh, Ibu," jawab So Hyun terdengar sungkan.

"Kenapa belakangan ini kau jarang menghubungi ibu? Bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa masih menjadi asisten? Yak! Sebaiknya kau lekas pulang ke Busan dan menerima perjodohan yang ibu aturkan. Sampai kapan kau terus bekerja sebagai asisten orang lain. Kim So-"

"Maaf, Bu. Aku sudah dipanggil saat ini. Aku akan meneleponmu kembali. Aku mencintaimu, Bu."

Seung Youn, pria yang menemani langkahnya, tertawa lepas. So Hyun terlalu malas menanggapi cemeehan pria Cho tersebut. Beruntung pria itu adalah Seung Youn. Tidak alasan baginya untuk menutupi hal-hal yang berhubungan dengan keluarganya.

"Apa bibi masih bersikukuh menyuruhmu pulang?" tanya Seung Youn yang terbiasa menebak arti raut muka wanita Kim yang berjalan malas.

So Hyun mengangguk. "Seperti biasa. Selalu menyuruhku mengikuti perjodohan. Bukankah ini aneh sekali?" So Hyun menghentikan langkahnya. Pun Seung Youn melakukan hal yang sama. Keduanya saling bertatapan lurus.

"Kalau ibu sangat membenci aku menjadi asisten, kenapa dulu dia selalu mengirimkan uang kuliah untukku? Harusnya dia melarangku untuk kuliah. Atau segera menikahkanku. Kenapa sekarang dia begitu penuntut? Apa karena uang yang kukirimkan padanya setiap bulan masih sangat kecil?"

So Hyun tak usai berceloteh. Terus melampiaskan semua kekesalannya di pagi hari, di depan Seung Youn yang tak lagi aneh dengan perilaku So Hyun.

"Aigo ... kenapa kau jadi menggemaskan seperti ini."

So Hyun merengut. Seung Youn sama sekali tak membantu. Persis ibunya, selalu memperlakukannya bak anak kecil.

***

Bertempat di ruang meeting yang terletak di lantai tujuh, ruangan luas itu tampak kosong kala hanya ada dirinya dan sang manager yang menunggu. Ya, sedang menunggu Sutradara Hwang, sosok penting yang menggarap layar lebar perdananya.

Song Kang tampak bosan. Atensinya tersita pada layar pipih yang dipegangnya. Sudah sepuluh menit. Rasa kantuk sedikit demi sedikit mulai menjajah.

"Permisi ...."

Seorang wanita datang menemui mereka.

"Sutradara Hwang sudah menuju ke sini. Mohon bisa menunggu sebentar lagi," lanjut wanita yang sama. Diikuti anggukan dari Song Kang dan pria muda di sampingnya.

"Kesembilan."

Manager Han, pria di sebelahnya, toleh ke arah Song Kang.

"Apa kau menghitung jumlah orang yang bertemu denganmu?" tanyanya pada sang model, Song Kang.

Song Kang mengembalikan perhatiannya pada ponsel. Memeriksa notifikasi ataupun komen di media sosial, satu-satunya cara menghibur suasana hatinya saat ini. "Tidak semuanya. Hanya jumlah perempuan yang kutemui hari ini. Dia adalah wanita kesembilan sejauh ini," terang Song Kang santai.

"Yak! Jangan bilang kau memikirkan ucapan peramal waktu itu? Kau benar-benar mengira wanita kesepuluh itu membawa keberuntungan untukmu?"

Bahu lebar Song Kang terangkat bersamaan. Tampak acuh.

"Hyung, coba pikirkan. Apa kau tidak merasa belakangan ini kontrak yang kuterima untuk beberapa bulan ke depan berkurang? Apa salah jika aku mempercayainya? Lagi pula, aku tidak menyakiti siapa pun dengan bertemu wanita kesepuluh itu, 'kan? Sebaliknya, dia yang pastinya beruntung bertemu denganku. Bukan begitu?"

Song Kang sudah berpikir pagi ini. Lantas memutuskan untuk mendengarkan ucapan peramal waktu itu. Semacam petuah, tidak ada salahnya. Masalahnya sekarang, wanita kesepuluh itu dilihat dari sudut pandang apa?

Teman wanita? Kekasih? Atau wanita kesepuluh yang ia temui hari ini?

Pria Song itu menarik kesimpulan pada pilihan ketiga, mengingat sejauh ini ia tidak memiliki mantan kekasih hingga sepuluh orang. Setidaknya ia tidak begitu murah menebar pesona dan meminta seseorang menjadi kekasihnya. Pengecualian untuk kali ini. Saat ada pilihan untuk mendapatkan keberuntungan besar, maka pilihan itu bisa dipertimbangkan untuk si wanita kesepuluh.

"Maafkan aku."

Song Kang dan Manager Han berdiri menyambut Sutradara Hwang yang baru tiba.

"Apa kalian menunggu terlalu lama? Padahal aku sudah menyuruh asistenku untuk menemani kalian saat aku sedang dalam perjalanan. Dasar anak itu selalu—"

"Maafkan aku terlambat."

Pintu terbuka. Menampilkan sosok lain yang membuat kedua netra Song Kang membola.

Berbeda dengan sosok yang baru tiba

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Berbeda dengan sosok yang baru tiba. Rasa malas tergambar di rautnya saat berjumpa dengan model ternama tersebut.

"Ah, maafkan aku. Dia ini adalah asistenku, Kim So Hyun."

Wanita kesepuluh, apakah dia? Kim So Hyun?

Haruskah yang menjadi wanita pembawa keberuntungan baginya adalah mantan kekasihnya?

**

To be continued

ORACLE (END)Where stories live. Discover now