ORACLE - 01

Mulai dari awal
                                        

So Hyun, nama gadis yang menjadi asistennya, berdecak kesal saat pria bertubuh gempal dan suka mengenakan topi newsboy untuk memberikan kesan vintage, seperti umurnya, pergi dengan tenang. Seolah yakin So Hyun akan mengiakan permintaannya.

Namun, berkaca pada posisinya saat ini, tetap saja ia tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Otoritasnya tidak sejauh itu. Jangan lupakan ia hanya seorang asisten yang bekerja di bawah perintah sang sutradara, pimpinannya.

Bagaimana bisa ia bersikap manis pada pria yang sudah mengambil first kiss-nya?

"Akh ... kenapa harus dia?"

Beruntung tidak ada siapa pun di sekitarnya. Jadi tidak masalah kalau penampilannya kini berantakan karena So Hyun mengacak surainya sendiri.

"Hindari lawan kerjamu yang berikutnya. Dia hadir bagaikan hujan dalam hidupmu. Terlihat menyejukkan, tapi akan membuatmu terluka. Bukannya berdiri di bawah hujan terlalu lama, tidaklah baik?"

Perkataan peramal waktu itu tiba-tiba berkelebat. Menghadirkan peringatan keras padanya yang sempat lupa.

"Sudah pasti ini maksudnya Song Kang. Hah ... tidak perlu diperingati pun, sudah jelas hubungan kami tidak akan baik," gumamnya bermonolog.

Meniup poni depannya, kakinya sengaja dihentak-hentakkan sembari keluar dari ruang kerja. Tak lebih dari bentuk pelampiaskan yang tidak tersampaikan.

***

"Ini naskahmu yang tertinggal."

Song Kang membuka maniknya yang masih terasa berat. Tentu saja, ia baru tidur dua jam yang lalu. Pemotretan di luar kota, membuat waktunya banyak tersita di jalan. Sialnya lagi, pada saat harusnya ia bisa beristirahat, pelupuknya malah enggan bersahabat. Salahkan juga ucapan si peramal yang membuat ia berpikir dua kali lebih keras.

"Hyung."

Suara serak pria Song itu mendominasi sapa. Telapak besarnya mengusap wajahnya yang masih tampak kusut.

"Cepatlah bangun. Kita harus bertemu dengan sutradaranya hari ini."

Pria yang berusia tiga tahun lebih tua darinya lantas mengecek jam tangan miliknya, lalu memberi pesan, "Kau punya waktu tiga puluh menit untuk bersiap-siap."

Setelahnya, ia pun pergi. Meninggalkan Song Kang yang masih rebah di tempat tidur empuknya.

Pekerjaan dan ketenaran, dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi terlihat menyenangkan, tapi di sisi lain sangat mengikatnya. Terutama belakangan ini, Song Kang merasa sulit bernapas. Jadwal padat yang tersusun apik sudah diputuskan tanpa meminta pendapatnya. Katanya, yang perlu ia perhatikan hanya kondisi fisiknya. Lihat saja jumlah vitamin yang bertumpuk di atas nakasnya. Satu pun tidak ada nama yang dia ingat. Semua itu digadang-gadangkan bagus untuk kesehatannya. Atau sebenarnya, permintaan secara halus agar dia dia tidak pernah sakit. Sakit sama artinya dengan merusak schedule.

Berpikir untuk mengeluh pun rasanya percuma. Kembali lagi pada dirinya yang sejak awal menyetujui terjun ke industri keras ini.

Sementara itu, di lain tempat, berlokasi tak jauh dari tempat kerjanya, gadis berponi kecokelatan itu masih menyempatkan waktu untuk membeli dua cup coffee dari gerai langganannya.

"Terima kasih," ucapnya santun seraya menerima dua cup coffee. Persis seperti pesanannya.

Wajahnya terlihat kuyu. Sejak semalam tidurnya tak pulas. Membayangkan hari ini akan berjalan seperti apa, terlalu banyak skenario yang melintas di kepalanya. Satu per satu menyita perhatiannya hingga tak sadar kantuknya ikut tergerus.

ORACLE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang