5. A Clue

3.8K 720 161
                                    

Dia khalayak sebuah batu, dengan pisau kehidupan menggores tajam.
Lukanya terlihat samar, namun bersifat kekal.

---- Menos ----

---- Menos ----

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Begitu jam pelajaran Matematika selesai, aku bergegas mencari keberadaan Jisung. Ekspresi wajahku menunjukan kepanikan bercampur kekesalan.

Kala Jo Saem meninggalkan kelas, seluruh murid laki-laki tertawa senang, terlebih Hyunjin dan para geng berandalannya itu. Awalnya, aku nampak acuh, kupikir mereka menertawakan hal lain, sebagaimana mereka mengejek Guru dari belakang seperti biasanya.

Entah sejak kapan, aku menyadari, alasan mengapa Jisung harus dikeluarkan dari kelas, amarahku naik tanpa perlu disuruh. Selama melewati koridor, aku mengepalkan tanganku, bukti bahwa aku tengah membangun tembok penahan emosi.

Aku memperlambat tempo langkah  begitu sampai ditempat dimana aku yakin Jisung singgah disana.

Aku menghembuskan napas gusar melihat Jisung tengah duduk bersender di tembok belakang perpustakaan, menutup matanya dan menengadah ke langit, seakan-akan tengah menikmati kilauan sang surya diantara lautan awan.

"Jisung." suaraku membuat salah satu mata itu terbuka. Ia nampak agak terkejut, sebelum akhirnya, dia memperbaiki posisi duduknya, dagunya terangkat sedikit dengan cepat, seakan bertanya, 'Ada apa?'

Aku duduk berjongkok tepat didepan Jisung. Kembali menghela napas sebelum berkata, "Kenapa kamu biarin mereka, sih?" Aku menambah kata 'sih' sebagai bentuk kekesalan.

Jisung bereskpresi datar, salah satu alisnya naik membentuk sudut menyiratkan kata, 'Darimana kamu tau?'

Saat dimana Aku, Yeji dan Nakyung bercakap waktu itu, adalah saat dimana geng nya Hyunjin menyalin ulang pekerjaan Jisung.

Karena waktu yang tak sempat, Hwall mengambil buku Jisung paksa, mengganti sampul nya dengan yang baru, dan nama 'Lee Hwall' disana. Itu semua berkat ide busuk dari Hwang Hyunjin.

Sebuah kronologi singkat upaya penyingkiran Han Jisung. Tak pernah terpikirkan olehku, hal seperti ini akan terjadi.

Kelas bukanlah tempat yang tepat untuk membuat keributan. Namun nyatanya, pementasan itu terjadi.

Jisung mengambil buku cokelat disampingnya, menulis beberapa kalimat singkat, 'Aku tidak bisa melawan.'

Mulutku sedikit terbuka. Tulisan itu mengeluarkan aura putus asa kecil. Kecil karena baginya hal ini lebih ringan daripada pengikisannya yang lain.

"Aku heran sama kamu, Sung..." Aku menggantungkan kalimat. Heran, masih tersisa manusia sabar seperti Jisung. Ia mampu bertahan dengan tujuan menimba ilmu. Yang mana orang kebanyakan pasti memilih untuk pindah ke tempat yang baru.

MENOS [ HAN JISUNG ] [COMPLETE]Where stories live. Discover now