|08|Pasrah dengan takdir

1.6K 233 4
                                    

"Jika bertemu denganmu adalah Takdir Tuhan. Berteman denganmu adalah pilihan. Maka jatuh cinta padamu bukanlah sesuatu yang aku rencanakan"

***

Jika bisa
Bolehkah aku memilih kepada siapa hatiku berlabuh?

Bolehkah hatiku tidak menetap dengannya?
Kepada dia?

Bolehkah aku menggantikan orangnya?

Jangan dia!
Kumohon!
Gantikan dengan yang lain!
Terserah!
Asal jangan dia!

Jangan seperti dia yang mempunyai sifat dingin nan cuek

Jangan seperti dia yang tidak peduli akan rasa

Lagi-lagi Naira mencurahkan apa yang dirasakannya lewat tulisan dibuku Deary-nya.

Menghela napas pelan, Naira membayangkan bagaimana takdir akan mempermainkan perasaannya lagi. Dia tidak pernah segakum ini dengan seseorang, ini bukan pertama kalinya Naira menyukai seseorang tapi entah kenapa kali ini rasanya berbeda.

Dia seakan-akan menutup mata untuk melihat semua kekurangan yang dimiliki Rafa, seakan tidak peduli dengan orang yang bahkan lebih baik ketimbang cowok tersebut. Yang Naira lihat hanya kesempurnaan yang melekat di Rafa padahal nyatanya manusia tidak ada yang sempurna, semua mempunyai kekurangan tapi Naira seakan buta dengan hal itu.

Tidak ingin berandai-andai dengan takdir yang akan datang, Naira memilih untuk menuju ke kasur empuknya. Istirahat dari pikiran yang kemana-mana merupakan jalan yang terbaik.

Aku percaya dengan takdirmu, Tuhan, batin Naira sebelum benar-benar terlelap dengan mimpi.

***
Kata perfect selalu melekat di tubuh Rafa. Sekarang dia sudah siap untuk ke sekolah dengan seragam yang terbilang cukup rapi. Dia bukan anak Bad Boy dengan baju yang acak-acakan. Dia hanya Rafa, ketua kelas dan murid andalan guru-guru karena kecerdasannya.

Rafa melangkahkan kakinya menurungi tangga, di ruang makan sudah ada Dafa yang sedang asyik sarapan.

"Lo gak sarapan dulu?" tanya Dafa setelah melihat saudaranya berlalu melewatinya.

"Gue gak lapar," jawab Rafa yang terus melangkahkan kakinya keluar rumah.

Dafa menyeritkan dahi bingung. Tidak biasanya Rafa seperti itu, bukan tentang sarapan tapi tentang ekspresi mukanya. Ekspresi Rafa hanya satu yaitu datar tapi sekarang kayak ada yang beda. Dan juga mereka kembar, kan jadi apa yang dirasakan Rafa juga bisa dirasakan Dafa.

***

Naira telah selesai dengan sarapan yang dibuatkan Mamanya. Hanya mereka bertiga yang sarapan, Ayahnya sudah pergi ke kantor terlebih dahulu jadi terpaksa Naira naik ojek online karna biasanya Ayahnya lah yang sering mengantarkannya.

Setelah berpamitan dengan Mamanya dan juga Adiknya, dia menunggu ojek yang sudah dipesannya di luar rumah. Naira duduk sambil asyik memainkan handphonenya, saking asyiknya dia tidak menyadari kedatangan seseorang.

"Selamat pagi calon makmumnya Fajar," sapa Fajar dengan senyum mengembang.

"Ngapain kamu kesini?" tanya Naira polos, "jangan bilang kamu ojek online yang aku pesan ya? Tapi kok nama sama mukanya beda?"

"Duhh gemassnya, jadi pengen cepet halalin deh," cengir Fajar.

"Dihh apaan sih? Aku serius."

"Iya iya gue juga serius kok, tapi kita masih sekolah jangan minta untuk nikah dulu," ujar Fajar ngaur.

Pemilik Hati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang