CEMBURU BERTALU-TALU

6.1K 322 13
                                    

🌿
.
“Mas, jawab dengan jujur! Siapa yang lebih kau sukai, aku atau Airin?!”
.
Hasna menautkan alis tebalnya, menusuk Ilham dengan tatapan menyelidik bak belati. Suaranya sedikit parau, namun cukup tajam untuk merobek ketenangan.
.
Ilham serupa terdakwa yang diserang jaksa penuntut.  Tak menyangka sikap dingin istrinya semenjak ia kembali dari rumah Airin, akan berbuntut interogasi yang maha sulit. Awalnya ia berpikir, Hasna sedang sakit. Istri keduanya itu irit sekali berucap beberapa hari ini. Cenderung dingin dan tak bersemangat. Ternyata cemburu sedang bertalu-talu dalam hati Hasna.
.
“Sayang, kenapa kamu bertanya seperti itu?”
.
“Jawab, Mas! Apa aku sudah tak cantik lagi? Apa aku kurang memuaskanmu? Apa Airin lebih baik dariku?” cecar Hasna dengan tenggorokan yang mulai tercekat perih. Tanpa komando bening matanya mengalirkan bulir hangat. Api cemburu telah meluluhlantakkan dinding kesabaran yang ia bangun. Hanya ada pedih yang tertinggal di sudut hatinya yang koyak.
.
Ilham meremas bahu Hasna pelan sambil menatap bola mata beningnya yang membasah. Ditelusurinya gurat-gurat kemarahan di wajah cantik istrinya. Ia memutar otak, memikirkan untai kalimat yang bisa menenangkan hati yang sedang dilalap cemburu.
.
“Kau ingin jawaban jujur?” Embusan napas Ilham terasa hangat di wajah Hasna. Wajah mereka hanya terpaut sejengkal jarak.  Perlahan jemari Ilham menyeka tetesan air mata di pipi Hasna.
.
"Jangan pernah membandingkan dirimu dengan wanita manapun...," Ilham menyentuh pipi istrinya yang memerah dengan kedua telapak tangannya,
.
“Kau tidak cantik. Kau itu sempurna.” Detik seolah melambat. Degub jantung mereka saling bersahut. Hasna bisa merasakan lengan Ilham kini melingkar memeluk pinggangnya. Geletar hangat menjalari tubuhnya.
.
“Apa aku puas denganmu? Selamanya aku takkan pernah puas mereguk indahmu."
.
Mereka berdua kini tak berjarak. Amarah Hasna menguap terbawa oleh lelehan asmara.

Malam semakin larut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
Malam semakin larut. Dua sejoli itu baru saja memulai merajut cinta di atas peraduan saat bel berbunyi nyaring dari pagar rumah Hasna. Ilham memberi kode abaikan saja, namun Hasna gelisah mendengar bel yang tak kunjung berhenti berdering. Akhirnya Ilham pun mengalah. Dengan sedikit kesal ia menuruni tangga dan membuka pintu depan.
.
'Sial! Siapa sih malam-malam gini ganggu?!' kutuknya dalam hati. Air muka Ilham berubah saat melihat wajah yang sangat ia kenal terlihat berdiri di balik pagar. Wanita itu mengenakan dress merah marun selutut, cardigan hitam, dan heels yang senada dengan warna tasnya. Jemari rampingnya masih terus memencet bel tanpa henti. Tangannya yang lain memegang bungkusan dengan label resto ternama. Dengan ragu Ilham membukakan pintu pagar.
.
“Sedang apa kau di sini?” Pertanyaan Ilham disambut cengiran dari bibir merah sang wanita.
Hasna terkejut melihat wanita yang bertamu ke rumahnya malam itu.
.
“Airin?”
.
“Maaf aku ganggu malam-malam…,” Airin mencoba terlihat ramah, “Tadi aku ada meeting dengan klien di restoran dekat sini. Makanannya sangat enak. Aku pikir, aku mau mampir untuk membawakannya buat kalian. Hitung-hitung balas budi karena kemarin Hasna sudah membawakan makanan kesukaanku.”
.
Hasna mengerucutkan bibir. Matanya mendelik tak suka. Tipuan apa yang sedang dilancarkan wanita di hadapannya ini? Kemarin ia bersikap kurang ajar bahkan mengirim pesan yang menyakitkan padanya. Kini ia bersikap sok manis seolah tak ada apa-apa.
.
Diam-diam lava cemburu kembali bergulung dalam dada Hasna. Airin menyodorkan bungkusan di tangannya pada Hasna dengan ekspresi senyum yang dipaksa.
Lama sodoran itu menggantung di udara, akhirnya Hasna mengambilnya sambil berterimakasih.

“Oh ya, Mas. Aku boleh kan nginep di sini malam ini?”

Hasna hampir saja menjatuhkan bungkusan di tangan, saat mendengar permintaan Airin. Ilham terperangah dan membelalakan matanya pada Airin.

Sebelum dicecar tanya, Airin langsung berkilah,

“Bensin mobilku sudah hampir habis. Aku khawatir kalo maksain pulang nanti mogok di jalan. Lagipula aku terlalu lelah untuk mengemudi. Apa boleh?”
.
Ilham dan Hasna berpandangan. Ilham tahu, Hasna pasti sangat keberatan. Mereka baru saja hampir bertengkar gara-gara Airin. Membiarkannya menginap di sini sama saja menyiramkan bensin pada api cemburu yang tadi hampir padam. Ilham baru saja akan tegas menolak dan menawarkan untuk mengantar Airin pulang dengan mobilnya, saat Hasna membuka suara,
.
“Boleh. Kau bisa tidur di kamar tamu di bawah. Iya kan, Mas?”
.
Ilham melongo tak percaya. Ia masih menatap Hasna dengan pandangan bingung. Airin terlihat senang.

“Wah, thanks ya. Nggak apa-apa kan, Mas?”
Dengan canggung Ilham mengamini keputusan Hasna.
.
Mereka menunjukkan kamar tamu di lantai satu pada Airin. Karena sudah larut, mereka juga memutuskan untuk menyantap makanan yang dibawa Airin esok hari.
.
Hasna menggamit lengan Ilham dan bergelayut mesra saat mengajak suaminya itu untuk tidur di hadapan Airin. Wajah Airin mengeras melihatnya.
.
Ilham dan Hasna berpamitan pada Airin dan menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua. Tiap dentum kaki mereka di tangga menggodam hati Airin dengan palu cemburu. Belum lagi bayangan akan apa yang akan mereka lakukan di kamar.
.
Ah! Airin mulai menyesali keputusannya untuk menginap di rumah madunya ini. Tapi ia ingat bahwa keputusannya malam itu bukan tanpa maksud.

***

Pukul tiga dini hari. Ilham baru saja menunntaskan salat malam, saat rasa haus yang teramat sangat mulai mengganggunya. Setelah menengadahkan tangan dan berdoa lirih sejenak, ia berjalan ke arah dapur di lantai bawah untuk mencari penghilang dahaga.
.
Dalam keremangan Ilham meraih botol berisi air dingin dari dalam kulkas. Saat hendak menutup kulkas, ia dikagetkan oleh sosok berambut panjang yang berdiri di samping pintu kulkas.

“Airin?! Kau bikin kaget saja!” Ilham hampir saja menjatuhkan botol air yang dipegangnya. Airin terkekeh melihat suaminya kaget bukan kepalang melihatnya. Ia juga kebetulan ke dapur untuk mengambil minum. Kondisi dapur yang agak gelap membuat Ilham tak sadar Airin sedang mengamatinya di sudut dapur yang lain.
.
“Mas juga haus, ya? Hihi kita sehati,” goda Airin sambil menuangkan air dari botol ke gelas untuk suaminya. Setelah minum, Ilham menyalakan lampu dapur. Kini terlihat jelas wajah cantik Airin dengan gaun tidur satin berwarna violet membalut tubuh seksinya.
.
'Aneh sekali. Ia membawa gaun tidur?' gumam Ilham.
.
“Kau tahu, seharusnya kau jangan ke sini. Kau juga pasti nggak enak kan, kalau tiba-tiba Hasna minta menginap di rumahmu saat kau bersamaku?” Ilham mengutarakan hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya.
.
Airin menghabiskan air dinginnya lalu menjawab,
.
“Mas. Aku kan punya alasan. Lagipula apa salahnya aku membalas kebaikan Hasna? Bukannya Mas seneng kalau aku sama Hasna jadi dekat dan akur. Itu keinginan Mas kan?” timpal Airin sambil kembali menuangkan air ke gelas suaminya.
.
Saat akan menyimpan kembali botol yang dipegangnya, tiba-tiba Airin melihat cicak di meja. Ia pun terkejut dan menjatuhkan botol kaca itu  ke lantai.

“Ouch!” Airin mengerang. Pecahan botol kaca itu mengenai kakinya.

“Kau tidak apa-apa?” Ilham dengan sigap membersihkan pecahan kaca di lantai. Setelah selesai, ia pun mengambil kotak p3k di laci sudut dapur dan perlahan  mengobati luka Airin. Airin memandangi suaminya yang dengan telaten membalut kakinya dengan perban. Hatinya makin berdesir.
.
'Bagaimana agar sehari saja aku tak jatuh cinta padamu, Mas?' lirihnya dalam hati.

Hasna telah terbangun dari tidurnya. Melihat Ilham tak di sisinya, ia pun buru-buru bangkit dari ranjang. Ia tahu kebiasaan suaminya salat malam di musalla mungil di lantai bawah. Biasanya ia tak khawatir. Namun, kehadiran Airin membuatnya tak tenang.

'Tenang, Hasna… suamimu sedang bermesra dengan Rabb-nya bukan dengan wanita itu,' Hasna menghibur diri. Namun apa yang dilihatnya saat  keluar kamar  dan memandang ke lantai bawah, membuat seluruh  tubuhnya memanas. Matanya membeliak tak percaya.
.
Ilham terlihat sedang menggendong Airin menuju kamar tamu.
Cemburu yang tadi bertalu-talu dalam dada Hasna kini serupa magma yang siap menyembur. Tangan Hasna mengepal hingga gemetar. Pintu kamar tamu pun ditutup.

(Bersambung)

Terima kasih sudah membaca JDA. Update tiap Selasa dan Sabtu insyaallah 😊

#alianastory
#JDA_part13

JANGAN DUAKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang