Sebuah Ilham

8.3K 403 4
                                    

🌿 JANGAN DUAKAN AKU 🌿

Oleh A. Liana (Afie Yuliana)

Part 4

SEBUAH ILHAM

Ummi Kulsum mendengarkan curahan hati keponakannya dengan saksama. Di antara  bulir bening yang membanjir dan sedu sedan yang mengalir, ia bisa merasakan kesedihan yang dialami Hasna. Mengetahui bahwa selama ini suami tercinta menjadikannya isteri kedua, bukanlah hal yang mudah untuk diterima. Setelah Hasna menyelesaikan ungkapan hatinya, Ummi menuangkan wedang bajigur dari teko ke cangkir Hasna.

“Minumlah, supaya lebih tenang,” saran Ummi.

Wangi khas santan, pandan dan gula merah menggelitik penciuman. Setelah menghidunya sesaat, Hasna menyesap hangat dan manisnya wedang bajigur buatan Ummi. Rasa hangat yang menenangkan meluncur ke dalam dada hingga ke perutnya. Ini adalah salah satu ciri khas Ummi setiap kali Hasna datang menjenguknya.  Bukan hanya pelukan dan sambutan hangat yang Hasna dapatkan, ia pun selalu disuguhi minuman dan makanan yang membuatnya selalu rindu datang ke sini.

“Kamu mencintai Ilham?” Ummi menatap dua bola mata Hasna yang melesak di antara pelupuk mata yang bengkak.

“Dengan seluruh jiwaku, Ummi,” jawab Hasna.
Ummi mengangguk-angguk dan mengulum senyum tipis. Ia pun kembali bertanya,
“Apa sebelum ini ia pernah zalim padamu? Tidak memenuhi hakmu sebagai isteri ataupun kewajibannya sebagai suami dan ayah buat Adam?” tanya Ummi lagi. Kali ini ia menuangkan wedang bajigur untuk dirinya sendiri.

“Tidak, Ummi. Ia suami dan ayah yang baik. Kami kadang berdebat, tapi ia selalu punya cara untuk menyelesaikannya tanpa harus ada yang tersakiti. Di mataku ia sempurna, Ummi. Tapi, entahlah Ummi, aku tak yakin semua akan sama setelah ini. ” Tenggorokan Hasna kembali tercekat.

Ia baru menyadari bahwa terlalu naïf, jika menganggap Ilham adalah sosok pria yang sempurna. Setelah hampir enam tahun menikah, kini ia menemukan cela yang membuat rumah tangganya goyah.

Dusta.

Dusta yang sempurna. Pun hati yang mendua.
Ia tak sanggup membayangkan menjalani hari-harinya seperti biasa setelah ini. Bisikan jahat akan gugat cerai semakin santer memasuki pikirannya.

“Ummi paham, hatimu pasti koyak mengetahui ternyata selama ini ia berdusta dan mendua. Ummi tidak menyalahkanmu jika kamu marah. Kita manusia biasa yang mudah terluka. Tapi kalau Ummi boleh tanya lagi, apa Ilham sudah menjelaskan kepadamu alasan ia berpoligami?”

Hasna menggeleng. Hatinya sudah keburu diselimuti marah dan sedih. Ia tak sempat memikirkan hal yang ditanyakan Ummi. Namun jauh di dalam nuraninya, ia juga penasaran apa alasan Ilham melakukan semua ini? Apa mungkin ia tipe pria yang tak cukup terpuaskan dengan satu wanita? Hasna jengah dengan pemikirannya sendiri. Suara-suara jahat membuatnya berpikir, jangan-jangan masih ada wanita lain selain dirinya dan wanita yang ia  temui tempo hari. Mendadak ia membenci kesempurnaan suaminya. Jangan-jangan kesempurnaannya itu yang membuatnya memikat banyak wanita. Ah, terlalu sakit batin Hasna membayangkannya.

“Nak, kalian harus bicara empat mata, dari hati ke hati. Jangan biarkan prasangka-prasangka buruk menguasai pikiran kalian,” lanjut Ummi seolah bisa membaca pikiran Hasna.

Suara jangkrik terdengar dari balik jendela. Sayup-sayup tilawah quran bersahutan dari bilik-bilik tempat santri menghafal. Ummi memang memiliki rumah tahfiz sederhana yang ia kelola sambil mengurus perkebunan. Suasana qurani menambah syahdu suasana rumah Ummi, membuat siapapun  yang mencari kedamaian semakin betah di sini.

“Ummi yakin kamu pasti sudah tahu bahwa poligami memang dibolehkan dalam syariat kita. Itupun dengan syarat yang tidak ringan. Jika seorang merasa mampu maka Allah memperbolehkan seorang pria menikahi dua, tiga, atau empat wanita. Namun, Allah juga memperingatkan bahwa tanggung jawab poligami sungguh besar, maka jika seorang takut tak bisa berlaku adil maka, Allah menganjurkan menikahi satu saja,” terang Ummi dengan hati-hati.

JANGAN DUAKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang