Bab 5 - Kepedihan Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

Kemudian, Raka hadir sebagai penyembuh. Pria itu mampu menutup setiap lubang luka yang menganga hingga Fathiya bisa kembali tersenyum. Namun, Davina tahu kalau Raka jugalah yang menggali kembali semua trauma yang ada di dada sahabatnya itu.

Menyebalkan!

Akan tetapi, ekspresi Fathiya yang berubah sendu membuat bibir Davina kembali bungkam. Satu helaan panjang sebelum dia menepuk punggung Fathiya perlahan, kemudian berdiri dan melangkah keluar. Wanita itu meninggalkan Fathiya sejenak untuk menenangkan diri.

Davina tak ingin memaksa. Dia juga sadar betul kalau mental Fathiya tak sekuat dirinya. Racun itu sudah tertanam di dada Fathiya jauh sebelum mereka saling mengenal. Dan Raka yang menjadi penawarnya pun tak mampu mempertahankan keberadaannya.

Perempuan itu mendongak ke langit memanjatkan doa pada Allah agar sahabatnya menemukan kebahagiaan sejati yang hampir tak pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

Davina yang paling tahu bagaimana Fathiya berjuang melepas belenggu.

Davina sadar betul kalau Fathiya jugalah yang selalu hadir di sisinya di saat-saat terburuk. Ketika kedua orang tuanya bercerai, juga ketika keduanya saling berteriak menolaknya untuk tinggal bersama saat ia masih duduk di kelas 12. Fathiya selalu ada.

Hingga akhirnya Davina mampu menerima kenyataan bahwa ada orang tua yang tak menginginkan dan tidak menyayangi buah hatinya sendiri. Fathiya yang membuat Davina mampu melewati itu semua.

Jadi kini gilirannya untuk membuat Fathiya bahagia!

Bintang bermunculan dan berkelip dengan indah di angkasa ketika akhirnya Fathiya melangkah keluar musala. Wanita itu melihat Davina sedang duduk di tangga musala dan menatap ke langit.

Fathiya pun duduk perlahan di sebelahnya dan sejenak menengadah menikmati semua. Bulan pun tampak bulat sempurna dan bersinar sangat cerah. Wanita itu kadang iri pada bulan yang bisa terlihat bercahaya meski tak memiliki kemampuan apa-apa kecuali membiaskan sinar matahari.

Ia berkaca diri, dan merasa dirinya sesuram mendung sebelum hujan. Bahkan mentari tak mampu membuatnya bercahaya. Kekecewaan bertahun yang lalu telah merenggut semua tawa. Rasa malu akibat ditinggal Raka tanpa pamit, menggoreskan luka yang kini telah mengerak. Betapa pun Fathiya berusaha melupakan, semua gunjingan, tatapan meremehkan, juga kandasnya harapan membuat kata ceria yang sempat tertulis di hatinya langsung lenyap kembali dari kamus hidupnya.

"MasyaAllah, langit malam cakep banget ya!" Davina berbisik sambil tetap memandang ke langit.

"Umh...." Fathiya menyetujui tanpa ada kalimat selanjutnya.

"Kalau ada banyak bintang di angkasa, kenapa kita harus terpaku pada matahari, ya?" Davina mengoceh tanpa sadar. Pikirannya yang sedari tadi berusaha membuat Fathiya bahagia membuatnya melantur.

"Karena hanya matahari yang mampu menyinari bumi. Memberi kehangatan. Dan setia menemani."

Davina menoleh.

"Tapi, matahari menghilang di kala malam. Sedangkan bintang tetap setia di kala siang. Hanya cahayanya saja yang kalah oleh mentari," balas Davina tak mau kalah.

"Ya ... " Fathiya membalas tatapan Davina. "Tapi kehangatannya di waktu siang selalu menyisakan nyaman di setiap malam."

Kali ini Davina tak bisa berkata-kata. Fathiya selalu bisa melawan semua nasihatnya baik secara langsung maupun tak langsung. Namun, entah kenapa perempuan itu malah diam tiap kali dia yang bicara.

"Aku mau beli pangsit dulu buat besok." Fathiya membuka suara. Lagi-lagi dia menepis pembicaraan tentang Raka meskipun secara implisit.

Davina hanya mengangguk dan merengkuh tangan sahabatnya lembut. Sepuluh tahun bersama, banyak membuat Davina mengerti kapan dia harus berhenti untuk mendesak Fathiya. Bayang-bayang gelap itu kembali melintas di kepala. Dia tidak akan membiarkan Fathiya seperti bayangan itu. Kengerian yang selalu menghantuinya sejak lama. Saat ini, biarlah dia berada di sisi Fathiya meski hanya bisa menjadi pendengar yang setia.

Fathiya x Labuhan Hati Antara Kau dan DiaWhere stories live. Discover now