Bab 2 - Hati yang Terikat

Mulai dari awal
                                    

Lagi-lagi Fathiya harus menerima kenyataan bahwa kekaguman semakin merayapi hatinya. Pria itu tidak takut kotor. Yah, meskipun memang sampah di lingkungan kampus hanyalah botol minuman dan sampah kering biasa. Petugas kebersihan selalu melakukan sweeping setiap jam sehingga nyaris tidak ada sampah. Apa mungkin kuncinya ikut tersapu saat dibersihkan?

"Inikah kuncimu? Ketutupan sampah snack."

Fathiya mendongak dan melihat kunci yang sejak tadi dicarinya terayun ringan di ujung telunjuk kanan Raka. Bibirnya langsung terbuka lebar penuh keceriaan. "MasyaAllah ... Alhamdulillah! Makasih banyak, Kak! Ya, Allah! Jazakallah khairan katsiiraa!"

"Nih, tangkap! Tanganku kotor." Raka bersiap melempar pelan kunci itu ke arah Fathiya. Lagi-lagi senyum pria itu mampu menjungkirbalikkan perasaan Fathiya.

Tiba-tiba Fathiya gagal menangkap kunci yang dilemparkan sehingga terjatuh dan mengenai kakinya.

Tiba-tiba Fathiya gagal menangkap kunci yang dilemparkan sehingga terjatuh dan mengenai kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aduh!" Fathiya terkejut kala sendok teh yang sejak tadi digenggamnya jatuh menimpa kaki. Wanita itu tersadar dari lamunan panjangnya. Sekali lagi ia menarik napas, berusaha mengenyahkan segala gundah.

Lagi-lagi kenangan nyaris empat tahun lalu itu mengusik ketenangannya. Semua ingatan tentang Raka kembali berputar dalam benak dan sering muncul tanpa diundang.

Kenangan yang seharusnya sudah dia tenggelamkan dan kunci rapat-rapat di dalam relung batinnya. Agar rasa sakit itu tak lagi menyeruak, membekukan, sekaligus menyisakan rasa penyesalan yang tak berkesudahan.

"Kok bengong, sih?" Suara perempuan makin menyadarkan Fathiya dari bayangan masa silam yang tak kunjung menyingkir.

Fathiya melihat wanita melongokkan wajah manisnya di pintu dapur. Koridor dapur kos putri itu memang sempit. Hanya ada jalan selebar satu meter yang memisah counter dengan dinding. Namun, apa mau dikata, hanya inilah kos yang terjangkau oleh Fathiya. Dia tak ingin bergantung pada uang orangtuanya lagi.

"Enggak apa-apa." Fathiya berusaha tersenyum, meski hanya lengkung tipis tanpa makna yang tercipta. Ia memungut sendok dan menaruhnya di atas wastafel. Dibatalkan niatnya untuk menyeduh kopi hangat dari dapur kos.

"Kamu enggak baik-baik aja. Ini soal Raka?"

Fathiya menelan liurnya mendengar pertanyaan yang menusuk itu.

"Udah lama kita berteman, Fath. Udah lama juga aku sadar kalau tatapan kosong, wajah sendu itu pasti soal Raka," bisik Davira. "Kamu masih belum bisa lupain dia?"

Fathiya tak menjawab dan memilih bergeser menjauh dari Davina.

"Kenapa sih kamu selalu mikirin dia? Padahal kan baru dapat promosi? Fokus ke itu aja. Aku benar-benar khawatirin kamu." Wanita berambut pendek itu menyenggol lengan Fathiya dengan akrab.

Lagi-lagi Fathiya hanya bisa menggeleng. "Makasih. Aku beneran nggak apa-apa." Wanita itu kini lebih senang mengenakan warna gelap yang mungkin cocok mencerminkan perasaannya.

Fathiya x Labuhan Hati Antara Kau dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang