"Riki!!! Bety mau lo bawa kemana sih! Gua belum selesai ngomong!!!" Rei berteriak.

"Gua sama Bety duluan ya Rei!" Riki berseru pamit.

Langkah sepasang kekasih itu semakin menjauh.

Rei hanya berdiri dengan tatapan kosong melihat punggung keduanya.

Dengan perasaan sedikit iri tapi juga bahagia.

Ia kemudian mengecek handphonenya. Tapi noob. Harapan ada chat atau panggilan dari Dafa yang masuk, itu kosong. Tidak ada notifikasi sama sekali.

Dafa, lagi dimana ya?

@

Tante Mira duduk santai di teras depan sambil menyeduh es-teh nya. Ia asyik membaca majalah sekaligus menunggu Rei, yang sekarang dianggap sebagai anaknya sendiri.

Mobil Rei kemudian masuk ke garasi. Gadis itu lalu turun dan mendekati tante Mira. Sementara tante Mira tetap asyik dengan majalahnya.

"Kita jadi pindahan, te?" tanya Rei pelan kemudian bergabung duduk di sana.

Tante Mira tak langsung menjawab. Ia meletakkan majalahnya pelan-pelan kemudian menatap Rei dengan senyum tulus.

"Tiga hari lagi, Rei. InsyaAllah jadi..." balas tante Mira."Kamu udah ngomong sama Dafa dan sahabat kamu?" tanyanya kemudian.

Rei menggeleng.

"Tinggal tiga hari Rei. Gak mungkin kan kamu nyeludur pergi gitu aja tanpa pamitan sama mereka?" ujar tante Mira.

Rei hanya menunduk pasrah.

"Maaf ya Rei, tante harus ngajakin kamu pindah gini. Tapi itu semua juga permintaan almarhum mama kamu. Inget Rei, semua yang beliau lakuin itu demi kamu," ungkap tante Mira lagi.

Rei mengangguk. Gadis itu tau memang semua yang terjadi adalah untuk kebaikannya sendiri.

Setelah mengalami segala sesuatu yang menyakitkan.

Terkurung dalam rumah besar ini dengan memendam kemarahan.

Ditinggal dua orang tersayang yang satu-satunya gadis itu miliki.

Dan kini, Rei tau.

Ia harus mengerti.

Bahwa dirinya memang harus hijrah ke tempat yang baru.

"Yaudahlah, te. Aku mau ke kamar dulu," Rei beranjak dari bangkunya.

"Mau ngetik lagi?" tebak tante Mira.

Rei mengangguk sambil tersenyum.

@

"Hidup adalah tentang datang dan pergi. Tentang pertemuan dan perpisahan. Tentang cinta dan benci. Tentang aku dan kamu. Dan tentang segalanya yang selalu punya perbedaan.

Awalnya, kita tak pernah tau. Tak pernah menyangka hari ini adalah dimana takdir memperkenalkan kita untuk hari di masa yang mendatang. Dari sebuah pertemuan pertama, di mana tetesan airmataku terurai bebas hari itu, dirimulah yang akhirnya berhasil menghentikannya. Dengan tingkah polos anak kecil, yang kasian meliatku menangis.

Terimakasih untuk sebatang coklat milikmu yang kuhabiskan dengan rakus.

Lantas... aku tak pernah tau. Hari itu akan membawamu mencariku. Aku juga tidak pernah memikirkanmu, tidak pernah peduli akan perasaanmu, dan aku tak pernah tau apa agamamu.

Ku hanya seorang gadis yang tidak tau apa-apa. Yang belum pernah merasakan cinta. Yang tak pernah mengenal dan peduli pada cinta. Karena sejak kecil, kehidupan mengajarkanku untuk tak percaya akan cinta dan hidup terbiasa tanpa rasa itu.

Dirimu seperti kiriman Tuhan-ku. Yang membantuku bangkit akan perasaan itu. Yang membuatku kembali terbuka akan hati yang sudah lama tak berfungsi. Untuk sebuah ketulusan, pengorbanan, dan maaf.

Dan di hari yang semakin berjalan. Kita tak akan pernah tau bagaimana takdir kan memutar segalanya. Perasaan dimana semua akan berubah. Tapi, percayalah... everything will be change, with you or not.

Tuhan yang kita percayai, Tuhan yang kita sembah, dialah pengatur segalanya. Perbedaan hanyalah sesuatu yang unik. Tapi semua adalah nyata. Agama telah mengaturnya.

Karena sebelum penyesalan itu ada, sebelum rasa marah itu murka, ku ungkap lewat sebuah kata-kata. Yang akan menyampaikan segala maksud dan rasa.

Kita sebaiknya "

Rei menghentikan tangannya untuk meneruskan kalimat itu. Bagian ini adalah part terakhir novelnya. Yang mulai ditulisnya sejak di rumah sakit waktu itu. Entah apa yang membuatnya bersemangat menuliskan kata-kata puitis berbau romantis itu.

Gadis itu tetap diam sambil mengulang-ulang kata-kata dalam baris yang baru ditulisnya. Seperti ada sebuah pengakuan. Lewat sebuah novel. Dan dari tulisan-tulisan yang tertuang lewat hatinya, gadis itu bukan sekedar mengarang, kehidupan yang membuatnya menceritakan kisah itu di dalam cerita fiksi. Ia sebagai tokoh utama dan yang lain mengisi bagaimana kehidupan sang tokoh bisa berjalan semulus itu.

Kehidupan memang adalah sesuatu yang indah. Sangat indah. Yang terlalu sangat untuk segala sesuatu hingga manusia tak bisa mendeskripsikannya. Perjalanan sepahit apapun itu, semanis bagaimanapun keadaannya, semuanya akan terasa sangat sempurna jika dipadukan menjadi satu.

Lantas gadis itu masih tetap tak menggerakkan jarinya. Kesal atau entah karena apa, Rei kemudian menutup leptopnya. Gadis itu melipas kedua tangannya lalu menempelkan dahinya diatasnya. Suara isakan pilu muncul mengiringi kesunyian di kamar itu.

Akan ada sebuah perpisahan lagi.

Rei semakin meraung di sana.

Sekelebat kenangan muncul menghantuinya satu persatu. Kenangan indah yang nanti akan dirindukannya. Yang teramat sangat ingin ia jalani kembali nantinya.

Sebuah kenangan.

Hal biasah yang berubah jadi indah ketika kita tak bisa mengulangnya kembali.      

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now