61| Luka Hati (2)

232 12 3
                                    

"Selamat membaca"

Waktu seakan berhenti disini. Kenyataan pahit terus berkeliaran di sekitarnya membuat Naira tak letih meneteskan air mata. Hatinya begitu sakit melihat lelaki dihadapannya ini bersama dengan gadis lain. Apa ini yang dinamakan patah hati?

Naira terkekeh pelan. Bahkan ia belum merasakan indahnya jatuh cinta tapi ia sudah merasakan yang namanya patah hati.

"Apa takdir sedang mempermainkan gue?" batin Naira. Apa salahnya selama ini sehingga ia tak bisa mendapatkan kebahagiaannya?

Naira menundukkan kepalanya. Tangannya mengepal erat melampiaskan emosi yang ia pendam selama ini.

"Kalian pacaran?" tanya Naira dengan berat hati.

Keduanya diam. Tak ada satupun kata yang terlontar dari mulut mereka.

Naira mendongakkan kepalanya melihat dua orang yang sudah ia kenal baik ini. Pandangannya menyorot tajam pada keduanya. "Apa kalian bisu?" tanya Naira menggigit bibir merahnya.

Naira menghela nafas kasar. "Sepertinya gue tahu jawabannya tanpa kalian bicara," ujar Naira melangkah maju masuk ke kelasnya tanpa peduli bahunya menghantan salah satu dari keduanya.

"Maafin gue, nona manis." lirih Alvin menatap sendu.

***

Waktu seakan berjalan cepat. Murid-murid yang sudah merasakan penatnya jadwal pelajaran mereka akhirnya menghela nafas lega mendengar bel pulang berbunyi.

"Naira," panggil Rahma bingung dengan tingkah aneh sahabatnya ini.

"Lo kenapa lagi? " tanya Rahma hati-hati. Ia tak habis pikir siapa lagi yang berani menyakiti sahabatnya ini, sehingga meninggalkan jejak air mata di pipi tembam itu.

"Lo akan tahu dengan sendirinya, Ma. Lihat saja," ujar Naira datar membuat Rahma mengernyitkan dahi bingung.

Namun tak selang berapa lama Naira berbicara sumber kesedihannya datang menjemput seseorang yang enggan ia sebutkan namanya.

"Vaniska," panggil Alvin depan pintu kelasnya.

Rahma langsung menoleh dan mengerti maksud Naira. Interaksi antara kedua lawan jenis itu membuat tanda tanya di benak Rahma. Apalagi saat Alvin menggandeng tangan Vaniska dan pergi begitu saja tanpa menghiraukan Naira.

"Apa mereka-" ucapan Rahma langsung dipotong dengan anggukan Naira membuat Rahma menatap tak percaya.

"Naira, itu gak mungkin." ujar Rahma tak percaya.

Naira tersenyum pahit. "Kenyataannya mereka memang pacaran." menunduk dalam. "Dan itu membuat yang disini sakit, Rahma." menunjuk dadanya. Naira tak bisa menahan lagi laju air matanya.

Rahma melangkah maju memeluk Naira dengan erat. Ia mengusap punggung ringkih itu. "Menangislah. Jika itu bisa membuat lo merasa baik. Menangislah dengan kencang, Ra." ucap Rahma.

Di kelas hanya ada mereka berdua yang belum pulang. Rahma dengan setia menemani sahabatnya hingga tenang.

"Lo harus kuat, Ra. Mungkin saja yang lo lihat gak seperti kenyataannya," bisik Rahma dengan tangan terus mengusap rambut Naira.

Naira mengeratkan pelukannya pada Rahma. "Gue harap begitu," balasnya pelan.

***

Di sisi lain, Alvin terus menggandeng Vaniska hingga ke gerbang depan. Vaniska yang diperlakukan seperti itu tersenyum kecil memandang tautan mereka hingga suara Alvin menyadarkannya.

Mr. Rain [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang