60| Luka Hati (1)

263 26 0
                                    

"Selamat membaca"

"Ayah?"

"Hm?" tangan Fandi tak henti-hentinya mengusap rambut Sandra. "Kenapa, sayang?"

Sandra memainkan jarinya. "Apakah dia baik-baik saja?" tanya Sandra tanpa menatap mata Ayahnya.

Fandi mengerutkan dahinya. "Maksudmu dia siapa, Sandra?" tanya Fandi lembut.

"Naira," cicit Sandra membuat seulas senyum terbit di bibir Fandi.

Tangan Fandi tak henti-henti mengusap rambut Sandra. "Dia baik-baik saja. Kamu tak perlu mengkhawatirkannya, nak."

"Aku tidak mengkhawatirkannya!" seru Sandra mengerucutkan bibirnya. "Aku hanya bertanya, bukan khawatir padanya," ujar Sandra tidak ingin mengakuinya.

Fandi hanya tersenyum tanpa menanggapi perkataan Sandra.

"Kenapa juga dia tak disini? Aku sudah menyelamatkan nyawanya, apa ia tak tahu balas budi," ocehan Sandra dengan wajah kesalnya membuat Fandi terus tersenyum mengenang masa kecil Sandra.

"Ia pasti akan datang, tunggulah sebentar lagi.."

Sandra menatap mata Ayahnya. "Aku tak ingin menunggunya, jika ingin datang ya sudah datang saja," ujar Sandra dengan mengerucutkan bibirnya.

Fandi yang melihat tingkah tsundere anaknya menggeleng-gelengkan kepala. "Iya Sandra, Naira pasti akan kemari setelah pulang sekolah."

Sandra menatap Ayahnya melotot. "Aku tidak mengharapkannya datang, Ayah. Jangan menatapku seolah mengharapkan gadis itu datang kemari,"

Fandi mengangguk. "Iya, terserah kamu saja."

"Aku tidak mengharapkannya. Camkan itu Ayah," ulang Sandra.

"Iya sayang," ujar Fandi mengangguk.

Kedua Ayah dan anak itu pun berbincang kembali melepas rindu mereka. Bahkan Fandi selaku Ayah pun tak henti-hentinya menyalurkan rasa sayangnya pada Sandra dengan terus menerus mengelus rambut Sandra dengan lembut.

***

Sementara di sisi lain, ketegangan terus terasa di antara empat orang ini. Mereka yang tadinya berdiri di pinggir jalan memilih pergi ke Cafe untuk menyelesaikan masalah mereka.

Hening~

Dua gadis dan dua laki-laki itu saling menatap tajam.

"Apa tidak ada yang ingin memulai pembicaraan, huh? Gue bosan dengan keheningan ini," ujar Davin memutuskan keheningan yang terjadi.

Alvin mengalihkan pandangannya menatap ke Davin. "Haruskah kita berdua yang memulainya?" tanya Alvin yang ditujukan pada Davin.

Davin menatap Alvin. "Memulainya? Kalian bertigalah yang bermasalah!" seru Davin sembari menyeruput coffee yang ia pesan tadi.

BRAK!

Vaniska tiba-tiba menggebrak meja sembari berdiri dari tempat duduknya. Davin yang terkejut menumpahkan coffee miliknya.

"Kalem mbak, minum gue tumpah nih!" seru Davin.

"Gue gak peduli!" seru balik Vaniska menatap tajam Davin.

Beruntungnya cafe tempat mereka berada masih tergolong sepi sehingga teriakan mereka tak begitu dipedulikan oleh sang pemilik cafe.

"Kalian semua!" Vaniska menunjuk ketiga orang di hadapannya ini. "Pasti sudah bersekongkol untuk menjebak gua! Iya kan?!" ucap Vaniska dengan penuh amarah.

Mr. Rain [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang