43| Ayo, jalankan

728 71 6
                                    

Budayakan menvote sebelum membaca dan mencomment setelah membaca.

^Selamat membaca^

Keesokkan harinya adalah hari yang panjang dan melelahkan bagi Naira untuk menjalaninya. Bangun dari tempat tidur pun enggan. Sedari tadi ia terus saja berguling kesana kemari di tempat tidur tanpa beranjak.

"Naira.." suara lembut Bundanya terdengar dari luar mengetuk pintu. "Kamu sekolah tidak? Cepatlah keluar, Alvin dan Davin sudah menunggumu di meja makan."

Mendengar perkataan Bundanya membuat Naira mengerang kesal. Rasanya ia ingin berteriak mengatakan 'tidak' pada Bundanya.

"Iya Bun, sebentar lagi.." ucap Naira dengan malas.

Naira pun beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi. Setelah semuanya siap, ia baru keluar dari kamarnya dengan keadaan yang canggung sekali. Pandangannya menuju kesana kemari, enggan menatap satu orang laki-laki di meja makan itu.

"Pagi, Bun." Naira mengecup pipi Nawang seperti kebiasaan paginya.

"Pagi, sayang. Ayo cepetan sarapannya, nak Alvin dan Davin sudah menunggumu dari tadi," ucap Bundanya membuat Naira mengambil sehelai roti lalu diolesi dengan selai cokelat.

Keadaan di meja makan hening sekali membuat Davin berdeham sesekali dan Nawang menatap bingung kearah tiga orang di depannya ini.

"Ada apa ini? Kenapa suasananya menjadi tidak mengenakkan begini?" tanya Nawang menatap ketiganya yang enggan berbicara dan lanjut dengan sarapannya.

Nawang menghela nafas melihat ketiga bocah di depannya. "Kalau kalian tidak mau cerita, bunda tidak akan memaksa. Tetapi jika kalian punya masalah, cepat selesaikan. Bunda tidak suka jika kalian saling bertengkar satu sama lain, mengerti?" ujar Nawang dengan lembut membuat tiga kepala itu mengangguk patuh.

"Iya, tante. Kami berangkat dulu. Makasih atas sarapannya ya, tante Nawang," ucap Davin berdiri setelah menghabiskan sarapannya.

Melihat kakaknya berdiri, Alvin mengikuti juga tetapi ia berdiri beriringan dengan Naira pun berdiri membuat mereka saling menatap satu sama lain. Tetapi itu hanya sejenak, Naira langsung mengalihkan pandangannya dan pamit pada Bundanya diikuti Alvin dari belakang.

Di mobil pun keadaannya sama saja, tidak ada yang mau memecahkan kesunyian di dalam mobil. Bahkan type radio pun enggan untuk mengeluarkan suaranya.

Davin tetap fokus ke depan dengan jalanan yang ramai. Alvin yang duduk di samping Davin pun mengalihkan wajahnya ke jendela, memilih untuk melihat-lihat sekitar jalanan. Sedangkan Naira yang duduk di belakang hanya memandang bosan ponselnya karena bingung dengan apa yang ia ingin lakukan dengan ponselnya.

Tak lama kemudian sampailah mereka ke sekolahan Naira dan Alvin. Alvin keluar duluan lalu menyusullah Naira dari belakang. Tetapi saat ingin keluar, Davin menahan lengan kanannya.

Naira memandang bingung pada kak Davin yang tiba-tiba menahannya lalu ia merogoh sesuatu di tasnya yang membuat Naira semakin bingung.

"Pakailah ini," ujar Davin membuat kerutan di dahi Naira semakin bertambah.

"Untuk apa?" tanya Naira bingung melihat kak Davin menyerahkan sebuah liontin padanya.

"Cepat pakailah dan jangan banyak bertanya. Anggap saja itu permintaan maaf adikku padamu, Naira.." ucap Davin.

"Hah? Kalau untuk itu, aku tidak mau menerimanya kak!" seru Naira menyerahkan kembali kalung perak berliontin lumba-lumba itu.

"Kenapa? Aku kan bilang anggap saja dan cepat pakailah kalung itu! Aku tidak terima bantahan, Naira!" ujar Davin saat Naira ingin menyelanya kembali.

Mr. Rain [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang