7. Perkara Gelap

3.9K 436 6
                                    

Jika hidup itu bisa di buat sesuai dengan apa yang semua orang ingin, mungkin kita sudah berakhir diantara tumpukan skema yang kita buat. Menjajal satu demi satu opsi yang tersedia. Sampai menemukan jalan lurus tanpa liku yang menyesakan. Sayangnya hidup tak sesederhana itu, meski semua orang ingin. Setiap langkah tak seringan angin yang menerbangkan debu. Langkah kadang seperti dikerubuti masa lalu meski sudah ribuan mil melangkah. Ada beberapa orang yang mengira telah terbang melayang, nyatanya mereka hanya berada dikedalaman danau tanpa dasar. Ada yang merasa terselamatkan dari jurang kekecewaan, tapi lagi-lagi ternyata hanya tergelantung pada tali yang sudah putus diujung sana.
Semua seperti tanpa arti, sampai akhirnya beberapa orang memilih berhenti dan pergi. Menjemput bahagia meski harus melewati ruang hampa. Setiap orang butuh jeda, bukan untuk istirahat, melainkan merenungi tentang apa saja yang telah dilewati. Menenggak rindu yang tersimpan disudut ruang yang tertinggal.

Deby merasa seperti itu, pernah ada cinta yang ia genggam lama. Tapi genggaman itu sampai kini tak pernah terbuka, bahkan tak tersampaikan ke alamatnya. Deby bahkan tak ingat, apa cinta itu masih ada sekarang. Mungkin saja cinta itu telah berangsur luruh saking kuatnya Deby menggenggam. Atau bahkan sudah tertiup angin akibat jemarinya yang merenggang. Deby tak tau, karena ia sendiri tak mau tau.

"Assalamualaikum ma." Deby merangsak masuk lewat pintu belakang. Melihat ibunya mencuci piring, gadis itu hanya tersenyum. Deby tahu, ibunya akan selalu bangun sangat pagi sebelum azan subuh.

Melihat putrinya kembali ketika fajar saja belum nampak, bukan hal baru untuk Renata. Ia sudah bisa membaca karakter putrinya yang sedikit berbeda dari kebanyakan orang Indonesia. Jika Deby bilang pulang sangat pagi, artinya Deby memang pulang pagi-pagi sekali.

"Pulangnya diantar, apa naik taksi sayang?"

"Diantar kakaknya Temara ma. Ada taksi pun, papa nggak bakal bolehin kalau jam segini," ujar Deby setelah membasuh wajah di keran wastafel.

Pesawat Deby landing sekitar pukul sepuluh malam. Karena tak ada keluarganya yang bisa menjemput di jam larut seperti itu, gadis itu memilih bermalam dirumah Tamara sebelum pulang pagi ini. Ayah Deby melarang keras putrinya naik kendaraan umum dijam rawan seperti itu, Jakarta bukan kota yang bersahabat bagi gadis muda seperti putrinya.

Tamara adalah seorang jurnalis televisi dalam negeri yang mendokumentasikan kearifan lokal Nusantara. Jadi ketika Tamara kadang menawari dirinya ikut menjelajah Indonesia dan gadis itu memiliki cukup tabungan, maka Deby akan ikut. Tak jarang juga, Deby ikut berkontribusi dengan membuat beberapa narasi sebagai pelengkap dokumentasi, mengingat latar belakang gadis itu yang akrab dengan frasa.
Mengikuti langkah Tamara sebenarnya cukup menjanjikan. Royalti yang diberikan pihak produser dikategorikan tidak kecil dengan sebuah awal ia hanya coba-coba. Ditambah dengan kesan berlibur gratis yang terselubung dibalik kata bekerja, itu sangat menguntungkan.

Selain keuntungan tadi, ada satu tujuan Deby. Yaitu mencari suasana baru selama ekspedisi, untuk merampungkan karangannya yang baru saja berjalan 25 persen.

Gadis itu tak akan pernah bisa bertolak pada dunianya sebagai Deby Anantara, walau di imingi gaji besar seperti pihak televisi itu berikan. Walau sebenarnya hasil karangannya tidak bisa dibilang murah jika sekalinya terjun ke pasaran. Butuh satu tahun atau lebih untuk Deby rilis satu buku baru. Dia bukan penulis yang selalu produktif setiap waktu. Jadi walaupun hasil karangannya menghasilkan uang yang lumayan besar, itu masih tak sebanding dengan waktu tempuh yang ia lewati. Deby akan selalu menimang apakah bukunya ini layak bersaing bersama penulis lain, meski dengan namanya yang sudah besar dikancah literasi. Deby tak akan main-main perihal kualitas karangannya.

Setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk yang ada disana, Deby melenggang pergi. Renata hanya tersenyum maklum pada putrinya, setelah perjalanan panjang dari Labuan Bajo yang putrinya tempuh.

Mayday (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt