28

2.6K 343 26
                                    

Surat 5 tahun lalu

To: anantara_debyy@gmail.com
From: Arka_Pradana.q@gmail.com
Subject: Surat Banding

Sudah tertulis jelas apa yang saya inginkan, saya ingin kamu mempertimbangkan apa yang kamu katakan kemarin. Tidak adil rasanya kamu mengakhiri hubungan kita secara sepihak tanpa persetujuanku, mengingat kita membangun hubungan ini bersama. Tidak adil rasanya kamu kabur sejauh itu, tanpa mendengar apa saja yang masih perlu saya katakan. Jadi saya akan langsung ke intinya, dan memperjelas apa saja yang mungkin ada kepala kamu.
Saya tidak punya waktu banyak sampai menunggu kamu pulang untuk mengatakannya langsung. Jadi saya akan katakan sekarang. Saya mencintai kamu Deby Anantara, dan saya yakin dengan apa yang saya katakan dan rasakan. Masalah tentang Inggrit sudah selesai waktu itu. Masalah kita sekarang adalah rasa tak di inginkan, tak dibutuhkan, tak dihargai dan semua rasa konotasi negatif yang ada dikepala kamu melihat hubungan kita. Saya tahu, semua pikiran itu muncul tidak lain karena sikap saya pada kamu. Tapi demi Allah, semua itu tidak benar. Justru karena rasa diinginkan, rasa dibutuhkan, dan rasa menghargai itu saya berusaha menjauhkan kamu dari masalah. Saya hanya ingin kamu tau kabar bagus, membuat kamu bahagia tujuan saya.
Apa kamu punya masalah kepercayaan diri tentang keluarga saya? Takut tidak diterima dan sebagainya? Saya hanya ingin katakan, itu semua hanya ada dikepala kamu. Kenyataannya kamu sudah punya golden ticket lebih awal untuk masuk ke keluarga saya, kamu perempuan yang sangat mudah diterima di keluarga manapun, termasuk keluarga saya. Bunda dan adik saya sudah mencintai kamu, sebelum saya kenal kamu. Andai kamu tau, sebanyak apa saya disalahkan karena belum pernah membawa kamu didepan mereka. Dan itu yang saya sesalkan sampai sekarang. Waktu itu harusnya saya tidak perlu menebak-nebak isi kepala kamu, dan langsung membawa kamu kerumah. Saya yakin kita akan punya cerita yang berbeda.
Kamu pernah tanya kenapa saya harus pindah ke apartemen, jadi saya akan jawab sekarang, jawaban ini pula yang akan menjawab kenapa saya tidak bisa mengatakan banding ini secara langsung.
Singkatnya seperti biasa, ayah saya meminta saya untuk mundur dari penerbangan dan masuk ke perusahaan. Kami bertengkar hebat, dan saya keluar dari rumah. Itu alasan kenapa saya tinggal di apartemen selama ini. Maaf, harusnya saya jujur tentang ini.
Sekarang saya memutuskan untuk mengikuti kata beliau, saya akan masuk ke perusahaan. Tidak banyak hal yang bisa saya berikan untuk keluarga, mungkin dengan begitu saya bisa memberikan sesuatu untuk mereka.  Dalam waktu dekat saya akan terbang ke Melbourne, banyak hal tentang bisnis yang harus saya pelajari disana. Dan itu memakan waktu tidak singkat.

Kamu mungkin masih meragukan kita, meragukan perasaanmu dan meragukan perasaan saya. Waktu bisa jadi jawaban atas keraguan itu, apakah hal yang kita miliki selama ini benar cukup untuk dipertahankan atau tidak.Jadi, lima tahun pasti cukup untuk membuat kita mengerti apa yang sebenarnya kita mau. Dalam lima tahun kita akan lihat, apakah ada orang lain yang akan melanjutkan langkah kita masing-masing? Apakah ada orang lain yang bisa mencintai kamu dan kamu cintai, melebihi apa yang kita miliki? Sampai waktu kedepan kita dibebaskan untuk menaruh perasaan pada siapapun, kamu begitu juga saya.

Deby, sampai lima tahun kedepan, jika saya melihat masih ada celah untuk kita kembali, saya tidak akan melepas kamu bagaimanapun caranya. Saya benar-benar akan membuat kamu mengatakan "ya" jika itu terjadi. Now, I release you....

Baik-baik, sampai kita bertemu lima tahun kedepan. Dan demi Allah saya berharap masih ada 'kita' disana.

.

.

.

.

---------------------------+++-------------------------

Aku tidak menyangka pembicaraan tempo hari bersama tante Dian saat acara kumpul keluarga di Solo sungguh akan ditanggapi serius. Apa lagi kalau bukan pembahasan tentang aku yang masih melajang diusia yang katanya sudah perawan tua ini. Suasana makin heboh ketika budhe Asri ikut-ikutan menimbrung, alhasil pembicaraan itu kian merembet seperti ladang ilalang yang terbakar dimusim kemarau. Tante Dian dan budhe Asri mulai menyebut nama-nama yang entah siapa itu yang katanya akan cocok untukku. Disitu aku hanya diam dan tersenyum seraya mengangguk-angguk jika ditanyai. Aku tidak punya daya dan upaya untuk melawan. Seolah tidak cukup referensi, tante Dian berkoar-koar mengundang kerabatku yang lain untuk ikut bergabung. Sungguh aku paling enggan membahas hal seperti itu. Sudah pasti, acara keluarga bagai momok mengerikan untuk perempuan yang masih lajang di umur akhir dua puluhan.

Mayday (END)Where stories live. Discover now