#Chapter 64

19.1K 536 29
                                    

Happy Reading

"Huft, cape banget." Lea menjatuhkan tubuhnya pada benda empuk.

Tepatnya hari ini, detik ini, dia telah kembali ke apartemen setelah berhari-hari, bahkan berminggu-minggu menginap di rumah orangtuanya. Sebenarnya ini bukan kemauannya, tapi mama dan papanya sudah menyuruh untuk pulang karena telah mengganggu kenyamanan mereka berdua untuk bermesraan.

Satu fakta yang harus didengar semua kaum manusia, bahwa Lea dan Milo tidak akan jadi untuk berpisah dan tetap berstatus menjadi pasangan suami istri. Lea akan menjalani kehidupan rumah tanggannya sampai ajal memisahkan mereka, sekalipun banyak rintangan yang menghadang mereka.

Lea tidak bisa menjelaskan alasan yang membuatnya patuh dengan perkataan suaminya. Tetapi, bukan hanya karena Milo dia memutuskan untuk tetap menjadi pasangan, melainkan ada seseorang yang datang dalam mimpinya lalu mengatakan suatu hal yang membuat dia merasa sangat tenang dan damai.

"Cape gak?" tanya suaminya.

Milo ikut-ikutan berbaring tepat di sebelah tubuhnya. Lea mendengus kesal setiap melihat wajah suaminya karena mengingatkannya tentang kejadian semalam. Mama dan papanya memang mengusir dia untuk segera pergi, tapi dia tidak mempedulikannya karena sudah berada di zona paling nyamannya.

"Mil, mau es krim," kata Lea dengan suara yang manja.

"Ambil sendiri," balas Milo.

Entah ini perasaannya saja atau apalah, sejak Milo merenggut barang yang paling berharga dalam hidupnya, cowok itu bertingkah sangat aneh. Suaminya itu selalu memeluknya ketika sedang berdua, mengecup pipinya tanpa permisi, lalu menjahilinya sampai terkadang dia merasa sangat kesal pada suaminya.

Milo bangkit dari tidurnya, melangkahkan kaki menuju lemari besar. Dia mengambil sebuah kotak yang dihias dengan pita berwarna pink. Sebenarnya sudah sejak lama dia ingin memberikannya pada seseorang, tapi selalu tidak tepat waktunya. Dan siang ini, dia akan mempunyai kesempatan itu.

"Dandan yang cantik ya," kata Milo sambil memberikan kotak tersebut.

Dengan gerak cepat, Lea meraih kotak tersebut. Baru dia memegang pita itu untuk membukanya, Milo malah menghentikan aksinya itu dengan mengatakan kotaknya boleh dibuka pada pukul tujuh malam. Tapi, karena Lea sudah dibuat penasaran, dia pun melanggar perintah dari suaminya, Milo.

"Bandel," kata Milo yang mencubit pipinya.

"Coba deh duduk sini," kata Lea menepuk-nepuk kasur.

Lea mulai melakukan aksinya, dia mencubit kedua pipi Milo untuk membalas dendamnya. Suaminya pikir tidak sakit jika pipi dicubit seperti tadi. Untung saja pipinya tidak melar dalam seperkian detik. Bukannya meminta maaf atau membujuknya untuk menghentikan aksi, Milo malah melakukan hal yang sama padanya.

Mereka menghentikan aksi ketika ponsel Lea bergetar terus. Dia meraih benda pipih tersebut, lalu membuka aplikasi whatsapp. Ketika Milo mengintip, segera mungkin ponselnya dijauhkan hingga membuat cowok itu merasa curiga dan alhasil ponsel milik Lea direbut dengan paksa dari tangannya.

"Cabe terong bersatu?" tanya Milo sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Jangan dibaca," rengek Lea namun tidak dipedulikan oleh Milo.

Lea tidak menyangka jika Anji mengirimkan foto di grup, dimana itu adalah foto mereka yang sedang berpelukan. Tapi, itu hanya pelukan biasa, tanpa perasaan lebih selayaknya seorang kekasih. Dia masih mengingat betul kejadian saat itu, dimana Anji menyatakan perasaannya, namun Lea menolaknya dengan baik-baik.

"Gak ada es krim hari ini," kata Milo sambil menyerahkan ponselnya.

"Ya udah, semua yang lo minta gak bakal gue turuti!" kata Lea menantang suaminya.

...

Kurang lebih tiga puluh menit dalam perjalanan, mereka sudah sampai di sebuah gedung. Karpet merah serta wartawan sudah berada disana. Dia berjalan dengan gugup karena ini untuk pertama kalinya mendatangi acara. Milo yang mengetahui hal itu, lantas menggenggam tangan Lea dengan erat.

Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh para karyawan dan rekan bisnis Milo. Lea merasa sangat risih ketika para laki-laki menatapnya dari ujung rambut sampai kaki. Tapi, dia masih berpikir positif dengan kepercayaan yang tinggi, bisa saja mereka memang terpana dengan kecantikannya.

"Perkenalkan istri saya, kalian bisa memanggilnya Lea," kata Milo mengenalkan. Dia menundukkan kepala seraya tersenyum manis.

"Cantik ya, beruntung sekali anda mendapatkannya, Tuan Aderald," kata rekan bisnis.

Setelah mengenalkan istrinya pada rekan-rekan bisnis, dia pun mengajak istrinya untuk duduk. "Mil," bisik Lea.

Milo berdeham. Dia mengerutkan kening ketika istrinya bergelayut manja di lengannya. "Mil," panggilnya.

"Apa?" tanyanya.

"Mau ..." Lea menatap suaminya.

"Mau apa?"

"Milo." Lea menampilkan wajah lucunya.

"Lo-"

"Ayo cepet," kata Lea yang memotong pembicaraannya.

"Gue?" Lea mengangguk dengan semangat.

"Jangan disini juga, malu sama yang lain," kata Milo berbisik.

"Maunya sekarang," kata Lea keukeuh.

"Nanti di rumah aja ya," kata Milo mengecup kening istrinya.

"Apaan sih Milo, tinggal ambilin doang susunya. Apa susahnya sih?" kesal Lea.

Rasanya Milo ingin tertawa terbahak-bahak ketika dia salah mengartikan maksud dari permintaan istrinya. Otaknya memang sudah dipenuhi ribuan virus dan kotoran. Dia menyesali sesuatu, mengapa sejak kecil dia selalu meminta orang untuk memanggilnya Milo dibandingkan Derald yang jelas-jelas sesuai dengannya.

"Dua," kata Lea.

Milo berdeham, lalu melangkahkan kakinya menuju tempat yang menghidangkan susu milo itu. Lea memang masih seperti bocah berusia lima tahun ketika melihat susu langsung meminta bahkan merengek untuk diambilkan. Meskipun begitu, dia menyukai sifat Lea yang seperti itu apalagi kalau sedang manja.

"Boleh saya duduk disini?" tanya seorang pria.

"Silakan," jawab Lea dengan cuek.

"Kamu istrinya Pak Aderald?" tanya pria itu.

"Iya," Lea menjawab seadanya karena sesungguhnya dia sangat malas jika berbicara dengan lawan jenis yang tidak dikenali.

Lea membelalakan matanya ketika tak melihat suaminya berada di tempat susu. Kemana dia, jangan-jangan sedang bertemu Airis dan mereka pergi bersama. Ini salahnya dan juga pak tua itu yang tiba-tiba datang. Mungkin kalau pak tua itu tidak datang, dia masih melihat pergerakan yang dilakukan suaminya.

"Boleh saya meminta nomor ponsel kamu?"

"Maaf hp saya dibawa suami," kata Lea yang sengaja menekankan kata suami.

"Ya udah, bagaimana kalau kita selfie?"

"Saya anti kamera. Saya bisa berubah jadi macan," kata Lea.

"Haha, ternyata kamu lucu juga ya. Membuat saya tertarik."

"Nih." Lea mendongkakan kepalanya.

"Maaf, permisi ya pak," kata Milo.

"Anda duduk disitu aja."

Milo membuka jas yang sedang dikenakannya, lalu menutupi tubuh istrinya yang sedikit terbuka. "Mau itu," kata Lea membisik.

"Kenapa gak sekalian aja tadi," kata Milo kesal.

"Gak mau ambilin?" tanya Lea.

"Mager," jawab Milo.

"Ya udah." Lea meminum susunya kembali hingga nodanya ada di bibir atasnya.

"Lihat," kata Lea menoel-noel lengan suaminya.

"Lo tuh ya." Milo terkekeh, lalu menghapus noda itu dari bibir istrinya.

Lea menatap wajah suaminya dengan raut kecewa. Padahal dia membuat noda itu untuk menjadi seperti kumis itu susah payah. 

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang