#Chapter 41

20.1K 491 3
                                    

Happy Reading

Tubuhnya seolah-olah tersengat ketika melihat senyum yang menghiasi wajah cantik istrinya. Setiap kali dekat dengannya, hatinya mampu berdegub kencang. Sempat terlintas dalam benaknya, apakah dia mulai menyayangi atau mencintainya?

Bingung dengan kepastian perasaan ini. Setelah sekian lama bersamanya, tetapi baru kali ini dia merasakan perasaan yang berbeda. Ketika istrinya dekat dengan pria lain, membuatnya marah dan ingin menghajar pria manapun untuk meluapkan emosi.

Namun, hanya melihat wajah damainya ketika tidur, dia menyadari bahwa akan sesuatu. Dia terlalu nyaman dan tidak ingin jika berpisah dengan istrinya. Jika ditanya sejak kapan dia memiliki perasaan ini, dia juga akan menjawab tidak tahu.

Lea merasa terusik, dengan cepat dia bangkit dari tempat awalnya yaitu sofa. Dia mulai berpura-pura tidur walaupun sebenarnya tidak. Dia hanya tidak ingin jika istrinya tahu bahwa diam-diam dia memperhatikannya ketika sedang tidur.

Dia membuka matanya sebelah bermaksud mengintip apa yang dilakukan istrinya, terlihat Lea melangkahkan kakinya membuka pintu dengan badan yang mengigil. Memang malam ini cuacanya sangat dingin, karena derasnya hujan mengguyur kota Jakarta.

Milo mengikutinya dari belakang dengan mengendap-ngendap. Benar saja dugaannya ketika dia menghentikan langkahnya. Ternyata istrinya pergi ke dapur dan mencari makanan. Jika diperhatikan lebih dekat, Lea udah seperti tikus.

"Gak melindur kan?" tanyanya sambil menepuk pundak istrinya.

"Lapar," jawab Lea dengan wajah yang menggemaskan.

"Mau makan apa?" tanya Milo sambil membuka kulkas.

"Mie aja yang gampangan," jawab Lea.

Dia menganggukkan kepala, lalu menyalakan kompor.

Tujuh menit kemudian, Milo membawa dua mangkuk yang berisi mie instan berkuah ke meja makan. Lea terlihat sekali gembira ketika makanan datang.

"Pokormi menya," kata Lea.

"Iya-iya," kata Milo.

Lea begitu menikmati makanannya, Milo yang melihat cara makan istrinya malah membuatnya kenyang sendiri.

"Mil," panggil Lea. Milo berdeham.

"Tadi gue mimpi, kalau lo bilang sayang sama gue," kata Lea.

Tidak ada balasan dari Milo. Lea pun melanjutkan makannya tanpa bertanya lagi.

...

Acara wisuda SMA Brawijaya School digelar hari ini disebuah gedung yang terletak di sekitaran Jakarta. Milo berdiri di depan kaca, melihat penampilannya yang nyaris sempurna. Dia mengenakan kemeja putih yang dibalut jas hitam terlihat sangat cocok ditubuhnya.

Bukan hanya kelas dua belas saja yang hadir acara ini, kelas sepuluh dan sebelas turut berpartisipasi di dalamnya, termasuk Lea. Gadis itu mengenakan pakaian yang simpel, namun terlihat mewah di tubuh yang ramping. Rambutnya tergerai menutupi punggungnya.

Kendaraan yang ditumpangi Lea dan Milo terparkir dengan sempurna. Pasangan suami-istri itu keluar dari mobil dan melangkah menuju gedung. Tampilan gedung tersebut dari luar saja sudah terlihat sangat mewah dengan desain esthetic apalagi di dalam sana.

Sedari tadi Lea menolehkan kepalanya ke belakang. Entah mengapa dia merasa seperti ada yang mengikuti setiap pergerakannya, mulai dari apartemen sampai ada di tempat ini. Tapi, dia tak menemukan seorang pun di belakang tubuhnya atau ini mungkin perasaannya.

Milo menunjuk ke satu arah, dimana teman-temannya sedang berkumpul dengan tangan yang memegang minuman. Namun, dia terheran-heran, pasalnya dia tak menemukan keberadaan Cogan, Anji, dan Bobby. Padahal jika ada dua temannya pasti ada mereka juga.

Anatasha memegang pundaknya. Menatapnya dengan tatapan aneh. "Ini teman gue Lea?" tanyanya yang dibalas anggukan kepala.

"Hmm ... gak cocok ya," kata Lea.

"No no no. Sumpah lo kelihatan beda banget," kata Anatasha.

"Kayaknya besok lo harus ajak kita juga kalau belanja. Parah banget masa, dia dapat baju bagus banget, lah kita?" kata Bulan menimpali.

Lea tertawa. Bahkan dia tidak tahu tokonya berada di mana dan di daerah mana, toh yang membeli pakaian ini bukan dia melainkan suami secara diam-diam tanpa sepengetahuannya. Tadi pagi dia sudah melihatnya di atas kasur dengan secarik kertas.

MC naik ke panggung menandakan bahwa acara akan segera dimulai. Inilah bedanya dengan sekolah lain jika mengadakan acara pelulusan, biasanya acara seperti ini diadakan dari pagi sampai sore hari, sedangkan SMA Brawijaya School diadakan malam hari.

Penyerahan mendali sudah diberikan pada setiap siswa dan siswi kelas dua belas. Kini adalah puncaknya yang membuat seluruh makhluk di ruangan ini berdebar. MC akan mengumumkan juara satu sampai tiga dari kelas masing-masing.

"Okay, kita akan umumkan dari kelas dua belas dulu ya," kata MC.

"Juara pertama dari kelas 12 IPA adalah...," ucapan MC sengaja digantung agar siswa dan siswi penasaran, "Aderald Radmilo Emery dari 12 IPA 3."

Semua orang bersorak dan bertepuk tangan. Mereka tidak percaya jika Milo mengalahkan seseorang yang sempat menduduki tempat itu sekarang. Apalagi Milo tergolong murid baru yang ada di lingkungan SMA Brawijaya School.

Ketika Milo berjalan menuju panggung, sekelebat dia mendengar bisikan-bisikan dari orang-orang. Ada yang berbicara jika Milo memang pantas mendapatkannya dan ada juga yang merendahkan mereka sendiri karena kepandaiannya tidak seperti Milo.

"Terima kasih semuanya. Kemenangan ini tidak berarti apa-apa untuk saya, kemenangan hanya status agar saya lebih bersemangat dalam menggapai sesuatu," kata Milo.

Setelah mengatakan itu, Milo turun dari panggung. Melangkah menuju Lea dan teman-temannya. Dan dengan seenak jidatnya, cowok itu memberikan piala serta map yang menjadi hadiahnya kepada istrinya, Lea dengan wajah tanpa dosa.

Tanpa disangka-sangka Ellin berlari kearah Milo. Memeluk tubuh cowok itu dengan erat seolah tidak ingin berpisah. Lea yang melihat peristiwa di depannya membuat dia mendengus kesal dan rasanya ingin mencabik-cabik wajah Ellin.

Lea berkata dengan berbisik, "Gue ke toilet bentar. Dan ini gue titip ya."

"Gue antar," kata Bulan sambil menggerakan tangannya dengan maksud memberikan barang-barang milik Milo pada Anatasha. Namun, pergerakannya itu terhenti saat Lea menolak tawarannya dan mengatakan kalau dia bisa sendiri.

Bulan menyikut tangan Milo. "Istri lo marah," bisiknya.

"Lin, lepas." Milo mencoba melepaskan pelukan itu setelah tahu kalau istrinya sudah tidak bersamanya lagi.

"Gak mau," kata Ellin dengan suara yang manja, "aku bangga tau gak sih sama kamu."

"Heh, pelakor gak tau diri. Minggir lo dari badannya suami orang," kata Anatasha.

"Lo yang pelakor," kata Ellin. Dia mulai melepaskan pelukannya pada Milo dan kini sedang berhadapan dengan Anatasha.

"Kemana?" tanya Milo pada Bulan.

"Toilet. Cepat susul," jawab Bulan.

Milo menganggukkan kepal, lalu berlari kearah toilet perempuan. Setelah dia memutuskan untuk menjalani kehidupan yang baru dengan istrinya, dia benar-benar menjaga hati perempuan itu dan juga sebaliknya.

Ketika akan masuk, dia lupa akan sesuatu. Kalau itu toilet perempuan bukan laki-laki dan tidak bisa sembarang orang masuk ke dalamnya. Dia pun menyenderkan tubuhnya di tembok, menunggu Lea keluar sambil memainkan ponsel miliknya.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang