25 | Pengganti

24 4 0
                                    

2 tahun kemudian ...

"Udah aku duga, kamu pasti di sini." Kalimat itu berhasil membuat seorang gadis yang tengah duduk di tepi roof top gedung sekolah dengan kaki yang menggantung ke bawah menoleh kearah suara terdengar.

Gadis berseragam putih abu itu mengulas senyum ketika melihat seorang laki-laki berkulit putih menghampirinya. Bahkan sekarang laki-laki tersebut ikut duduk di sampingnya.

"Bukannya dengan kayak gini kamu bakal terus inget sama dia?"

"Itulah tujuanku." Gadis itu menghela nafas. "Cuma karena dia gak inget aku bukan berarti aku juga harus lupain dia."

"Ya ... aku tau, tapi karena ini kamu jadi murung terus, Vani."

Gadis yang merupakan seorang Vanila Safa Radian itu menatap lurus ke bawah, ia memainkan kakinya dengan saling menggesek. Duduk di tepi bangunan sekolah yang dulu ia takuti, kini adalah hal yang hampir setiap hari ia lakukan di jam istirahat atau jam pulang sekolah. Hal itu ia lakukan semata-mata hanya untuk menikmati kesendiriannya dengan rindu yang kian hari kian menumpuk. Ia merasa sepi tanpa hadirnya Gading.

Sudah dua tahun Gading pergi, dan Sian dengan senang hati menjadi seorang sahabat sekaligus malaikat pelindung bagi Nila untuk menggantikan Gading yang kini berada jauh dari gadis itu. Meski tujuannya mengantikkan Gading, tapi Sian tidak benar-benar akan menggantikan laki-laki itu seutuhnya, karena bagaimanapun Gading merupakan seseorang yang spesial untuk Nila. Lalu kenapa Nila masih merasa kesepian?

Oh Ya Tuhan ... apa aku gak bisa bersyukur dengan hadirnya Sian yang menggantikan Gading? Kenapa aku sejahat ini? Nila membatin.

"Vani?"

Nila tidak menanggapi panggilan itu. Ia masih terfokus pada pikirannya, dan terus memainkan kakinya.

"Vanila?"

Gading ... kamu inget janji kamu, kan? Kenapa kamu belum juga kembali?

"Nila?" panggil Sian untuk ketiga kalinya.

Bersamaan dengan panggilan itu, sepatu sebelah kiri yang Nila kenakan terlepas karena kaki kanannya yang menggeseknya terlalu kencang. Alhasil, sepatu hitam berpolet putih itu terjatuh dari gedung berlantai empat tersebut dan mendarat tepat di atas sebuah mobil hitam.

"Yah ..." keluh Nila saat menyaksikan sepatunya yang terjatuh secara tragis.

Sian yang juga melihat kejadian itu lantas berucap, "Itu karena kamu cuekin aku."

Nila mencebikkan bibir, ia merasa kesal dengan ucapan Sian yang terdengar sedang mengejeknya.

Sian berdiri lalu ia mengulurkan tangannya pada Nila. Nila mendongak melihat Sian, matanya menyipit karena sinar matahari dan sebelah alisnya tertaut seolah bertanya 'apa?'. Sian yang sudah hatam sifat dan sikap Nila mengerti itu, ia berdecak lalu memutar bola matanya.

"Ayo pulang," ajaknya.

"Sepatuku?"

"Apa kamu bakal ngambil itu dengan cara lompat dari sini ke bawah sana?" tanya Sian sarkastis.

Lagi, Nila mencebikkan bibirnya. Ia menyambut uluran tangan Sian kemudian berdiri. Namun saat Nila telah berdiri, Sian malah berjongkok di hadapannya.

"Apa yang kamu lakuin?"

"Aku bakal gendong kamu sampai bawah."

"Apa kamu gila? Kamu bisa turun bero kalo lakuin itu!"

"Ya Tuhan ... Apa yang kamu tau tentang turun bero itu?" Sian mulai kesal. "Udah nurut aja apa kata aku. Lagian apa kamu mau jalan pake sepatu yang cuma tinggal sebelah?"

Lonely GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang