18 | Masalah Baru

26 11 0
                                    

Matahari siang ini tidak terlalu menampakkan diri, banyak awan yang berarak menutupinya. Semilir angin sungguh membuat Nila sejuk, ditambah lagi dengan jus mangga yang menyegarkan menambah kesan nyaman dalam dirinya. Setelah kepulangan Caramel setengah jam yang lalu, ia memutuskan untuk melewati hari yang cukup membosankan dengan duduk bersantai di sebuah kursi yang terdapat di balkon kamarnya.

Ia membuka laptop berlogo apel miliknya untuk memulai hobi barunya. Menulis merupakan hobi baru Nila yang ia tekuni sejak satu bulan yang lalu. Dengan menulis ia bisa mencurahkan segala isi hati dan pemikirannya dalam bentuk sebuah cerita yang entah akan diapakan nantinya.

Jari-jari lentiknya mulai mengetik keyboard laptop tersebut dengan lihai dan teliti. Matanya siaga meneliti setiap kata yang telah ia ketik agar tidak terjadi kesalahan. Sesekali Nila tersenyum saat membaca kembali apa yang telah ia tulis dalam ceritanya, terkadang ia sendiri merasa aneh dengan hobinya yang satu ini, karena tiba-tiba saja ia sangat tertarik untuk menulis tanpa alasan apapun, bahkan ia sempat berfikir ingin menjadi seorang penulis hebat seperti penulis novel favoritnya.

Sebenarnya mudah saja untuk Nila bisa menerbitkan semua karya-karyanya itu, ayahnya adalah seorang pebisnis yang banyak mempunyai kolega dibidang percetakkan sehingga ia dapat dengan mudah menyerahkan naskah Nila pada koleganya itu untuk dibukukan.

Sayangnya, bukan cara seperti itulah yang Nila inginkan. Ia ingin hasil karyanya dapat terbit karena daya tarik dari karyanya tersebut dan tentunya dengan usahanya sendiri tanpa campur tangan instan dari kedua orang tuanya.

Saat sedang asik mengetik, handphone miliknya yang ditaruh di atas meja berdering. Ia mengalihkan perhatiannya pada benda pipih itu. Terlihat satu pesan masuk di sana, Nila lantas membuka pesan tersebut.

Biru
Turun dan temui aku.

Nila menggulum senyum ketika membaca pesan tersebut, apalagi orang yang mengirim pesan itu adalah Biru. Nila segera menutup laptonya dan pergi menuju keluar rumah untuk menemui laki-laki itu.

Gerbang hitam yang menjulang tinggi terbuka, ia dapat melihat Biru tengah berdiri menatapnya sambil tersenyum tulus, tangannya menggenggam sebuket mawar putih yang langsung diberikan pada Nila.

Gadis itu sangat senang mendapatkan bunga yang ia sukai dari sahabatnya itu. Kedua tangannya mengambil alih buket bunga tersebut.

"Bunga yang kamu kasih kemaren aja belum layu, tapi sekarang kamu malah kasih aku bunga lagi," ucap Nila yang tak bisa menahan senyumnya, buket bunga yang kini ia peluk terus saja ia cium harumnya.

"Gak masalah, aku suka ngasih kamu bunga." Biru mengusap puncak kepala Nila gemas. "Oh ... ada satu lagi." Biru membuka pintu mobilnya, nampaknya ia sedang mengambil sesuatu.

"Tara ..." Biru menunjukkan sebuah boneka teddy bear coklat berukuran sedang pada Nila.

Senyum Nila kian mengembang melihat boneka kesukaannya.

"Buat kamu." Biru memberikan boneka tersebut pada Nila.

"Wah ... makasih, Biru ..." Nila memeluk kedua benda yang ada di tangannya dengan senang hati.

"Sama-sama, dear."

"Ayo masuk," ajak Nila.

"Gak usah, sebenernya aku kesini cuma mau pamit sama kamu."

Dahi Nila berkerut, kedua alisnya saling tertaut. "Maksud kamu?"

"Besok aku bakal kembali ke Amerika buat ngurus kepindahan."

"Bukannya kamu bakal pergi minggu depan?"

"Lebih cepat lebih baik, kan?".

"Ya ..." Nila mengangguk lemas. "Tapi kenapa kamu gak masuk dulu aja, kamu 'kan pergi besok."

Lonely GirlWhere stories live. Discover now