21 | Keajaiban yang Menyakitkan

29 6 0
                                    

Sudah lebih dari satu minggu ruangan serba putih ini menjadi tempat Gading dirawat secara intensif. Kondisi laki-laki itu belum juga menunjukkan kemajuan, berbagai macam cara dokter lakukan agar ia bisa secepatnya melewati masa komanya, namun kehendak Tuhan memang tidak akan bisa di ubah, kini satu-satunya cara yang dapat keluarga termasuk Nila lakukan adalah berdoa, memohon pertolongan pada Tuhan agar Gading bisa tersadar dan pulih kembali.

Nila duduk menatap keadaan Gading dengan sendu, wajah laki-laki itu kian hari semakin menirus dan pucat ditambah luka-luka parah yang ada semakin membuatnya memprihatinkan, rambut hitam legamnya telah lepek, tangan kekarnya kini tak bertenaga. Gadis itu menggenggam erat tangan Gading membawanya pada pipinya, sementara tangannya yang lain menyentuh rambut Gading sembari sesekali mengelusnya.

"Gading ... maafin aku," gumamnya.

"Kamu harus bangun, Gading, kamu harus dengerin penjelasan aku. Maafin aku yang gak peka ini." Mata Nila berkaca-kaca.

"Aku bodoh ya ..." Ia mendengus, "aku bodoh karena mengabaikan kata sayang kamu itu. Tapi, asal kamu tau, aku juga sayang sama kamu, Gading ... aku sayang kamu ..." Air mata kini berkumpul di pelupuk mata Nila.

"Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman ..." Air mata yang berkumpul di pelupuk mata kini menetes, tetesan air mata itu jatuh mengenai tangan Gading.

Tiba-tiba Nila merasakan pergerakkan di tangan dan pipinya. Ia lantas melihat tangan Gading yang ada dalam genggamannya, dan benar saja, jari-jari tangan laki-laki itu bergerak perlahan. Mata Nila berbinar bahagia, gadis itu mendekatkan wajahnya pada telinga Gading.

"Bangun, Gading," bisiknya.

Ceklek

Pintu ruangan tersebut terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya di ambang pintu. Tapi karena Nila terlalu fokus pada Gading, ia tidak menyadari keberadaan wanita tersebut. Wanita itu bergegas mendekati Nila dan Gading.

"Nila, makasih udah jagain Gading," ucapnya.

Nila terperanjat dan langsung menoleh pada wanita tersebut.

"Tante, Mel! Ah ... syukurlah Tante datang," sahut Nila bersemangat.

"Kamu kenapa? Tante liat kamu bahagia sekali."

"Ya, Nila bahagia, Tante ... tadi tangan Gading bergerak!"

"Benarkah?" Mella langsung menarik kursi mendekati tempat tidur anaknya. "Gading, bangun, sayang ..." bisik Mella di telinga putranya.

Nila tersenyum melihat binar bahagia di wajah Mella. Ia pun memutuskan untuk kembali membisikkan sesuatu pada Gading.

"Gading, kalau kamu bangun, aku akan lakuin apa aja yang kamu mau."

Kini kedua tangan laki-laki itu bergerak kembali, selain itu, matanya pun perlahan terbuka. Pandangannya lurus ke depan menatap langit-langit, setelah itu tatapannya beralih pada wanita yang ada di samping kirinya.

"Mama ..." lirihnya perlahan hampir tak terdengar.

"Iya, nak, ini Mama ... alhamdulillah, kamu udah siuman." Mella mengelus-elus puncak kepala Gading.

Gading kemudian menoleh kearah kanannya, tempat Nila duduk.

"Alhamdulillah, Gading ... akhirnya kamu sadar juga," syukur Nila. Gadis itu beranjak dari duduknya. "Tante, Nila panggil dokter, ya," ujar Nila pada Mella. Mella mengangguk lalu Nila melenggang keluar ruangan.

Tak lama setelah kepergian Nila, gadis itu muncul kembali bersama seorang dokter juga seorang suster, dan seorang laki-laki jangkung yang sudah Mella kenal satu minggu ini. Dokter tersebut memeriksa keadaan Gading dengan teliti.

Lonely GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang