19 | Kenyataan Pahit

34 10 0
                                    

Nila sedang duduk di sebuah kursi bercat hitam di taman, tempat ia akan bertemu dengan Gading. Namun, sudah hampir setengah jam ia menunggu dan Gading belum juga datang, biasanya jika mereka akan bertemu, Gading selalu on time.

Gadis itu terus mengecek handphone-nya, barangkali Gading mengirimnya pesan bahwa ia akan datang terlambat atau semacamnya. Sayangnya, tak ada satu pun pesan yang masuk, bahkan ia berkali-kali menelpon laki-laki itu tapi nomornya tidak aktif. Nila mulai merasa cemas, tak biasanya Gading seperti ini.

Ia beranjak dari duduknya, kemudian berjalan mondar-mandir berusaha mengenyahkan fikiran negatif yang muncul secara tiba-tiba. Terdengar suara teriakkan yang memanggil namanya, Nila menoleh kesana kemari mencari-cari asal suara itu, hingga terlihatlah Caramel yang berlari menghampirinya dengan mimik wajah mengkhawatirkan.

"Disini kamu rupanya." Caramel berusaha mengatur nafasnya.

"Ada apa, Cara? Kamu enggak apa-apa?" Kecemasan itu juga dirasakan oleh Nila.

"Gading, La ..." sahutnya sambil terengah-engah.

"Gading kenapa?"

"Gading ... Gading kecelakaan."

Hatinya seketika mencelos, dadanya sesak seperti dihimpit batu besar, matanya mulai terasa panas ketika mendengar kabar buruk itu.

"Dimana dia sekarang?!" Nada khawatir terasa kentara dalam ucapan Nila.

"Dia di rumah sakit, La."

"Ayo anterin aku sekarang ke sana." tanpa banyak tingkah, Nila langsung menarik tangan Caramel keluar dari taman.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil mewah milik Caramel. Mobil tersebut melaju menuju rumah sakit tempat Gading di rawat. Tak terasa air mata yang berkumpul di pelupuk mata Nila akhirnya jatuh membasahi pipinya.

Gading ... Kamu akan baik-baik aja, kan?

●●●

Di sebuah ruangan ICU terdengar bunyi alat medis yang menjadi tanda bahwa masih ada kehidupan di dalam sana. Seorang laki-laki bertubuh tegap kini lemah tak berdaya berbaring diatas brangkar dengan berbagai selang yang menjadi alat bantu hidupnya. Banyak perban melilit tubuh dan kepalanya. Wajahnya yang tampan itu terlihat pucat pasi.

Melalui kaca pintu ruangan itu, Nila bisa melihat bagaimana menderitanya Gading. Kedua orang tua laki-laki itu berada di sampingnya, menangisi putra mereka yang sedang berjuang melewati masa komanya. Nila terus berharap jika semua ini hanya mimpi buruk yang menimpanya. Namun sayang, apa yang ia lihat kini adalah sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima meskipun ia tidak menginginkannya.

Tubuhnya bergetar seiring tangisannya yang semakin terdengar menyakitkan. Genta dan Caramel yang berada di sana juga turut dalam kesedihan.

"La, ayo duduk. Lo tenangin diri lo dulu." Genta merangkul pundak gadis itu, membawanya duduk diantara dirinya dan Caramel.

"Gading kuat, La, gue yakin Gading bisa sembuh lagi," sahut Genta menenangkan.

Caramel yang berada di samping Nila juga menangis tersedu-sedu, bagaimanapun juga Gading adalah orang yang ia sukai, atau mungkin ia sayangi. Caramel tidak bisa untuk menenangkan Nila karena untuk membuat dirinya tenang pun ia tak sanggup.

"Kenapa sih?" cicit Caramel tiba-tiba membuat Genta dan Nila menoleh kearahnya.

"Kenapa Gading harus kayak gini?" Caramel menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Ini takdir, Mel, gak ada yang bisa membantah " sahut Genta.

"Tapi kenapa harus Gading?" Caramel tersedu.

Lonely GirlWhere stories live. Discover now