Epilog

3.7K 154 27
                                    

🎗

Pada suatu taman hijau yang luas, sebagian tempatnya dihias sedemikian rupa dengan berbagai hiasan.

Sulur dedaunan hijau segar dengan banyak bunga-bunga berwarna kuning lembut direkatkan pada dua tiang kayu yang berjajar agak berjauhan. Bagian atas kedua tiang dibuatkan sebuah kayu tipis melengkung panjang, menghubungkan ujung atas tiang satu dengan ujung tiang lainnya yang juga dihias dengan belitan sulur tanaman hingga membentuk sebuah terowongan cantik sebagai pintu masuk.

Tiang-tiang lampu juga tak terhindar dari belitan sulur daun dan bunga kuning. Atap yang menaungi mereka tergantung untaian-untaian kain putih di satu sisi ke sisi lain. Tempat duduk serta meja-meja kayu dipercantik dengan sebuah pita kuning. Berbagai pernak-pernik menempati bagian tengah meja ditambah dengan beberapa tangkai bunga mawar putih dan kuning yang saling berpadu. Setiap sisi tempat itu juga tertata rangkaian-rangkaian bunga, menggoda siapa pun ingin memetiknya.

Alunan nada merdu dari sebuah biola yang dimainkan terdengar lembut menyambut para tamu yang datang untuk menyaksikan dua hati yang akhirnya dipersatukan dalam suatu ikatan suci.

Edgar Marcov, Yang Mulia Raja kerajaan Zovryn berpenampilan sama dengan para tamu pria lainnya. Ia terduduk menyendiri di ujung kursi dengan mata lelah yang disembunyikannya melalui pejaman mata.

Pria itu begitu tak percaya dan tak dapat mencegah kesedihannya yang semakin menjadi-jadi ketika mengetahui gadis pujaannya akan menikah, jadi ia datang kemari untuk membuktikannya sendiri dengan resiko hatinya akan semakin tersakiti.

Tak dipungkiri bila ada bagian dari hatinya yang berseru untuk menghancurkan pernikahan ini.

Suara bisik-bisik tamu dan beberapa gemuruh gumaman terdengar pelan hingga semakin nyaring, memaksa matanya terbuka untuk melihat seorang gadis yang telah lama tak dilihatnya. Sang gadis mengenakan gaun putih menawan. Rambut pirang indahnya tergelung, menyisakan beberapa helaian rambut di sisi wajahnya. Wajah cantik gadis itu terlihat semakin cantik akibat senyum cerahnya.

Katakan! Bagaimana bisa ia memiliki niat untuk menghancurkan senyum cerah gadis itu dengan merusak acara ini?!

Lagi ia memejamkan matanya dan membukanya cepat bersamaan dengan ia yang terbangun dari duduknya dan melangkah keluar dari sana cepat tanpa memedulikan sekitar.

"Tuan Edgar Marcov."

Sungguh, ia harus pergi dari sana sekarang juga sebelum ia tidak mampu lagi mengendalikan dirinya.

"Tuan Edgar Marcov." Suara itu terdengar lagi memanggil dirinya dengan tegas.

"Kau ingin ke mana? Kau ingin meninggalkan calon pengantinmu?"

Kalimat itu sontak saja membuatnya menoleh ke belakang. Para tamu memandangnya dengan tatapan bertanya-tanya sedangkan pria yang tadi berbicara adalah pria berambut pirang yang satu tangannya diapit oleh pengantin perempuan.

Sang pengantin perempuan menatap Edgar sendu sebelum berjalan perlahan ke arah Edgar, langkahnya dipercepat ketika jarak mereka semakin dekat. Edgar menangkap Ashera saat satu kaki gadis itu tersandung karena terburu-buru berjalan.

Ashera mendongak dengan mata yang telah berkaca-kaca, "Yang Mulia, mengapa kau tega sekali meninggalkanku lagi?!"

Edgar tertegun, setelahnya ia masih kaget bercampur tatapan tak mengerti.

Diusapnya lembut wajah bingung Edgar. "Aku mencintaimu."

Tubuh Edgar menegang dengan mata yang perlahan menatap Ashera lemah, "Sekalipun kau bercanda, aku sangat bahagia kau mengucapkan kalimat itu."

Ashera ✔️Where stories live. Discover now