Bukan Orang Jahat

1.3K 118 2
                                    

Seorang wanita hamil tampak panik melihat jenni yang turun dari mobilnya dengan semangat. Gadis kecil itu bahkan berlari kencang menuju toko roti milik Bibi Ami yang kini tampak ramai dari kaca besar tembus pandang toko tersebut.

"Jenni hati-hati!" jeritnya.

Jovan menggandeng tangan ibunya saat mereka berdua menyusul di belakang Jenni.

Esttle, nama ibu dari anak itu tersenyum lembut ketika seorang gadis muda datang menyapanya.

"Aku telah mendengar tentangmu," ujarnya dan memperkenalkan dirinya yang baru bertemu secara langsung pada gadis di depannya ini.

"Tadinya aku ingin meminta tolong padamu lagi untuk menjaga Jovan dan Jenni di sini sebentar, tetapi kurasa tidak bisa karena banyaknya pelanggan hari ini," beritahunya sambil mengamati keadaan.

Ashera tersenyum ramah, "Tidak apa-apa. Salah satu dari kami bisa menjaganya karena ada pegawai tambahan di sini."

"Ah benarkah?" tanya Esttle senang dan dijawab anggukan oleh Ashera.

"Terima kasih... Aku akan kembali sore nanti setelah mengurus keperluanku." Esttle tersenyum tulus.

"Jovan, jangan nakal ya dan jangan bertengkar dengan Jenni," pesan wanita itu sembari mengecup kepala anaknya sayang sebelum berlalu pergi.

"Dahhhh."

Jovan melambai pada ibunya lalu melangkah masuk bersama Ashera ke dalam toko.

"Aku ingin kue juga!" Jovan menunjuk ke arah Jenni yang saat ini sedang asik memakan kue di pangkuan seorang pria.

"Iya." Ashera menggandeng tangan Jovan dan menuntunnya ke meja tempat Jenni berada. "Tunggu di sini, kakak akan ambilkan untukmu."

Jovan mengangguk patuh.

"Hei!" pekik Jenni tidak terima saat menyadari Jovan secara diam-diam mencomot kuenya setelah Ashera tidak lagi di sana.

"Kembalikan!"
Jenni yang tadi berceloteh dengan Ruga kini melotot pada Jovan yang kembali mencomot kuenya.

Mata gadis kecil itu mulai berair karena sisa kuenya dilahap habis oleh Jovan.

Ruga menepuk-nepuk pelan punggung Jenni untuk menenangkannya. Ia mulai sedikit panik ketika Jenni justru mengeluarkan isakkan.

"Kakak akan membelikan kue itu lagi," bujuknya tapi Jenni semakin terisak kencang.

Ruga menggendong si gadis kecil keluar toko sembari terus berbisik menenangkannya.

Sementara Jovan tetap duduk di kursi, menjulurkan lidahnya pada Jenni sambil menanti kedatangan kuenya.

Di sudut toko tampak Edgar yang sedang mengamati tingkah Ruga dengan aneh.

***

Puas makan dan bermain, Jovan merengek untuk pulang karena ia mengantuk. Ashera berusaha membujuknya untuk tenang dan membawanya ke kamar di lantai atas agar anak itu bisa beristirahat di sana.

"Hahhh!" Ashera tersentak kaget saat merasakan satu telapak tangan besar bertengger di pundaknya.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" tanyanya berbisik pada pria di belakangnya sambil sesekali melirik Jovan yang telah tertidur pulas.

Seketika perkataan Ruga terhadap pria ini melintas di kepala Ashera, membuat bulu kuduknya meremang. Ia melangkah mundur dengan mata menatap nanar pada Edgar.

"Jangan sakiti aku," bisiknya tapi masih dapat didengar oleh Edgar.

Edgar berjalan mendekatinya dengan langkah pelan.

Ashera yang memperhatikan itu semakin ketakutan, apalagi ketika merasakan aura mencekam di sekelilingnya. Ia terpojok oleh tembok di belakangnya hingga tak dapat bergerak mundur lagi.

Matanya terpejam hingga sebuah usapan di kepalanya membuatnya membuka mata takut-takut.

Edgar mempersempit jarak di antara mereka dan tanpa diduga langsung memeluknya, "Bagaimana mungkin aku menyakitimu, Ashera, " lirihnya.

Ashera terdiam kaku dipelukkannya. Ia mendongak untuk melihat wajah pria itu lebih jelas. Tetapi entah mengapa hatinya justru merasa damai.


"Huaaaaaaaaaaaa."

Tiba-tiba Jovan terbangun dari tidurnya dan menangis kencang, "Mama."

Ashera melepas pelukan Edgar lalu duduk di tepi kasur. "Ada apa hm?"

Jovan menatapnya dengan mata berair, "Aku melihat badut ketika aku tertidur, lalu, laluu badut itu tiba-tiba saja menyerangku," adunya.

Dipeluknya Jovan. "Itu hanya mimpi. Kau tidak benar-benar diserang olehnya," hibur Ashera.

"Orang jahat!" Jovan memekik takut melihat pria yang masih diingatnya ketika dirinya di taman sedang berada di kamar ini.

Ashera paham bila anak ini pasti akan menganggap Edgar begitu karena sikap aneh pria itu di awal pertemuan mereka hingga menganggetkan Jovan dan juga dirinya.

"Tidak, Sayang. Ia orang baik," ujar Ashera lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri.

"Kakak ini bahkan berjanji akan membelikanmu es krim," bujuknya ketika Jovan masih takut pada Edgar dan membenamkan wajahnya di dalam pelukan Ashera.

"Es krim?" Jovan mendongak.

Ashera mengangguk sembari menatap Edgar, lalu kembali memperhatikan Jovan.

"Rasa coklat?" tanyanya yang dibalas oleh kekehan ringan Ashera, "Tentu saja."

Jovan bangun dari kasur, dengan sedikit ragu ia mendekati pria itu.

"Ajak dia ke taman dan membeli es krim agar dia tidak takut lagi padamu," saran Ashera, berbisik pada Edgar.

Edgar tanpa suara langsung mengangkat anak itu ke dalam gendongannya, meletakkannya di belakang kepala.

Kemudian satu tangannya menggenggam tangan lembut Ashera. Genggamannya mengerat kala tangan gadis itu ingin melepaskan diri.

"Kami akan kembali nanti," ujar Edgar ketika mereka menemui Luci di lantai bawah.

"Sebaiknya aku tetap di sini." Ashera menolak ketika baru tersadar pria itu juga ingin mengajaknya.

"Jam istirahat sebentar lagi telah selesai," ujarnya lagi ketika pria di sampingnya melirik tidak setuju.

"Nikmatilah waktu kalian. Jam makan siang telah lewat, para pelanggan semakin berkurang." Luci mendorong pelan tubuh Ashera yang tetap ingin di sini.

Edgar tersenyum mendengarnya. Ashera tidak bisa membantah lagi ketika pria itu mulai melangkah pergi dengan tangan mereka yang masih tertaut.

Luci untuk sesaat tertegun melihat senyum indah Edgar, ia sama sekali tidak pernah melihatnya tersenyum sejak kedatangannya di sini.

"Haa!"

Ia memekik kaget saat sebuah wajah konyol muncul di hadapannya tiba-tiba. Tangannya begitu saja meluncur untuk menggeplak kepala Mario kesal.

***

Ashera ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang