31:Ciuman Kerinduan

1.8K 121 1
                                    

Walaupun sebelumnya Edgar telah pamit pada Ashera, tetapi tetap saja ia kembali mendatanginya di tengah malam, memandanginya dalam kegelapan.

Dari posisi berdiri, ia mendekat lalu duduk di pinggir ranjang, mengusap helaian rambut di sisi wajah manis Ashera yang sedang tertidur. Hatinya berdenyut perih membayangkan Ashera akan semakin jauh darinya bila gadis itu telah bertemu dengan saudara kembarnya. Dapatkah Ashera menjadi miliknya lagi seperti sebelumnya dan berakhir menjadi ratunya? Mungkinkah itu?

Jemari tangannya sedikit bergetar, sulit mengendalikan emosinya yang sedang galau.

Lama memandanginya dalam diam. Ia kemudian memejamkan matanya yang memendam kesedihan, menunduk untuk mendekatkan wajah mereka, menciumnya, mengungkapkan kegundahannya dalam sentuhan.

Sayangku.

Kembalilah padaku.

Edgar terperanjat mendapati iris abu-abu itu terbuka ketika ia sedang menciumnya tadi.

Ashera yang sempat terkaget merasakan sentuhan di bibirnya, terbangun dengan mata membulat lebar melihat seseorang menciumnya, tetapi ciuman itu anehnya membuatnya merasakan getaran di dalam tubuhnya. Sesuatu yang manis dan dirindukannya yang membuat hatinya berdebar keras.

Ia tetap membisu hingga wajah pria yang telah terangkat itu dapat dilihatnya akibat sorotan sinar rembulan melewati jendelanya yang tidak tertutup tirai.

Keduanya terdiam dengan Edgar yang bingung harus menjelaskan bagaimana sedangkan Ashera masih bingung dengan apa yang dirasakannya.

Ashera yakin ini adalah ciuman pertamanya, tetapi ia merasa tidak asing dengan sentuhan bibir pria itu.

"Bisakah kau mengulanginya lagi?"

"Apa?" Edgar menatapnya cengo, tidak yakin dengan pendengarannya.

"Ciuman itu. Bisakah kau mengulanginya?" cicit Ashera pelan dengan malu bercampur rasa penasaran.

Ashera terpekik sebelum suaranya teredam oleh gerakan semangat pria yang kini menindihnya. Bibir Edgar mengulumnya lembut sebelum dengan paksa membuka ruang untuk menjelajahi bagian dalamnya.

Ia terengah-engah dengan bibirnya yang sesekali membalas lumatan yang semakin tak terkendali. Tangannya menepuk bahu di atasnya sedikit keras hingga pria itu melepas bibir mereka. Wajahnya tidak dapat tidak memerah ketika melihat untaian tipis yang menggantung dan mereka sedang dalam posisi memalukan begini.

Didorongnya Edgar untuk menyingkir dari atas tubuhnya, tetapi pria itu tetap dalam posisinya.

Edgar memegang sisi wajah Ashera dan kembali menyatukan bibir mereka.

"Cukup," ujar Ashera setelah Edgar melepas bibirnya.

Wajahnya memerah ketika pria itu tidak mendengar dan justru mengecup bibirnya berkali-kali.

"Kau yang memintaku untuk menciummu." Edgar membelai pipi Ashera lembut.

Ashera mencoba bangun dari pria yang masih menindihnya, rambut pirangnya berantakan karena ulah pria itu. Ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa meminta Edgar untuk menciumnya, bukankah ia seharusnya marah?! Tetapi ia justru menikmatinya. Kesadarannya kembali saat pria itu menyentuh lengannya dan menariknya dalam pelukan erat yang membuatnya merasa sesak.

Edgar membalik posisi mereka hingga Ashera dibaringkan di atas tubuhnya yang kokoh. Ia menggumam tidak jelas ketika tangannya masih dengan erat memeluk Ashera.

Ashera mendongak untuk melihat wajah yang sedang terbenam di atas kepalanya. "Ini berlebihan," protesnya pada pria yang juga sedang menatapnya.

"Aku mohon, biarkan seperti ini sebentar saja," pinta Edgar dengan suara pelan.

Ashera ingin menolaknya, tetapi tidak jadi saat melihat ekspresi sedih Edgar dan juga kenyamanan yang membuat hatinya tenang. Tangan hangat pria itu berulang kali mengusap kepalanya hingga ia tak tahan untuk tidak tertidur.

Edgar tersenyum pada gadis yang telah tertidur itu, ia sesekali mengecup puncak kepala Ashera sebelum ikut menyusulnya.

***

Ashera yang terbangun lebih awal terpekik kaget mendapati Edgar masih berada di atas ranjangnya dengan posisi yang sama seperti sebelumnya. Ia masih tidak memercayai bagaimana bisa dengan bodohnya mengizinkan pria itu untuk tidur di tempat yang sama dengannya.

"Pergi." Ashera tergagap, menutupi tubuhnya yang hanya terbalut gaun tidur tipis. Ia berdiri dan menjaga jarak cukup jauh darinya.

"Ashera," panggil Edgar lembut dan bangun untuk mendekatinya.

"Pergi!" pekiknya lagi dan berjalan mundur.

Pria itu menghela napas sebelum keluar dari jendela. Ashera memelototkan matanya lalu dengan panik melihat ke luar jendela. Ia menunduk untuk melihat ke bawah dan bersyukur tidak mendapati tubuh yang tergeletak tak berdaya di bawah sana.

"Aaaaaa!" Ia berbalik dengan kaget saat dirasakannya sepasang tangan melingkari pingangnya.

"Kau?!"

Edgar hanya tersenyum lebar padanya, "Tadaa, sulap," candanya kemudian terkekeh ringan.

Ashera hanya menatapnya dengan alis terangkat dan berusaha melepas kedua tangan pria itu yang membandel.

"Ashera," panggil Edgar ketika mencoba memeluk Ashera.

"Aku bilang pergi," desis Ashera tetapi membiarkan dirinya dipeluk.

"Bagaimana bila aku tidak ingin pergi," goda Edgar, berbisik di telinga Ashera hingga gadis itu merinding.

"Pergi kau. Rasakan hahaha. Rasakan itu." Ashera tertawa karena Edgar menggelinjang saat ia mencubit pinggangnya. Edgar yang sebenarnya tidak merasakan apa pun, hanya berpura-pura meringis kesakitan agar melihat gadis itu menertawainya.

Senyum lembut menghiasi wajah kaku Edgar ketika melihat keceriaan Ashera.

"Kau tidak takut padaku lagi hm?" Edgar bertanya sambil memojokkan Ashera ke dinding di dekat kusen jendela.

"Jangan memercayai ucapannya. Aku tidak akan pernah berani untuk menyakitimu," ujarnya lagi menatap dalam gadis itu. Sungguh busuk memang saudara tirinya yang selama ini menghasut Ashera agar menjauhinya.

Ashera mengerjapkan matanya bingung hingga Edgar melepasnya dan pergi melalui pintu kamarnya.

***

"Ada apa denganmu? Apa kau demam?" panik Luci sambil menepuk pipi gadis di depannya yang terus memerah dan terlihat sedikit linglung sejak turun dari lantai atas.

"Aku baik-baik saja," elak Ashera dan berlalu ke dapur.

"Luci, apa kau tidak ingin menanyakan keadaanku juga?" tanya Mario dengan cemberut.

"Hentikan ekspresi konyolmu itu," sahut Luci tak acuh.

"Oh! Edgar Selamat Pagi. Bagaimana kabarmu?" tanya Luci penuh cinta ketika melihat pria itu baru saja datang.

Edgar hanya mengangguk sekilas dan segera memasuki ruang ganti pakaian.

Luci mengabaikan wajah mendung pria di sampingnya, ia dengan fokus membersihkan beberapa meja pelanggan.

***

Ashera ✔️Où les histoires vivent. Découvrez maintenant