21: Tersesat

1.7K 143 1
                                    

Ashera untuk sesaat termenung menatap langit dari balik jendela kamarnya. Ia sadar Ruga juga memiliki kesibukan yang tak diketahuinya hingga ia tidak boleh hanya bergantung pada pria itu untuk menemukan keluarganya.

Ia berbalik, segera mencari Ruga untuk meminta izin keluar, tetapi tidak menemukannya dimana pun, jadi Ashera menunggunya, tetapi pria itu tak kunjung datang hingga ia memutuskan untuk pergi sebentar tanpa memberitahunya.

Dengan gaun kuning selututnya ia berbaur bersama orang-orang yang berlalu lalang di bawah teriknya sinar matahari.

Ditelitinya setiap wajah di sekitarnya dengan seksama hingga membuat beberapa orang risih karenanya, tetapi tidak untuk kaum laki-laki yang justru mengedipkan mata ketika diperhatikan gadis secantik itu, di antaranya bahkan mencoba untuk berkenalan.

Ashera yang tidak terbiasa dengan orang asing, mengabaikan dan menjauh dari orang-orang seperti itu.

Lama memelototi wajah-wajah asing membuat matanya lelah dan perih. Ia duduk di pinggir jalan untuk mengistirahatkan dirinya, terutama kakinya yang lelah karena digunakan berdiri terlalu lama.

"Bodoh sekali, bagaimana bisa aku hanya mengingat wajah kanak-kanaknya," gumamnya sambil menjambak rambut. Ia berharap wajah kembarannya saat ini tidaklah jauh berbeda dengan yang dulu, jika iya, maka akan menyusahkannya untuk mengenalinya.

Tenggorokannya terasa sangat kering, apalagi ketika melihat seseorang meminum sesuatu yang terlihat menyegarkan. Ia bangun dan berniat untuk kembali, tetapi ketika memerhatikan sekeliling ia bingung harus ke mana.

Tadi tanpa sadar ia pergi terlalu jauh dari rumah besar milik Ruga dan sialnya ia tidak mengingat jalan ke rumah tersebut. Kedua kakinya segera berlari mencoba untuk menemukan tempat yang dikenalnya.

Siang hari berganti menjadi senja dengan diiringi rintik-rintik hujan yang membuat orang-orang mempercepat langkah kakinya untuk sampai di tempat tujuan ataupun mencari tempat teduh, takut hujan semakin deras.

Namun Ashera tak memedulikan rintikan hujan yang masih pelan, ia terus berjalan sembari mencari lokasi rumah besar milik Ruga. Sayangnya, hujan semakin deras mengguyur kota. Ashera dengan panik berlari mencari tempat teduh dengan gaunnya yang telah basah.

Gelegar guntur dengan kilat yang mengiringinya membuat Ashera berjongkok ketakutan di sudut sebuah bangunan. Tubuhnya gemetar dengan kepala terbenam di kedua lututnya.

Ia tersentak ketika tiba-tiba merasakan satu tangan menyentuh pundaknya. Ketika dirinya mendongak, tampak ada seorang wanita paruh baya yang menampilkan guratan-guratan kekhawatiran di wajahnya.

"Nak, bangunlah. Tubuhmu gemetar sekali," ujar wanita itu sembari menuntun Ashera untuk bangun dan memasuki toko roti kecil di belakangnya yang telah tutup.

Mereka menaiki tangga yang membawa mereka ke lantai 2, dimana terdapat sebuah kamar di ujung lorong pendek. Kemudian sang wanita membuka pintu hingga menampilkan kamar sederhana.

Ashera berdiri di tengah ruangan sembari memerhatikan wanita itu sibuk bergerak ke sana-ke sini hanya untuk membawakannya sebuah handuk besar dan beberapa tumpuk pakaian bersih.

"Gantilah pakaianmu dengan ini. Bibi akan menunggu di luar," ujarnya lembut sebelum keluar dari kamar.

Ashera yang merasa kedinginan segera mengeringkan rambut basahnya dengan handuk, lalu mengganti gaun selututnya dengan baju bersih yang diberikan padanya tadi.

Setelah selesai, ia keluar untuk menemui wanita itu.

"Terima kasih."

Wanita itu tersenyum lembut padanya sembari mengusap rambut basahnya, "Kau tinggal di mana, Nak?"

"Aku tinggal bersama temanku untuk sementara, tetapi aku tidak tahu jalan kembali," jelasnya.

"Apa kau tahu alamat rumah temanmu?"

"Tidak tahu."

"Kau bisa mengabarinya bahwa kau sedang tersesat saat ini."

"A-aku tidak tahu bagaimana caranya."

"Apa kau memiliki nomer telepon temanmu untuk menghubunginya?" tanya wanita itu yang dijawab gelengan bingung oleh gadis muda di depannya.

Merasa prihatin padanya, wanita itu menawarkannya untuk tinggal. "Kalau begitu kau bisa menempati kamar ini selagi kau belum bertemu dengan temanmu. Lagipula kamar ini jarang ditempati."

"Apakah boleh?" tanya Ashera hati-hati.

"Tentu saja, Sayang." Wanita itu dapat merasakan gadis ini adalah orang yang baik hati sehingga ia tidak mempermasalahkan untuk tinggal.

"Terima kasih, Bibi," ujar Ashera memeluk wanita itu.

"Ayo kita turun, bibi telah menyiapkan coklat panas dan kue untukmu."

Setelah memijakkan kakinya pada anak tangga paling akhir, dapat dilihatnya dua cangkir dengan sepiring kue di atasnya pada salah satu meja di sana. Matanya seketika berbinar dan dengan tidak sabar duduk di kursi sembari menunggu wanita itu.

"Cobalah," suruh wanita itu. Ia terkekeh ketika melihat gadis di depannya sungguh menikmati hidangan sederhana ini.

"Bibi, ini benar-benar sangat lezat. Apa kau yang membuatnya?"

"Kue ini adalah salah satu kue andalan di toko ini."

"Woahhh, pantas saja."

"Siapa namamu, Nak?"

"Ashera, lalu nama Bibi?"

"Kau bisa memanggilku Bibi Ami."

"Baiklah, Bibi Ami."

"Tadi kau bilang kau tinggal bersama temanmu? Mengapa tidak bersama keluargamu?"

Bibi Ami memerhatikan raut sedih Ashera ketika ia menanyakan hal itu, bahkan tangan Ashera urung mengambil kue berikutnya.

"Aku tidak tahu di mana mereka. Suatu hari aku terbangun dengan tidak seorang pun yang kukenal berada di sisiku. Aku sendiri," ujarnya dengan bibir gemetar dan mata yang mulai berkaca-kaca.

Wanita itu beranjak bangun dan memeluk Ashera yang kini mulai terisak.

"Aku merasa telah kehilangan sebagian ingatanku. Aku hanya mengingat kenangan masa kecilku, itupun tidak terlalu jelas. Aku merindukan mereka." Ashera menangis di dalam dekapan Bibi Ami.


"Sayang, percayalah akan ada kebahagian untukmu setelahnya. Kau bisa tinggal di tempat bibi ini dan mengganggap bibi sebagai keluargamu," Ujar Bibi Ami dengan lembut hingga Ashera semakin terisak.


Setelah perbincangan yang berujung dengan kesedihan. Kini Ashera tertidur di pangkuan Bibi Ami. Wanita tua itu tidak tega meninggalkannya sendiri sehingga ia menemaninya.

Malam semakin larut, Bibi Ami mulai merasa mengantuk. Ia bersandar pada kepala ranjang hingga ikut terlelap.

Beberapa kali ia terbangun ketika kepala gadis di pangkuannya bergerak-gerak gelisah dan ia bergumam tidak jelas. Diusapnya kening gadis itu yang berkeringat dan menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur untuk menenangkannya hingga Ashera kembali terlelap.

***

Ashera ✔️Where stories live. Discover now