Chapter 53 : The Ending

317 16 12
                                    

[Short re-Chapter]

"A-aku akan pergi.." ucapnya gelisah. Secepat kilat dia berdiri dan hendak beranjak.

Namun entah apa yang mendorongku untuk melakukan ini, aku menarik tanggannya. "Tunggu, Amy."

Maaf Eleanor, aku tak bisa lagi menahan diriku.

+++

[Author's Point of View]

Amy pun berbalik menghadap Harry dengan gelisah. Gadis itu merasa sangat canggung ketika berhadapan dengan lelaki tersebut.

Harry mematung tak sadar dengan apa yang telah ia perbuat. Sejujurnya Harry hanya ingin bersama gadis itu untuk sedikit lebih lama.

"Apa kabarmu?" tanya Harry asal.

Amy menyunggingkan senyuman canggung, "Baik."

"Oh, baguslah." ucap Harry, membiarkan semuanya kembali hening.

"Bagaimana denganmu?" Amy memberanikan dirinya untuk bertanya balik pada lelaki di hadapannya.

"Begitulah," jawab Harry menggantung.

Amy kembali bertanya, "Bagaimana dengan Kendall?"

"Aku sudah tidak bersamanya sejak enam bulan yang lalu," jelas Harry singkat.

"Sudah kukatakan padamu," Amy menghela nafasnya panjang, "Sudahlah, aku tak mau ikut campur soal penyesalanmu.."

"Aku tahu.." Lelaki itu menyisir rambut ikalnya yang kini telah sedikit lebih panjang.

"Kau terlalu bodoh hingga berpacaran dengan nenek lampir itu," tambah Amy arogan.

"Ya, sepertinya aku sudah gila.." Harry tersenyum lemah kembali. Lesung pipinya membuat Amy seketika rindu padanya. Namun dirinya berusaha berkali-kali menyangkal hal tersebut.

"Hm, kau memang sedikit gila," Amy menyetujui ucapan Harry, "juga egois."

Amy menyindir lelaki itu dengan sesuatu yang mencerminkan dirinya pula. Secara tak sadar ia menggores sedikit luka yang hampir sembuh.

"Ya, aku egois karena ingin memilikimu." ucap Harry terang-terangan, membuat lawan bicaranya juga tak sanggup berkata.

Harry menarik nafas panjang, memberanikan dirinya mengucapkan hal yang selama ini tak berani ia ucapkan. "I'm in love with you so bad, Amy. Kumohon, tolong cintai aku sekali lagi.."

Amy kaget bukan main. "Aku mencintamu?" Amy meneguk salivanya, "Aku tak pernah mencintaimu, ikal. Berhentilah bermain-main."

"Eleanor.." Harry memotong kalimatnya sendiri, namun hal tersebut dapat langsung dipahami oleh Amy.

Keheningan kembali menyelimuti keduanya. Membuat tiupan angin dan gesekan daun dengan ranting terdengar sangat jelas.

Amy memejamkan matanya, "Aku hampir pernah mencintaimu, itu yang benar."

Harry mengangguk mengerti dengan raut wajah yang menyiratkan kekecewaan.

Amy menyadari kesedihan yang terpancar dari mata hijau lelaki di hadapannya. Gadis itu tahu, bagaimanapun juga Harry harus menerima apapun keputusan tersebut, bahwa ia sudah mencintai lelaki lain.

Sangat ingin rasanya gadis itu meminta maaf pada Harry. Faktanya, ia berakhir dengan seseorang yang hampir selalu ia bicarakan dengan lelaki ikal tiap malam.

"Mengapa kau mencintaiku ketika aku sudah bersama yang lain? Maafkan aku Harry, tapi aku tak bisa mencintaimu lagi," lanjut Amy pelan.

Mata biru laut milik Amy memandang lurus menusuk pada manik mata Harry. Amy merasa sedikit bersalah, namun ia tak ingin hubungannya sekarang menjadi rumit. Ia hanya ingin hatinya baik-baik saja.

"Waktu sudah berubah, sebagaimana pula hatiku," Gadis itu tersenyum, menguatkan dirinya.

Harry memamerkan lesung pipinya kembali setelah ia menarik nafas. "It's okay, aku tahu aku akan mendengar penolakan darimu,"

Lelaki ikal terkekeh renyah, "Setidaknya aku merasa lebih lega setelah mengatakannya padamu.."

Amy tersenyum pula, "Terimakasih sudah menyukaiku, Styles"

"Yeah, you too," ucap Harry pelan. Dia berusaha menerima kenyataan bahwa keduanya saling mencintai di saat yang tidak tepat.

Gadis brunette itu melirik jam tangannya setelah itu segera berdiri. "Baiklah, aku harus pergi sekarang. Good bye!"

Harry melambai tangannya ketika gadis itu mulai melangkah menjauh, memasukki gedung kampus kembali.

Setelah Harry tak dapat menjangkau pandangannya terhadap gadis itu, ia mulai bangkit dan beralih ke tempat parkir untuk menemui mobil hitamnya.

Ia mendudukkan dirinya pada kursi pengemudi. Lelaki itu mengacak-acak rambutnya, menangis dalam hatinya. Ia lega namun sangat sakit ketika kenyataan mulai menghampiri, kenyataan bahwa ia tak punya peluang sedikitpun. Tak terkira rasanya akan sesakit ini.

Sepuluh menit berlalu dan lelaki itu hanya memandang kosong. Ia bahkan tak tahu apa yang sedang dirinya pikirkan, terlalu kelabu.

Menit selanjutnya ia memutuskan untuk meraih iPhonenya dan mengetikkan nomor telepon Peter.

Ketika mulai tersambung Harry berdeham. "Peter, tolong sampaikan pada Dad bahwa aku baru saja menyelesaikan surat-surat disini, aku akan kembali ke London nanti malam."

Ia akan mempercepat kepergiannya, karena semua ini sudah bagaikan kata selamat tinggal baginya di New York. Begitu juga akhir dari kisah cintanya, ketika hanya terasa bagaikan waktu yang terus berubah, malam yang berganti, dan kenangan yang akan tergantikan.

---

The End.

Tersedia kolom komentar untuk menghujat disini 👉👉👉

Terimakasih untuk para readers setia yang telah mendukung 'Night Changes' yang masih memiliki kekurangan dalam pembuatannya, bahasa, dan sebagainya. Votes dan comment yang kalian berikan sangat berarti dan sangat saya apresiasi! 🥰

Don't forget to give votes and leave the comments! See you on the bonus chapter of Night Changes! Xx
-Janx

Night Changes™ // h.s.Where stories live. Discover now