Chapter 46 : Quarrel

133 22 6
                                    


A.N., Thank you for waiting the story. I'll work faster to finish this story. SO, enjoy the story and don't forget to leave votes and comments! I really appreciate that! ENJOY

Xx.

[Short re-Chapter]

Louis, Niall, dan Liam, yang tadinya tak berkata-kata ketika jantungku rasanya ingin copot, malah tertawa terbahak-bahak. "Dasar Amy! Aku kaget ketika kau sangat panik karena Harry tak masuk hari ini." ucap Louis menahan tawanya.

"Ya, janganlah terlalu tegang. Dia tidak sakit kok, bahkan dia terlalu sehat hari ini untuk bolos dan kencan seharian penuh dengan Kendall." tambah Niall, membuatku yang menganga kali ini. "M-maksudku, si nenek lampir itu." ralat Niall sambil memberi isyarat dengan tangannya.

Aku berlari ke sisi kelas, membuka jendela lebar-lebar, kemudian menghirup nafas sekuat-kuatnya, "HARRY STYLES SIALAN! KAU AKAN KU PANGGANG MALAM INI JUGA!"

---

[Amy P.O.V]

Ketika sampai di depan apartemenku, Zayn mengecup keningku. Kemudian jari-jari tanganya mengelus puncak kepalaku pelan. Sambil tersenyum dia menatap manik mataku, "Jangan dipikirkan Amy, nanti kau stress dan jelek."

Aku menghela nafas. "Ya, aku tahu. Aku seharusnya tak perlu memperdulikannya lagi."

Zayn terkekeh. "Oh iya, aku mau minta nomor teleponmu. Nomor telepon lamamu tak dapat kuhubungi." Ia memelas dengan menyuguhkan iPhone miliknya.

'Kau hanya boleh menghubungiku.'

Ucapan Harry waktu itu masih terngiang jelas dalam gendang telingaku. Walaupun sebenarnya aku telah melanggar aturan dengan memberikan nomor teleponku kepada Cara dan Eleanor, namun rasanya lebih berat untuk mengacuhkan larangan untuk yang satu ini, apalagi meningat dia adalah alasan Harry memberikanku iPhone baru. Ditambah lagi, kemarin aku dengan Harry bertengkar, membuatku sangat tidak sudi memakai barang miliknya.

"E-ehm, begini, bukannya aku tidak ingin memberikan nomor teleponku," Aku memberanikan diriku untuk menatap wajah lelaki tampan di hadapanku, "tapi, ini bukan iPhone milikku. Jadi,.. kuharap kau mengerti.."

Sangat terlihat jelas bahwa Zayn memaksakan senyumannya. "Dari Harry, ya?"

Aku mengangguk pelan, menjawab pertanyaanya dengan sedikit ketakutan.

Kini giliran dirinya yang menghembuskan nafas berat. "Baiklah, aku mengerti." Seketika ia memamerkan senyuman tulusnya, "Kalau begitu, besok sepulang sekolah, ayo kita cari handphone baru untukmu."

Aku menaikkan kedua alisku, "Aku tak punya ua—"

Ucapanku terhenti ketika jari telunjuk Zayn menempel pada bibirku. "Stt, aku yang belikan. Jangan menolak."

Aku yakin sekarang wajahku telah memerah semerah kepiting rebus. Oh Tuhan, aku benar-benar rindu sosok peduli dan manisnya! "Hm, ba-baiklah. Terimakasih, Zayn."

"Ya sudah, masuklah ke kamarmu. Sampai ketemu besok, sayang." ucap Zayn lembut sambil menepuk pundakku.

"Daahh.." Aku melambaikan tanganku seirama dengan langkah kakiku menuju apartemen.

Aku menghirup udara segera setelah memasuki gedung apartemen. Aku menengok kembali ke belakang, melihat Zayn dari balik pintu kaca yang baru saja kulewati. Zayn nampak baru saja masuk ke dalam mobil miliknya. Beberapa detik kemudian, mobil tersebut telah melaju dengan cepat.

Aku tersenyum, kemudian menggunakan lift untuk membawaku ke lantai di mana kamarku berada. Sesampainya di lorong, aku menemukan dua orang yang tak lagi asing bagiku. Entah angin dari mana sampai-sampai dua makhluk sinting itu berada di samping pintu kamarku. Siapa lagi kalau bukan Harry si bocah keriting dengan pacar barunya, maksudku nenek lampir satu ini?

Night Changes™ // h.s.Where stories live. Discover now