Chapter 29 : Who Should I Choose?

225 43 1
                                    

A/N : Hola, btw kemarin aku salah nulis tahun dan kurang perhatian karena terlalu ngantuk.

Readersku mengurang karena aku hiatus sangat lama, tapi aku sangat bersyukur masih ada yang mau baca, vote, comment walaupun ga sebanyak dulu. Thank you guys! Xoxo.

So, hari ini, sesuai janji, aku update. Don't forget to leave VOTE and COMMENT(S), ya! Enjoy!

---

[Short re-chapter]

Lelaki ikal itu terbahak. "Kau benar-benar cinta padaku sekarang. C-I-N-T-A, Amy! Tak kusangka!"

"DIAM HARRY! Aku tak mencintaimu!" gerutuku dengan lantang, kemudian menjatuhkan diri diatas ranjang kembali. Namun, aku merasa ada penolakan dari dalam diriku. Benarkah aku sudah ditaklukan olehnya? Bahkan ini baru hari kedua aku bertemu dengannya!

'Tidak, Amy. Kau tak boleh mencintainya! Dia mencintai Cara! Dia hanya bermain-main denganmu!' ujarku dalam hati, membuat sugesti bahwa aku tak menyukai atau mencintainya bahkan tidak akan pernah!

+++

[Harry P.O.V]

Aku terbahak ketika ia tak jujur mengakui bahwa ia telah terpesona akan ketampananku. Sudah kukatakan, cepat atau lambat, gadis ini pada ujungnya akan mencintaiku juga.

Pun, aku menempelkan punggungku pada dipan kasur, bersandar kembali. "Kau tak perlu berbohong seperti itu, Amy.." Aku tersenyum melihat tingkahnya.

Akhir-akhir ini aku jadi sering sekali tersenyum bahkan tertawa karena gadis yang keterlaluan bodoh.

Maksudku, aku sungguh bersyukur karena aku tak mengira bisa langsung cocok dan punya teman dekat ketika aku baru saja pindah ke New York. Hidupku memang sudah ditakdirkan selalu indah. Aku sangat beruntung dilahirkan menjadi seorang Harry Styles.

"By the way, aku ingin cerita. Jangan cemburu, ya.." Ijinku ketika kejadian hari ini terlintas kembali di benakku.

"Curhat maksudmu? Ha-ha. Buat apa pula aku cemburu." ucapnya.

Alisku menyatu. "Curhat? Curahan hati? Aku hanya ingin cerita tentang hari ini, bukan menyatakan perasaanku padamu."

"Apa bedanya. Mulai saja, astaga. Aku mulai mengantuk, kau tahu." komentarnya.

"Yasudah! Aku akan mulai. siapkan telingamu, dengarkan baik-baik. Sudah siap?" tanyaku antusias.

Kulihat ia hanya memejamkan matanya dan mengangguk pelan, tanda persetujuan.

Aku tersenyum puas dan menatap langit-langit kamar sambil mengingat kejadian hari ini.

"Oke, mulai. Tadi di sekolah, Cara menjadi ketus denganku padahal seingatku, aku tak melakukan apa-apa kepadanya. Hubunganku dengan Cara menjadi kurang dekat, Amy. Bagaimana ya," Aku menghembuskan nafasku perlahan.

"Mungkin ini adalah salahmu. Ya—memang benar ini semua salahmu. Kau yang tak mengingatkanku kalau Cara sekelas dengan kita, kau juga malah pakai jasa gendong ke kantin pula. Dia benar-benar cemburu karenamu." lanjutku sambil memejamkan mataku, mengistirahatkannya untuk sejenak.

"Selain itu, aku juga bertemu seorang gadis cantik—yang sepertinya sangat populer—dengan gengnya itu. Wajahnya benar-benar cantik dengan polesan tipis. Kalau tak salah namanya Sen..Kendall. Haa~ sungguh beruntung aku pindah ke New York." ceritaku panjang lebar.

"Ketika dia pertamakali bertatapan denganku, aku tahu, bahwa saat itu juga dia telah menyukaiku. Ah, rasanya aku ingin mencoba berpacaran dengannya... Cantik dan tampan, serasi bukan?"Aku terkekeh mendengar ucapanku sendiri yang begitu percaya diri.

"Tapi tak bisa kupungkiri kalau Cara itu cantik sekali. Namun disisi lain, Kendall juga cantik. Aku bingung memilih diantara mereka, give me some advices please.. Lebih baik aku mengejar yang mana? Cara atau Kendall?" tanyaku meminta saran.

...

Tak ada jawaban. Sepertinya, Amy sedikit kesal hingga sedari tadi tak mengeluarkan sepatah katapun untuk menanggapi ucapanku.

"Baiklah, aku menyerah—padahal bilang saja kalau kau cemburu jika aku hanya memilih diantara keduanya. Benarkan kau pada akhirnya malah jadi cemburu setelah mendengar ceritaku?" cibirku.

"Jujur saja, kau itu gadis yang sangat cantik. Pertama kali aku melihatmu, aku langsung berpikir bahwa hari itu aku sungguh beruntung. Tak kusangka dapat bertemu dengan gadis cantik sepertimu ketika pertama kali sampai di New York walaupun sewaktu itu kau sedang dalam keadaan yang super berantakan." hiburku dengan jujur. Percayalah aku jujur mengatakannya.

Aku tersenyum tipis sambil mengingat-ngingat kejadian dua hari yang lalu, ketika pertama kali aku dan Amy bertemu. Pada saat Amy hanya menggunakkan sendal jepit, dengan rambut yang sudah berantakan seperti habis diguyur hujan. Juga, membuatku kembali mengingat wajahnya yang sangat garang ketika membentakku karena menuduhku macam-macam.

Kekehan kecil keluar kembali dari mulutku. "Ketika itu juga, aku merasa kamu ini sangat galak dan mudah dibodohi, maka aku senang sekali membuatmu marah padaku. Itu sepertinya akan menjadi salah satu kesenangan baruku di New York."

"Bedanya, kau tetap cantik walaupun kau sedang marah, nangis, berantakan. Aneh sekali. Oh... Bagaimana kalau aku mengejarmu saja?" ujarku menggodanya.

...

Bahkan untuk yang kedua kalinya, aku tak mendapatkan jawaban lagi. Oh, apakah ia saking kesalnya denganku hingga tak mau menanggapiku sepatah kata saja? Mengesalkan.

Pun, aku beranjak dari posisi dudukku yang sudah nyaman, berniat untuk membuatnya menyesal telah menghiraukan ceritaku yang panjang lebar beserta pujianku padanya.

"Berani-be—," Ucapanku terpotong ketika melihat kedua matanya tengah terpejam. Yang benar saja sedari tadi ia tertidur?! Kejam sekali.

Untuk memastikan, aku mendekati wajah Amy. Terdengar dengkuran halus dari gadis ini, sepertinya ia kelelahan setiap malam tak bisa tidur. Aku mengamati wajahnya yang terbentuk begitu indah dan ekspresinya yang sangat polos ketika ia tertidur. Sungguh, dia ini malaikat. Bagaimanapun, aku jadi tak tega untuk membangunkannya yang tengah tertidur pulas,

Tak tega tak berarti kekesalan padanya berakhir. Padahal dia tadi menyuruhku mulai berbicara! Ah, pantas saja, dia tak bilang akan mendengarkanku, bukan? Lagi pula aku juga lupa mengatakan kalau aku akan menghukumnya apabila ia tidak mendengarkan ucapanku. Jangan-jangan aku mulai tertular kebodohan gadis ini? Huh.

Sudahlah, lebih baik kembali ke kamarku dan beristirahat juga—meski esok adalah hari libur, setidaknya aku mendapatkan istirahat yang cukup setelah menjalani hari yang melelahkan.

Selanjutnya, aku kembali terkejut ketika memerogoh kantung celanaku. Oh, payah sekali, aku baru mengingatnya sekarang. Persetan!

---

to be continued...

Last Update : Sunday, May 28, 2017. 09:26 PM.

Next Update : Saturday, June 3, 2017.

Don't forget to give my story appreciation. Thank you! Boo-bye..

[If you don't mind, check out my another published story titled 'Love Short Story [1D]' for Harry, Louis, Liam, Niall 's short stories :)]

Night Changes™ // h.s.Where stories live. Discover now