Prologue

1.4K 180 48
                                    

"I love you, Amy.."
.
.
.
.
.
"..Ehm.. So, will you be mine?"

"Oh." Balasku singkat, memutarkan kedua bola mataku. Lalu kembali menatap lelaki itu dengan malas.

"Ofcourse.." Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, ia mengembangkan senyumnya, menjijikan. Oh ya ampun, dia pasti tengah berkhayal! "...no."

Kupikir semua lelaki itu bodoh, aku tak mengerti jalan pikiran kaum mereka. Padahal sangat sering kutegaskan bahwa aku tak ingin berpacaran hanya untuk menyesal, lalu menggantung diri di pohon toge.

Okay, aku memang berlebihan. Tapi memang benar nyatanya, lelaki terkutuk itu telah mengajarkanku menyesal seumur hidup berpacaran dengannya.

Trauma? Ya. Maka, aku hingga detik ini pun belum berani untuk menjalin hubungan lagi. Kurasa, berpacaran adalah cara yang dapat membunuhku perlahan.

"Apa?! Kau pasti bercanda, kau tak punya alasan untuk menolakku, Amy.."
Matanya yang memohon belas kasihan membuatku mual.

"Kumohon Amy.. Segala yang kau inginkan akan aku penuhi, aku janji." Lanjutnya yang membuatku tersedak.

Tak mungkin dia dapat menghapus masa laluku. Dia hanya membuang waktuku saja

"Aku menolak. Selesai, kan? Permisi, aku sibuk." Tegasku, sebelum setelahnya berbalik dan berlenggang pergi menjauh dari sosoknya.

Persetan dengan lelaki tersebut yang masih memanggil namaku, aku tak berniat menghentikan satu pun langkahku.

"Lihat siapa yang ditolaknya hari ini! Dia pasti mabuk!"

"Bahkan Thomas saja tak bisa memikat hatinya?"

"Bukankah itu kabar baik? Kita kini bisa bebas mengejarnya, kan? Tak usah urusi cewek sinting itu."

"Apa mungkin dia masih mencintai mantannya itu, ya? Bisa jadi, kan?"

Aku hanya terus melangkahkan kakiku dengan bisu, tak berniat mencari perkara.

Juga, untuk apa menanggapi? Tak ada untungnya bagiku. Terserah mereka, menyebarkan gosip tak benar pun aku tetap tak peduli.

Di kampus ini aku kuliah bukan untuk bersenang-senang.

Lagi pula sebenarnya seleraku tak aneh. Kuakui, ketua tim basket itu punya wajah yang tampan.

Kalau saja bukan karena masa laluku, sudah pasti aku menerima pernyataam cintanya, atau bahkan aku yang mengejarnya duluan.

Tapi sayang sekali, dengan situasiku saat ini, aku tak menginginkannya. Aku malas dengannya—menurutku dia itu tak menarik.

Sepertinya memang tak ada yang menarik dari semua lelaki. Bisa-bisa aku jadi penyuka sesama jenis lagi. Bukankah lebih menyenangkan? Oh.. Aku hanya bercanda. Bakekok.

---

Vote, comment, share. It's simple.
Love, Janx
#Edited

Night Changes™ // h.s.Where stories live. Discover now