Chapter 32 : Café Shifts

195 36 6
                                    

A.N. Halo! New Update.

Terimakasih buat semua readers yang udh setia nunggu cerita ini.

Vote, comment, dan share, ya! Jangan sungkan-sungkan kasih saran atau komentar tentang cerita yang aku buat!

So, ENJOY!

---

[Short Re-Chapter]

Tak perlu waktu lama, kemeja kerjaku telah melekat pada bagian atas tubuhku. Pun, aku keluar dari ruangan staff, berniat untuk membantu Olivia di luar.

Ketika baru saja melangkahkan kaki keluar dari ruangan staff, aku berpapasan dengan salah satu rekan kerjaku, Arthur.

"Selamat pagi, Amy sayang.." sapanya sambil tersenyum lebar, seperti biasa.

+++

­­­"Oh.. hai, Arthur. Kau membuatku terkejut," balasku ikut tersenyum.

Ku ingatkan, jangan pernah berpikir Arthur adalah lelaki genit sebagaimana banyak pria di luar sana. Hanya saja, ia... gay. Jadi, ini bukanlah hal yang ganjil ketika ia bersikap seperti itu pada teman perempuannya, apalagi padaku, yang tak lain adalah sahabatnya.

Ia terkekeh. "Kalau begitu, aku ganti pakaianku dahulu. Sana, kau bantu Olivia diluar. Sampai jumpa lagi, aku mau bercerita padamu nanti."

Aku menganggukkan kepalaku, menyetujuinya.

Tanpa melihat Arthur menghilang dibalik pintu, aku segera melangkahkan kaki dengan cepat, menghampiri Olivia yang tengah menurunkan kursi-kursi kayu dan masih belum juga selesai menata meja.

"Aku kembali." Aku menepuk pundak Olivia, membuatnya sedikit terkejut akan kehadiranku. "Jadi,.. ada yang bisa kubantu?" tanyaku sembari tersenyum.

Ia berpikir sejenak, sebelum setelahnya ia menyerahkan sebuah nampan besar dengan tabung-tabung berisi garam dan merica. "Bantu saja aku merapikan meja-meja ini. Thank's."

"Baiklah." ucapku seraya menerima nampan besar penuh borol garam dan merica tersebut darinya. Aku pun segera melangkahkan kakiku dari satu meja ke meja lainnya untuk menyelesaikan tugasku.

Setelah selesai, aku menengok, melihat jam dinding. Jarum jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Itu berarti, aku masih ada waktu luang sekitar setengah jam sebelum café dibuka.

Setengah jam. Aku masih memiliki waktu yang cukup banyak untuk mendengarkan cerita yang ingin Arthur sampaikan, bukan?

Manik mataku melirik ke arah Arthur yang tampaknya sedang sibuk mengelap kaca-kaca depan. Melihatnya sedang bekerja membuatku tidak enak hati untuk memintanya ia bercerita padaku sekarang, walaupun jujur saja, aku penasaran setengah mati.

Akhirnya kukurungkan niatku untuk menuntut cerita itu sekarang. Lagipula masih ada banyak waktu sepulang shift untuk mendengarkan ceritanya. Sebaliknya, aku menghampirinya, berniat membantunya mengelap kaca depan café.

"Arthur, mau kubantu?"

"Hey, cantik. Tidak perlu, lagipula ini kaca terakhir, kok. Setelah ini aku mau pergi ambil bahan-bahan yang tadi pagi lupa kubawa. Aku tadi pagi buru-buru ke café, jadi ketinggalan deh~" ujarnya santai.

Aku mengangguk, menanggapi ucapannya. "Okay... Tak perlu kubantu membawakan bahan-bahan itu, nih? Setahuku, itu banyak, kan?"

Ia menoleh kearahku sebentar dan tersenyum lebar. "Ah~ aku hari ini bawa motor. Kalau kau ikut, nanti barang-barangnya tak muat. Tak apa, kau istirahat saja. Nanti kau capek bekerja."

Night Changes™ // h.s.Where stories live. Discover now