Chapter 6 : Chance, huh?

463 78 15
                                    

[Short Re-Chapt]

Kemudian pandanganku tertuju pada gadis yang kutemui di lift yang masih tertidur dengan posisi duduk menyandar di dipan kasur, sama seperti diriku sebelumnya.

Melihatnya yang masih terlelap mengaktifkan pikiran jahilku. Ini pasti akan menyenangkan.

+++

Aku bangkit dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Dengan hati-hati aku berjongkok di depannya, sehingga ia kini berhadapan denganku.

Kuakui gadis ini sangat cantik, kulitnya sangat mulus. Aku memajukan wajahku sehingga hanya menyisakan 5 centi jarak di antara kami.

Aku dapat merasakan hembusan nafasnya. Aku terseyum pelan dan mengusap kedua pipinya lembut.

Oh, jangan berpikir macam-macam. Aku takkan macam-macam dengannya. Berciuman dengannya adalah kalimat yang bahkan takkan ada dalam mimpi seorang Harry Styles.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menepuk kedua pipinya. Dalam hitungan detik, matanya terbuka lebar dan berteriak kaget. Ditambah dengan wajahku dengan cengiran seorang tolol tepat dihadapannya, membuat gadis ini berteriak kian histeris.

Aku tertawa puas melihat reaksi gadis bodoh satu ini. Apalagi tadi aku benar-benar berada tepat di depan wajahnya, sangat beruntung, karena tidak ada siaran ulang untuk melihat wajah bodohnya itu.

"DASAR IKAL JELEK PENGANTAR PIZZA!" Ia menutup wajahnya sedangkan aku masih tertawa. Persetan dengan revolusi nama yang dibuatnya, kurasa tidak terlalu buruk, justru menurutku itu cukup keren. Mungkin kapan-kapan harus kucoba melamar sebagai pengantar pizza, bukan begitu?

Ia memelototiku dengan hawa membunuh. Aku segera berlari mengelilingi kamar mungil-nya ini.

"HEI KAMU GERI BERI CERI APAPUN NAMAMU! JANGAN LARI! SINI KUBUNUH KAU PERLAHAN!" Aku tak mengubirisnya dan terus berlari tanpa menghentikan tawaku.

"Sungguh ingatan yang buruk, nona." Aku kembali tertawa.

Cara dan Eleanor hanya terpaku melihat kami berdua, tapi siapa peduli?

Oh.. Lupa, ada Cara. Ralat, aku peduli. Jadi aku memutuskan untuk berhenti berlari dan duduk di meja makan.

Sayangnya Cara sudah duduk berdampingan dengan Eleanor. Tak apa, masih ada tempat duduk di hadapannya.

"Akhirnya kau berhenti juga. Apa sih salahku padamu? Kau itu orang yang kurang waras. Jangan-jangan kau ini pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa, ya? Iya kan? Ah, pasti aku benar. Kapan aku pernah salah. Such a crazy guy...bla-bla-bla..." Dengarkanlah.. omelannya sangat menenangkan, seperti sungai yang terus mengalir. Perasaanku tak pernah setenang ini. "...Sekarang malah senyum-senyum sendiri. Sepertinya kita harus membawanya segera ke rumah sakit jiwa, dugaanku benar." Dia berhenti.

Why? Padahal tadi aku sangat menikmatinya.

"Sudahlah, lupakan saja. Kapan kita akan makan?" Tanya gadis yang baru saja selesai dengan ocehannya. Ia mengambil tempat duduk di sampingku lalu melipat kedua tangannya di dada.

"Dari tadi kami menunggumu bangun" Eleanor menyimpulkan. Lalu Eleanor membuka bungkus pizzanya.

"Maafkan aku, ak—"

"Bodoh", cibirku.

Ya, tepat sekali ia bodoh. Karena ia menyebut orang yang se-ganteng dan se-keren seperti aku adalah orang gila. Aku ini adalah lelaki idaman semua wanita.

"Diam kau! Sana pulang ke kandangmu! hush!" Dia pikir aku hewan apa? Maaf, tapi kukira itu hinaan.

Aku menatapnya kesal, ia membalasku dengan kedua matanya yang menyipit.

"Huaaa tatut, mamaa!! haha" pekikku. Ia membawaku kembali tertawa. Sudah kukatakau gadis ini bodoh.

"Kalian sudahlah.." Cara menghentikan tawaku.

Aku kembali tersenyum dan menatap wajahnya dengan lekat. Sungguh dia sangat cantik. Sebenarnya dia itu malaikat atau dewi sih? Aku tak bisa membedakannya.

"Hei Cara, kenapa dia kau suruh masuk?!" Gadis sebelahku mengacungkan jarinya kearahku.

"Karena aku ganteng 'kan, babe?" Aku mengedipkan satu mataku ke arah Cara. Cara tersenyum, membuatku puas.

"Alasan macam apa itu." cibir gadis brunette sebelahku, sebelum setelahnya ia dengan seorang gadis lagi—Eleanor—mencuci tangannya.

Eh, peduli apa aku dengannya? Pandanganku tetap tak berpaling dari Cara. Tak usah mencuci tangan juga tak apa-apa, selagi masih ada Cara dihadapanku.

Cara terkekeh dan berdiri untuk mencuci tangan. Yasudah, kalau begitu, aku juga akan mencuci tanganku.

Aku berjalan ke arah kamar mandi dan menemui Cara sedang mencuci tangannya. Aku memeluk tubuh rampingnya dari belakang. Sebut aku cari kesempatan dalam kesempitan pun tak apa, itu memang benar.

Cara terkejut dan mengacak-acak rambutku, "Berhentilah mengejutkanku, bro".

Aku hanya tersenyum dan melepaskan pelukanku. Cara pergi keluar sedangkan aku mencuci tangan, tapi sepertinya...

-

Coba deh, itung berapa kali heri senyum-senyum sendiri, merhatiin Cara terus. Bosen sampe nulisnya juga.

Aku tau chapt sebelumnya dan chapt ini dikit. Tolong ya perhatiannya,

keep vomment, I need your vote and comment for next long chapter yeay?

Lanjut kalau votesnya udah nyampe 340++ votes and 5++ comments yha!

don't be silent readers ya, vomment and enjoy the story.

Janx

Night Changes™ // h.s.Место, где живут истории. Откройте их для себя