7 •『Il Sait Tout』

370 43 17
                                    

Dia tahu segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tahu segalanya.

KEJADIAN di kantin sudah menyebar dengan cepat. Bagi anak-anak Mosa kelas sepuluh yang baru masuk ke sekolah Mosa, jelas hal tersebut sangat mengejutkan

Berita perihal seperti ini memang mudah tersebar. Seakan berita tersebut tidak boleh dilewatkan sama sekali, menjadi tontonan yang menyenangkan.

Hanya saja, berita tersebut tidak akan sampai ke telinga para guru. Karena sudah pasti, melaporkan sama saja menyerahkan diri secara sukarela untuk masuk ke lingkaran setan yang sama.

"Kerjain tugas gue, bangsat!"

Suara bentakan yang berasal dari Dante membuat seisi kelas XII IPA 12 menjadi hening. Perhatian mereka langsung teralihkan kepada gadis berkulit putih dan pemuda jangkung berbulu lebat.

Memang, salah satu kebiasaan anak-anak Mosa ialah masuk ke kelas jika jam istirahat akan segera habis.

Dante terlihat masih mencengkram kuat pergelangan tangan Neysia. Padahal, di sana masih terdapat luka bekas gadis itu melakukan self-harm. Hanya saja, tertutup oleh seragam Neysia yang lengan panjang.

Gadis berkulit putih itu harus menahan rasa sakitnya dua kali lipat. Matanya berusaha menahan air mata yang akan menetes. Bibirnya sudah bergetar.

Tetapi baginya, hal ini lebih baik daripada dia ketahuan melakukan self-harm. Jika tidak, semakin banyak hal mengerikan yang akan mendatanginya.

Pemuda itu mengacaki rambutnya dengan kesal. "Gue nyuruh lo buat kerjain tugas gue, bukan diem jadi patung, Monyet!"

Tidak ada respon yang dikeluarkan oleh gadis yang dibentak oleh Dante. Beberapa dari anak-anak Mosa di kelas berpikir. Jika mereka di posisi Neysia, mungkin mereka sudah memilih untuk pindah sekolah.

Dante membisikan sebuah perintah kepada teman-temannya. Senyuman licik menjadi iringan dari bisikan tersebut.

Riza sudah mengetahui situasi yang akan terjadi selanjutnya. Dia memutuskan untuk melangkah pergi keluar dari kelas.

Seolah bisa diibaratkan Nial sebagai ketuanya dan Dante sebagai wakilnya, karena jika tidak ada Nial, Dante yang memerintah segala sesuatu yang ada.

Teman-teman Dante berpencar di dalam kelas untuk merobek banyak kertas lalu meremas-remasnya. Niatnya memang membuat banyak bola untuk dilemparkan secara bertubi-tubi kepada Neysia.

"Lempar ke tuh jalang!" perintah Dante seolah penuh kebencian dan mempunyai dendam kepada gadis di hadapannya.

Teman-temannya jelas dengan senang hati menuruti perintah. Mereka melempari berbagai gumpalan kertas itu ke Neysia disertai perkataan yang tajam nan pedas.

Tuk! Tuk! Tuk!

"Jalang bukan di sini tempatnya! Di sini itu tempatnya orang-orang yang pantes, bukan kayak lo, udah bego tolol lagi!"

"Orang disekolahin mah jadi pinter, lah ini  disekolahin malah nyusahin orang doang bukannya berguna, bangsat!"

"Mati aja lo, mati! Gak ada yang peduli lo hidup, malah bersyukur kalau lo gak ada! Nyokap lo juga paling nyesel udah lahirin lo ke dunia ini! Sampah!"

"Seorang sampah sekolah di sekolah ternama kayak gini? Lo gak ngaca kalau lo gak cocok sekolah di sini? Mikir! Perbanyak ngaca tiap hari! Jangan cuma pinter pelajaran!"

Neysia menggeleng. Air mata yang sedari tadi dia tahan kini terjatuh. Dia memang tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

Tidak tahu kah mereka bahwa semua perkataan tersebut, menancap di hati gadis ini? Sama sekali tidak terpikirkan oleh mereka atau bagaimana?

"Berhenti ..., aku mohon," ucap Neysia dengan suara yang lemah di tengah isakannya. Bahunya sudah bergetar hebat.

Tuk! Tuk!

Perkataan Neysia sama sekali tidak didengar oleh Dante dan lainnya. Mereka tetap mencaci maki dan melempari gumpalan kertas di tangannya.

"Aku ... aku ...." Kedua tangan gadis itu sudah menutupi telinganya. Dia tidak tahan mendengarnya. Bahkan mulutnya, tidak bisa mengeluarkan satu kalimat pun.

Irama jntungnya berdetak dengan kencang. Rasanya, kedua kakinya tidak akan bisa menahannya lebih lama lagi. Dia benar-benar terasa sendiri, begitu sesak.

Seolah dia telah melakukan banyak kesalahan besar di hidupnga dan seluruh dunia menghukumnya.

Bahkan, untuk hal seperti terlahir di bumi ini, bernapas, begerak, ingin merasakan kehangatan dan kebahagiaan, itu semua seperti sebuah kesalahan.

"Cengeng banget, anjing!"

"Emang udah gue duga, dia tuh cewek lemah yang enggak bisa apa-apa! Babi!"

"Ini tahun ketiga lo di Mosa dan lo masih betah buat sekolah di sini? Muka lo berlapis-lapis ya sampe gatau malu? Berapa lapis, sih? Ratusan? Ribuan?"

"Harusnya dari awal, lo mikir-mikir dulu buat masuk ke Mosa. Lo pikir, anak-anak Mosa mau nerima bahkan punya temen kayak lo? Malu-maluin, bego!"

"Gak berguna, culun, hidup lagi!"

Neysia meremas kedua rambutnya. "Aku mohon ..., tolong berhenti. Tolong ...."

Tari yang berdiri di depan pintu kelas XII IPA 12 tidak terima. Dengan kedua bola matanya, dia menyaksikan bahwa Angga dan Gilang berdiri di samping Dante.

Kedua pemuda itu terlihat tertawa bersama. Sontak, kedua tangan Tari mengepal dengan kuat. Sudah cukup rasanya selama ini dia menutup mata atas semua masalah di sekolah Mosa, termasuk masalah yang ditimpa oleh Neysia.

Perkataan yang dilontarkan Dante dan teman-temannya saja berhasil menyakiti hatinya, apalagi hati Neysia yang sebagai sasarannya? Seolah obat pahit yang harus ditelan oleh Neysia setiap hari.

Terlebih, Angga dan Gilang malah ikut tertawa tanpa membantu. Tertawa tanpa beban, juga tanpa rasa bersalah. Seolah menyaksikan hal tersebut sangatlah menyenangkan, bukan menyakitkan.

Ia akan membela kebenaran.

╭⋟────────────────╮
  ✦✧ La Fragilité
╰────────────────⋞╯

Terima kasih telah membaca
La Fragilité!♡

Sampai bertemu Hari Minggu, 7 Juli 2019 yap💋

Sampai bertemu Hari Minggu, 7 Juli 2019 yap💋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tertanda,

Katapiraa

La FragilitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang