2 •『Côté Des Mensonges』

Start from the beginning
                                    

Untuk apa seorang ibu melahirkan anak jikalau dia tidak mau mengurusi dan merawat anak itu hingga tumbuh dewasa dan sukses?

"Saya harap kamu mengerti, Danial. Saya dan Papa kamu telah memutuskan untuk mengakhiri pernikahan ini. Itu keputusan terbaik di antara keputusan yang ada."

"Jagoan Papa, dengerin Papa baik-baik. Papa sama Mama berpisah cuma untuk sementara waktu, kok. Berpisah untuk saling mendewasakan diri. Gapapa, ya?"

Untuk apa orang tuanya menikah, jika pada akhirnya perceraian menjadi jawaban dari lubuk hati kedua insan itu?

Bodohnya, Nial kecil percaya begitu saja dengan ucapan sosok orang yang dianggapnya sebagai papa. Padahal, semua itu hanyalah ucapan manis semata.

Ucapan manis yang digunakan untuk menutupi kenyataan pahit, bahwa keluarga mereka tidak akan pernah bisa bersatu kembali. Tidak akan ada hangatnya canda tawa keluarga lagi.

"Nial, mau Oma ceritain tentang Mama Papa Nial dulu enggak? Mereka sewaktu muda, benar-benar saling berjuang, lho. Semua rintangan mereka hadapi bersama."

Untuk apa orang tuanya dahulu membuang-buang waktu-saling berjuang atas nama cinta, jika pada akhirnya mereka lebih memilih rasa ego sendiri?

Apakah menyakiti hati seseorang sudah menjadi kebiasaan mereka?

Menyakiti seakan hal tersebut menjadi sepele, sama sekali tidak masalah. Padahal sebaliknya, rasanya seolah banyak pisau yang menikam tanpa henti.

Nial beranjak dari tempat tidurnya. Dia memilih untuk mencuci wajah, berusaha menyadarkan dirinya sendiri bahwa tidak ada gunanya mengingat-ingat mereka.

Pemuda dengan tinggi kira-kira seratus delapan puluh sentimeter itu melirik jam dinding di rumahnya. Jam menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit.

Itu artinya, Nial masih memiliki waktu tiga puluh menit untuk sampai di sana. Tempat yang membesarkannya dari kecil sampai menempuh pendidikan Sekolah Dasar.

Memang, dari kecil dia sudah tinggal di rumah Oma dari Mamanya. Dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dididik sebagai anak baik, dan sebagainya.

Ketika anak-anak lain seusia Nial kecil, banyak yang merengek-rengek agar dibelikan mainan baru serba mahal.

Namun, Nial berbeda dari yang lain. Sedari kecil diberikan semua yang dia mau, asal tidak bermain di luar rumah.

Sudah menjadi kebiasaan pula jika rumah Omanya dijadikan tempat berkumpulnya keluarga besar. Dari sana, Nial dapat bertemu orang tuanya yang sibuk bekerja.

Bekerja, hingga melupakan bahwa mereka juga mempunyai seorang anak untuk dirawat, dibesarkan, dan juga disayangi.

Tetapi memori paling menyakitkan menurut Nial adalah ketika pada awalnya dia bahagia, Mama dan Papanya  mengunjungi dirinya selain pada waktu-waktu acara keluarga.

Awalnya memang bahagia, tetapi akhirnya tidak. Mereka membicarakan perceraian kepada anak yang masih menempuh Sekolah Dasar kelas tiga.

"Mama, ke—"

Tangan Daniella mendarat di salah satu pundak Nial. "Dengarkan saya baik-baik, jangan menghubungi saya jika hal yang kamu sampaikan tidak penting, termasuk membahas tentang Papa kamu juga kepada saya. Kamu paham?"

"Ta ... tapi kenapa, Ma?" Nial kecil tampak terkejut dengan semua penjelasan ini. Dia terlalu kecil untuk dapat memahaminya.

"Karena saya sibuk," jawab Daniella dengan singkat. Tidak ada kata-kata yang dapat diucapkan oleh Alan sebagai seorang papa atau pun mantan suami Daniella.

Daniella melirik ponsel yang menyala, pertanda ada sebuah pesan masuk. Dia memutuskan untuk berbalik badan, pergi meninggalkan Alan dan Nial.

Nial mengambil ponsel yang berada di dekatnya. Membuka layar dengan sidik jari dan mengetikan pesan di papan layar.

Danial: Mama apa kabar?

Pemuda itu memejamkan matanya. Jari jemarinya terlalu berat untuk mengirim pesan yang sudah diketiknya. Sungguh, hatinya ingin mengetahui kondisi sosok yang melahirkannya, tetapi logikanya mengatakan tidak perlu.

Nial menggeleng. Dia memilih menghapus pesan yang sudah dia ketik. Dipakainya dasi yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri.

Benar-benar acara keluarga yang formal. Tidak seperti acara keluarga lainnya yang diisi canda tawa menghangatkan, acara keluarga ini lebih dipenuhi kepura-puraan.

Contoh kecil, Daniella dan Alan berpura-pura masih menjadi sepasang suami istri dan Nial sendiri berpura-pura menjadi anak yang baik di depan Omanya.

Di depan keluarganya, dia menutupi identitas dirinya sebagai anak nakal. Dia menunjukkan sikapnya yang ramah, baik, suka menolong, dan tidak melakukan hal-hal yang dianggap tidak baik.

Di dunia luar, dia menutup identitasnya sebagai anak yang dididik untuk menjadi baik anak dan cucu kesayangan Oma. Dia membuat orang lain mengenalnya sebagai tingkah laku yang tidak baik.

Memang, dia sudah memanipulasi dirinya di hadapan banyak orang, tidak hanya satu dua orang. Termasuk dirinya sendiri.

Nial meneguk vodka kembali. Dia memijit pelipisnya seraya berkata, "Jadi, gue ini sebenarnya siapa?"

╭⋟────────────────╮
✦✧  La Fragilité
╰────────────────⋞╯

Terima kasih telah membaca
La Fragilité!♡

Sampai bertemu di Hari Rabu, 19 Juni 2019 yap!💋

Sampai bertemu di Hari Rabu, 19 Juni 2019 yap!💋

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

((Ceritanya, ini foto aku))

Tertanda,

Katapiraa

La FragilitéWhere stories live. Discover now