BAB I - 03

41.4K 5.1K 732
                                    

*

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*

*

*

SAAT PINTU KACA kantin terbuka otomatis, aku langsung masuk dan seketika udara sejuk dari pendingin ruangan menyingkirkan hawa panas di tubuhku. Udara luar lumayan menyengat karena matahari sudah merangkak ke puncaknya.

Kantin yang kumasuki ini sangat besar. Warna putih yang mendominasi memberikan kesan steril. Ada konter pemesanan dan pembayaran membentang panjang di satu sisi, berdekatan dengan partisi alumunium berpola yang memisahkan area publik dengan dapur. Setiap tingkat dihubungkan dengan dua eskalator dan tangga di antara keduanya.

Aroma berbagai macam makanan lezat mengambang di udara, menyelusup ke dalam hidung dan membuat perutku keroncongan. Menu-menu yang tersedia hari ini ditampilkan di beberapa monitor yang tersebar. Orang-orang sudah duduk di meja sembari menyantap makan siang. Semuanya berkelompok, mulai dari kelompok senior sampai kelompok siswa baru. Agaknya hanya aku yang belum memiliki teman. Seakan sendirian belum cukup menyebalkan, ketika sepasang mata menyadari kedatanganku, berpasang-pasang mata yang lain ikut-ikutan mengawasiku. Aku membalas tatapan mereka secara menyeluruh dengan angkuh, dan sialnya tak ada tanda-tanda takut pada binar mata mereka. Beberapa bahkan tersenyum miring dan mendelik dengan gaya yang menjijikan. Tanganku berusaha meredam keinginan untuk melemparkan garpu ke mata mereka. Betapa pun bencinya, kondisi psikologisku masih normal.

Aku mengantre di area khusus untuk murid baru. Sejujurnya, mataku membidik menu terbaik. Namun, Gateral tidak memperbolehkan kami membawa uang. Untuk makan siang ini, semua murid baru diberi kupon makan siang gratis senilai 50 prestise yang tak kuketahui maknanya apa. Namun, daftar harga pada menu di sini juga menggunakan prestise, bukan rupiah. Kusimpulkan alat tukar di Gateral memang seperti ini.

Aku duduk sendirian menikmati dimsum udang yang terasa hambar saat kejadian di ruangan interogatif tadi terbentang nyata di kepalaku.

Setelah menyiram si mata abu-hijau tadi, aku diserahkan pada sekelompok murid yang membawaku ke sebuah ruangan. Aku ditempatkan di sebuah kursi di depan meja panjang berwarna merah berisikan jajaran murid yang memperkenalkan diri sebagai anggota inti GSC (Gateral Student Council). Mereka menodongku dengan berbagai kalimat yang memojokkan.

"Kau tahu orang yang kau perlakukan tak sopan itu siapa? Dia adalah Giona Osvaldo, murid terbaik di Gateral, peraih peringkat paralel teratas, pemegang kursi Brie dan anggota Royal Class! Dengan kata lain, dia adalah wajah Gateral yang sesungguhnya. Dan dia adalah penulis novel yang kau bela mati-matian itu!"

Aku terbahak mendengar kalimat terakhir. Sepengetahuanku, Paul Marvin adalah pria. Namun, tawaku mendapat delikan tajam dari mereka hingga aku pun perlahan merapatkan mulut dengan canggung.

Mereka menegurku dan mengatakan bahwa apa yang mereka beritahukan barusan bukanlah lelucon dan Paul Marvin adalah nama pena Giona.

Sontak aku langsung kehilangan tenaga. Tulang dan sendiku seakan rontok semua. Lemas. Mengapa harus dia? Mengapa bisa sekebetulan dan sememalukan ini?

High School Examen [Completed]Where stories live. Discover now