Part 19 (Kejutan Tidak Menyenangkan)

70 25 10
                                    

Soal ciuman itu ....

Aku melatih apa yang akan kukatakan pada Niyo saat nanti kami bertemu di ruang makan di jam sarapan sambil berjalan mondar-mandir di kamar. Sesekali aku mengatur rambutku dan mengencangkan tali karet yang kugunakan untuk mengikatnya. Lalu berhenti di depan cermin, memastikan untuk terakhir kalinya bahwa semua sudah benar-benar rapi sebelum aku berangkat sekolah. Kemudian kutengok jam tangan di pergelangan tangan kiriku dan memutuskan segera keluar untuk menemui Niyo sebelum Stuart datang menjemput.

Hari ini aku ingin semuanya diperbaiki dan menjadi normal kembali. Di antara aku dan Niyo, di antara aku dan Stuart. Semuanya harus jelas. Namun sayangnya, saat keluar, aku hanya melihat kakek duduk sendirian menyesap kopinya di ruang makan. Tanpa ada tanda-tanda keberadaan Niyo di rumah kami.

"Dia tidak ada." Kakek mengagetiku yang masih celingukan di lorong yang memisahkan antara ruang makan dan kamar tamu.

Setengah malu-malu aku kembali ke arah tujuan semula—meja makan—dan menyeret kursiku tanpa menimbulkan suara berderit keras sebagaimana yang biasanya kulakukan. Hari ini aku ingin memberikan kesan baik dan lebih kalem di depan kakek mengingat kekacauan apa yang sudah terjadi kemarin membuatnya terlihat begitu kerepotan, aku tak ingin bila kakek mendadak berubah pikiran mengenai kesediaannya menampungku sampai kuliah atau bahkan menyesali kehadiran biang masalah sepertiku di rumahnya. Jadi aku akan sangat berusaha kali ini. Jangan sampai terlihat seperti aku memang cocok disebut gadis nakal.

"Ke mana dia pergi sepagi ini? Membersihkan sampah lagi?" terkaku sambil mengambil piring dari tumpukan di depanku dan menyentong nasi goreng untuk sarapan.

Kakek menggeleng. Ada yang berbeda dari nada bicaranya saat mengatakan kalau Niyo sudah pergi. Seolah-olah itu juga bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dia ucapkan. Sementara aku sontak melotot, reaksi spontan saat terkaget luar biasa dan berharap aku salah dengar. Tebersit pula rasa kecewa yang entah mengapa itu harus ada seandainya ucapan kakek benar-benar tidak bohong. "Pergi pulang ke laut, maksud Kakek?"

Terdengar desahan napas panjang dari kakek. Tangannya meletakkan cangkir pada tatakannya sebelum menatapku lekat. Aku tahu, ada rasa kecewa yang sama denganku tengah kakek rasakan saat ini. "Jika kamu sudah melihat sesuatu ketika pergi bersama Stuart kemarin, kurasa ke sanalah mereka akhirnya pergi."

"M-mereka?" Mendadak selera makanku hilang. Dadaku terasa sesak bahkan sekarang aku juga ingin menangis. Tiba-tiba sekali mood-ku berubah seperti pengidap bipolar.

"Semalam saat kamu sudah tidur, Niyo mendatangi Stuart untuk bicara dengannya." Kakek menuturkan hati-hati, seolah-olah tahu kalau sedikit kesalahan bisa membuatku koyak lebih dalam. Dan sayangnya, selembut apa pun itu tetap mengoyakku sebab aku sudah telanjur merasa kecewa dengan kabar kepergian Niyo sebelumnya.

Semalaman aku bahkan tidak bisa tidur karena terus dilema memikirkan perasaanku kepada Stuart dan Niyo. Jadi kecewaku tumbuh berlipat-lipat sebab telingaku sama sekali tak mendengar langkah kepergiannya meninggalkan rumah. Padahal aku terjaga!

"Sebelum pergi, Niyo sempat berpesan bahwa, jika dia tidak kembali sampai subuh, artinya dia berhasil membujuk Stuart untuk pulang bersamanya."

Aku sontak bangkit dan membuat kursiku terdorong ke belakang dengan deritan memekakkan telinga yang tadi kuhindari. Aku tak peduli. Jika benar semua yang dikatakan kakek, artinya mereka sangat keterlaluan. Berani-beraninya mereka kabur begitu saja tanpa pamit setelah membuat hati dan pikiranku gonjang-ganjing seperti bumi mau kiamat.

"Aku akan menyusul Stuart ke rumahnya dan memastikan langsung. Siapa tahu saja mereka masih tidur." Aku menelan ludahku susah payah. Tak ingin memperlihatkan tangisku pada kakek. Tapi aku gagal melakukannya sebab pandanganku memburam oleh genangan air mata yang sudah membanjiri pelupuk dengan cepat.

Delphos (End)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon