Part 12 (Pengakuan Mengejutkan)

84 22 11
                                    

Meski kesal, tapi aku menunggu-nunggu reaksi apa yang akan diberikan Niyo setelah mendengar ucapan Stuart.

Lima ... sepuluh ... lima belas....

Aku berhenti menghitung, dan menyadari kalau ini tidak ada gunanya sama sekali. Niyo tidak terpancing sedikit pun, hanya menatap padaku dan Stuart secara bergantian sekilas bahkan tanpa menghentikan kegiatannya makan. Memaksaku yang kepalang malu berdeham sambil memasang topeng tak tahu malu tebal-tebal sebelum menyingkirkan tangan Stuart dari leherku.

"Kamu mengotori rambutku, ih ...!" Aku melontarkan apa yang sebelumnya hanya kuteriakan dalam hati sambil berusaha membersihkan rambut menggunakan tisu.

Dalam hati aku sangat berharap kalau Stuart tidak akan mempermalukanku lagi dengan cara apa pun. Apa pun. Namun tampaknya ini adalah hari sialku, jadi harapanku tak terkabul karena kemudian Stuart kembali mengoceh tidak-tidak.

"Aku rasa itu cara yang tepat untuk mengetahui jawaban dari pertanyaanmu," ujar Stuart enteng.

Kedua tangannya sudah kembali sibuk mencabik-cabik daging kepiting dari cangkangnya. "Sekarang kamu tahu kalau perasaanmu bertepuk sebelah tangan. Jadi jangan menyiakan tenaga dan waktu lagi hanya untuk mengaguminya. Nih, makan!"

Stuart menyodorkan cuilan daging kepiting yang sudah dibersihkannya ke depan mulutku. Sumpah, dia ini memang tidak bisa menjaga harga diriku. Dan aku tak ubahnya manusia munafik, bukannya langsung menolak, aku malah mulai kepincut dengan aroma bumbu bakar asam manis kepiting yang menari-nari di depan hidung.

Pikiranku pun dengan cepat mendua. Di satu sisi aku kelaparan dan kepiting itu sangat menggiurkan, tetapi di sisi lain aku merasa benar-benar sudah kehilangan muka di hadapan Niyo dan perasaan ini mengikis selera makanku. Aku melirik Niyo sekali lagi berharap dia—minimal—melihatku, tetapi sekali itu juga aku hanya mendapatinya masih lahap menyantap lobster bakar madu.

Sungguh sulit dipercaya. Dia bisa secuek dan setenang itu padahal Stuart baru saja memberi tahu kalau gadis di depannya ini menaruh hati padanya. Niyo sama sekali tak teralihkan, seolah-olah tak memberiku pilihan selain membuka mulut menerima suapan Stuart sambil kugigit ujung jarinya sebagai pelampiasan kesal.

Dan kudengar Stuart menjerit, "Hanya daging kepitingnya, bukan tanganku!"

"Sepertinya kamu memberiku dagingnya terlalu kecil," kilahku sambil nyengir dipaksakan. Hanya karena aku tidak ingin memperlihatkan kemarahanku dengan kabur atau menggebrak meja sambil menuntut penjelasan dari Niyo karena itu akan lebih memalukan lagi.

Untungnya, Stuart tak paham kalau aku sedang menjadikannya sebagai pelampiasan. Jadi hitung-hitung sekalian balas dendam karena dia yang sudah mempermalukanku dan merusak suasana malam ini.

"Sekarang aku hanya akan bantu memisahkan daging dari cangkangnya, kamu makan sendiri." Stuart segera membuat peraturan baru setelah tangannya jadi korban.
Akan tetapi, memangnya siapa yang masih bisa makan setelah terang-terangan mendapatkan penolakan memalukan begini?

Aku mengambil es kelapa muda yang menemani makan kami dan menyedot isinya langsung dari dalam buah kelapanya. Yang luar biasa dan tak terduga, tindakanku malah berhasil membuat Niyo akhirnya bereaksi dengan menunjuk-nunjuk sedotanku.

"Sedotan itu. Kalian seharusnya tidak menggunakannya lagi. Kenapa kau sangat tidak tahu diri?"

Aku mengerjap beberapa kali berusaha mati-matian menyabarkan hati. Dia mengabaikan perasaanku dan peduli pada sedotanku. Astaga!

"Terus aku harus minum pakai cara seperti orang kerasukan?" balasku tak lagi bisa menyembunyikan nada sinisku.

Niyo menggeleng, "Kamu bisa meminta pedagang memindahkan isinya ke dalam gelas kaca dan meminumnya langsung tanpa sedotan."

Delphos (End)Where stories live. Discover now