Siyeon berkedip bingung. Mulutnya terbuka melongo lalu mendengus sambil terkekeh. "Dasar Bayi Kelinci. Sebetulnya apa yang sedang kau bicarakan?"

Jungkook terdiam. Jantungnya berdegup kencang, jujur ia grogi. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Aku—" Jungkook menelan ludahnya susah payah. Suaranya berubah mengecil. Kali ini ia menatap Siyeon dengan tatapan pilu. "Kalau Noona mau pergi, seharusnya pergi saja. Tidak perlu menyuruhku datang. Kalau mau pergi, silakan pergi saja jangan kembali tiba-tiba begini. Bikin kesal."

        Sebelum Siyeon membuka suara, sebelum semuanya menjadi lebih buruk, sebelum hatinya semakin hancur, Jungkook berbalik memunggungi dan berjalan meninggalkan wanita itu di belakang sana.

        Rasa sakit seperti memukul-mukul rongga dadanya. Memangnya siapa yang wanita itu anggap bayi kelinci? Apakah di mata Siyeon dia bukan seorang pria? Setiap kali Siyeon menyebutnya Bayi Kelinci atau adik laki-laki yang manis, itu selalu membuatnya merasa kembali ke beberapa tahun lalu, di mana ia masih berada di sekolah menengah.

        Siyeon memang sosok wanita ambisius dan menyangi seluruh junior di studio tari seperti seorang adik. Tapi bukan itu yang Jungkook inginkan—Jungkook benci itu. Menganggapnya sebagai adik kecil yang rapuh tanpa peduli jika Jungkook memang mencintainya. Wanita itu kini akan pergi lagi dari hidupnya dan membuat Jungkook hampir mati kesakitan.

        Jungkook bisa merasakan kepedihannya dulu kembali memeluk tubuhnya. Rasanya tetap sama, dan mustahil melupakan perasaan itu dari hati kecilnya. Dan, ia tidak bisa berbohong hatinya mencelus melihat raut wanita yang jauh lebih tua darinya itu tetap menunjukkan perasaan yang sama seperti beberapa tahun lalu. Siyeon tetap menganggapnya sebagai adik. Siyeon yang selalu melindunginya, selalu menjaganya meski ia tak pernah membutuhkan perlindungan wanita itu.

        Maka saat Siyeon akan pergi Jungkook rindu perasaan ini. Jungkook mungkin akan merindukan lagi senyum wanita itu, dia merindukan atmosfer aneh yang selalu menutup hatinya di saat ia bersama wanita itu. Siyeon cinta pertamanya. Wanita yang benar-benar memulihkan kesepiannya setelah seorang wanita tega meninggalkannya. Tetapi bagi Siyeon yang hanya menganggapnya anak laki-laki lemah, ia sendiri tidak bisa melakukan apa-apa.

        Jungkook terus berjalan tanpa menoleh lagi. Menyadari tatapan matanya bertemu dengan sorot mata Song Yeji, sudah tidak peduli pada kemungkinan gadis itu yang akan mengajaknya ribut setelah ini. Namun, satu yang menyita perhatiannya dari rasa sakit adalah, Yeji masih ada di sini. Jungkook tidak tahu apakah saat ini ia merasa senang atau marah. Satu-satu yang bisa ia cerna adalah, Jungkook lega bahwa Yeji tidak meninggalkannya.

        "Ayo, pergi." Jungkook meraih telapak tangan Yeji, menggenggamnya kuat-kuat lalu menarik gadis itu ke mobil.

"Itu pacarmu? Hey, kembalilah, Bocah. Paling tidak tidak kenalkan dia padaku dulu, dong." Siyeon berteriak di belakang sana.

        Jungkook menulikan telinganya. Jungkook tidak ingin mendengar apa pun yang dikatakan wanita itu. Ia hanya ingin semua ini cepat-cepat berakhir.

***

        Sudah hampir satu jam lamanya Yeji menahan keinginan bertanya. Setidaknya ia harus menuntut sedikit penjelasan mengapa tiba-tiba namanya diseret-seret dalam masalah ini. Belum lagi Jungkook yang bertindak seolah-olah mereka miliki hubungan khusus di depan wanita tadi. Tetapi setelah mereka duduk di dalam mobil, ia sendiri tidak tahu ke mana suaranya pergi. Bukan karena tidak mampu atau semacamnya, melainkan mimik Jungkook yang tiba-tiba tak terbaca dan hanya diam merenung meratapi jalanan di depan mereka dengan pandangan kosong.

StreamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang