Part 53

1.8K 180 16
                                    

Tante Savitri mengeluarkan tiga buah kotak kardus cantik berukuran lumayan besar – hampir seukuran kertas folio. Ia menaruh kotak-kotak itu di atas meja makan dari kayu, tempat kami mengobrol setiap hari.

Aku sudah duduk di salah satu kursi, siap untuk membantunya. Di atas meja juga ada baskom berisi air. Aku nggak ngerti untuk apa barang itu, tapi enggan bertanya. Pasti nanti ada gunanya. Mungkin untuk cuci tangan.

Ryan membuka salah satu kotak. Matanya langsung berbinar. Aku ikut mengintip.

Amplop dengan berbagai bentuk dan warna itu sangat menarik! Wangi kapur barus dari dalam kardus menandakan bahwa Tante merawat surat-surat itu dengan baik. Surat-surat itu semuanya sudah dibuka, tapi masih tersimpan rapi di dalam amplopnya.

"Ma, banyak amat ni surat? Dari Papa semua?"

"Ada dari Mama juga. Kan balas-balasan. Setelah nikah, suratnya Mama satuin."

"Wah, bisa bikin novel roman nih, Babe! Kamu suka nulis, kan?"

"Nulis diari doang, Ry."

Ryan tertawa tanpa suara. Diangkatnya satu amplop ke atas muka. Alisnya berkerut.

"Terus kita tarik nih, perangkonya? Apa nggak sobek, Ma?"

"Jangan ditarik!" Tante mengambil amplop itu dari tangan Ryan. "Nih, caranya. Perhatiin ya."

Pertama-tama, ia mengeluarkan surat dari dalam amplop. Kemudian diguntingnya amplop di sekitar perangko, lalu kertas itu dicelupkan ke dalam baskom berisi air.

Aku dan Ryan sama-sama terkejut campur senang waktu melihat perangko terlepas dari kertas dan mengambang di permukaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan Ryan sama-sama terkejut campur senang waktu melihat perangko terlepas dari kertas dan mengambang di permukaan. Tante mengambil perangko itu dan mengeringkannya hati-hati.

"Dengan begini, perangkonya nggak rusak sama sekali. Sekarang tinggal masukkan lagi surat itu ke dalam amplop yang udah bolong. Beres. Gampang kan?"

"Aku baru tahu cara melepas perangko kayak begitu," Ryan berdecak.

Dia mengambil surat berikutnya, lalu mengulang cara yang dicontohkan Tante. Mukanya senang banget waktu perangko itu terlepas sempurna.

"Babe, kamu bagian gunting dan masukin suratnya ya. Biar aku yang bagian rendam dan keringin perangko."

Aku setuju. Segera saja aku pindah ke sisinya, dan gantian Tante yang duduk di kursiku.

"O ya, jangan dipaksa ya, Ryan. Kadang-kadang ada yang lemnya kuat, jadi nggak mudah lepas. Biarin aja di dalam baskom sampai lepas sendiri. Kalau dikorek-korek malah sobek."

"Ay ay, Captain!" Ryan memberi hormat. "Tenang saja, Ma. Selama Lissa masukin surat-surat dengan betul ke dalam amplopnya lagi, nggak akan ada masalah. Mama pergi aja."

"Eh, ngusir!" Aku dan Tante berseru bersamaan. Ryan cengengesan.

Tapi Tante Savitri memang pergi juga setelah satu jam kami sibuk dengan perangko.

Bilang Aja Napa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang