Part 33

2.1K 257 15
                                    

Terlalu banyak teka-teki.

Terlalu banyak yang aku pikirkan sebelum acara ini dimulai. Aku sampai nggak semangat. Aneh. Seharusnya aku senang karena – well, tiba-tiba nggak harus cari kerja. Kalau Ken sudah bukan pemilik Chapter One, aku, Arwen dan Ryan bisa membuat jadwal baru. Bahkan kasarnya, mau menjual tempat ini pun nggak apa-apa.

Tapi entah kenapa, aku malah nggak semangat kalau Ken benar-benar nggak jadi pemilik ini. Nggak datang-datang lagi ke Chapter One. Nggak merepotkanku dengan email dadakannya. Nggak bikin aku mau ketawa karena cara bicaranya yang aneh.

Dan yang paling bikin aku nggak habis pikir: aku nggak suka waktu menyimpulkan bahwa Ken dan Arwen punya hubungan khusus.

Ini aneh banget.

Bukannya aku menyukai Ryan? Kenapa aku harus peduli hubungan Arwen dan Ken? Kenapa aku... umm... agak cemburu?

Aku udah nggak waras.

Aku menyukai dua cowok sekaligus. Ini mengerikan. Ini nggak benar.

Ini berarti aku malahan harus resign.

***

Hal yang paling asyik saat menjelang suatu acara itu adalah malam terakhir persiapan. Aku sudah mengalami ini di kampus. Jelang suatu event, kami para panitia biasanya kumpul di rumah teman dan begadang sampai pagi, bagi yang tahan, untuk mengerjakan detail-detail terakhir. Biasanya kami menginap di rumah teman yang paling dekat dengan kampus. Malahan yang cowok-cowok tidur di kantor BEM. Seru banget kayak kemping.

Begitu juga dengan kami.

Besok pagi acara perdana Chapter One akan dimulai. Kami menamainya Reveal Your Magic! Tenda besar sudah dipasang di halaman samping. Balon besar sudah dipasang di pintu utama. Balon jingga dan hitam berbentuk arkade yang dipesan oleh Arwen.

Malam ini, kami semua menginap di Chapter One. Seperti yang kubilang, seperti mau kemping saja. Karena semua ruang sudah kami siapkan untuk besok, satu-satunya tempat untuk kami tidur nanti adalah kamar baca lesehan, yang oleh Ryan sudah dimodifikasi jadi ruang ganti pakaian itu.

"Ini kostummu, Ken." Kuserahkan paket yang baru datang tadi siang.

Kami semua kumpul di ruang tengah, yang ada sofa biru dan hijau berhadapan itu. Aku di sebelah Arwen, Ken di sebelah Ryan.

Ken yang sedang asyik makan singkong rebus keju langsung mengambil bungkusan coklat dari tanganku dengan semangat dan membolak-baliknya.

"Kamu bisa tahu ukuran pakaian saya?" Dia mengernyit.

"Gampang. Kan hanya jubah panjang. Yang penting tahu kira-kira tinggi badan aja."

"Kamu belikan saya apa?" tanyanya curiga.

Aku senyum-senyum. Ryan dan Arwen langsung tertarik pada isi paket itu.

"Kamu jadi pesanin jubah yang itu?" tanya Ryan semangat. Kemarin aku memang konsul sama Ryan soal kostum apa yang bagus untuk Ken. Dia harus kelihatan sebagai pemilik Chapter One, jadi kostumnya juga kupilihkan yang bagus dan mahal.

"Iyep! Coba kita lihat, Ken. Cocok nggak di badanmu?"

Segera saja Ken merobek bungkusnya dan mengeluarkan sehelai kain panjang bewarna biru dengan hiasan perak.

"BAGUS BANGET BIRUNYA!" Arwen berseru sambil membekap mulut.

Aku tersenyum bangga. Kuakui, memang pilihanku ini bagus sekali. Yang termahal tapi paling masuk akal harganya di antara barang sejenis. Bahannya halus dan kelihatan berkelas.

"Jubah Merlin!" Seru Ken, menatap benda di tangannya itu tanpa kedip. "Ini bagus bahannya. Coba saya pakai."

Dia berdiri dan menyampirkan jubah itu di tubuhnya. Panjangnya pas. Topinya juga ada, warna biru yang sama dengan hiasan warna perak.

Bilang Aja Napa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang