Part 25

2.2K 251 0
                                    

Seharusnya aku belajar dari pengalaman, permintaan Ken nggak pernah mudah. Kadang aku jadi heran, sebetulnya aku ini apa? Karyawan rasa asisten pribadi? Guna apa aku di sini, kalau ujung-ujungnya cuma menemani dia ke sana ke mari?

Aku pengin kerja secara professional, bukan cuma untuk disuruh-suruh.

Oke. Ini kali terakhir aku menurut. Ini kali terakhir aku membantunya. Cepat atau lambat, aku harus mengundurkan diri dan cari kerja lain. Aku ini sarjana, kan. Bukan jongos yang bisa aja disuruh ke mana-mana. Huh! 

Di mobil, aku diam saja. Kesalku sudah menumpuk. Kenapa dia cuma begitu sama aku? Kenapa sama Arwen enggak? Kenapa Arwen bisa tampil professional, layaknya akuntan, sedang aku disuruh naik turun tangga cari buku entah apa, disuruh ke Cimahi pura-pura mau beli rumah, dan sekarang diajak nemenin dia ngusir orang?

Kenapa nggak bawa Arwen aja?

Jengkel benar aku.

Cowok di sebelah sama sekali nggak peduli aku diam sepanjang masa begini. Aku penasaran, terbuat dari apa hatinya. Seperti apa sih masa kecilnya? Apa sih yang terjadi sama dia sampai punya karakter begini aneh?

Ngomong-ngomong, seharian ini Arwen juga nggak kelihatan. Kemarin sih ada, kata Ryan tadi. Arwen biasanya bilang sama aku kalau sakit, tapi hari ini nggak ada kabar. Aku yakin si bule penjajah ini tahu ke mana Arwen.

"Ken, perasaan aku belum ketemu akuntanmu."

Dia agak kaget karena akhirnya aku ngomong. Kami sudah setengah jalan ke Cimahi. Dan sekarang sebetulnya sudah hampir jam empat. Sudah pasti kan, aku pulangnya malam lagi.

"Ya. Dia... minta izin tidak masuk."

"Kenapa? Sakit?'

"Uhm... ya. Mungkin. Saya kurang tahu,"

"Arwen itu masih keluargamu? Aku baru tahu kalau Ryan sepupu. Cousin. Benar?"

Dia kaget lagi. Pasti nggak sangka kalau aku tahu hubungan kekerabatannya dengan Ryan. Bodo amatlah. Sudah kuputuskan untuk mengundurkan diri akhir bulan ini, jadi semua yang bikin aku penasaran, kutanyakan saja.

"Darimana kamu tahu?"

Mati aku! Apa Ryan sekarang bakal dimarahi sama dia? Gawat! Duh, Tuhan, kenapa sih aku sering seperti ini? Selalu saja ngomong tanpa berpikir!

"Nebak."

Dia mencibir. "No, you're not. Mungkin Ryan bilang sama kamu, ya?"

Aku nggak mengiyakan, nggak juga menyangkal. Biar saja dia nebak-nebak juga. Kupikir dia bakal marah soal Ryan, tapi ternyata enggak. Malahan dia senyum-senyum. Dan kecepatan mobil ini malah melambat! Ya ampun, kapan kita sampai di Cimahi kalau begini, Ken?

"Pasti iya," katanya lagi. Tangan kirinya menyisir rambut dengan jari, lalu menaruhnya di tongkat persnelling. "He is my distant cousin. Anak dari saudara laki-laki ayah saya. Kami dulu lumayan sering bertemu, waktu kecil, you know. Dia di Jakarta, saya di Bandung. Tadinya mau kuliah di London, tapi ibunya minta dia ke Bali karena ibunya ingin buka usaha lokal. Semacam karya pahat begitu."

"Pantas aja Ryan fasih ber-elu-gue." Aku paham sekarang. "Anak Jakarta rupanya."

"Ya, dan dia studi di sekolah-sekolah nasional, bukan internasional seperti saya. Maka dari itu dia lebih mengerti bahasa Indonesia. Ibunya ingin dia begitu. Jangan terlalu asing seperti saya."

Aku menahan tawa. Sadar juga ini orang, kalau cara ngomongnya bule banget. Tapi dia lama di London sih, ya wajar saja. Masih ingat bahasa Indonesia aja sudah bagus.

Aku menelengkan kepala, memandangi Ken yang kelihatan imut dari sini. Hidungnya tinggi banget. Tampak sampingnya lebih bagus daripada tampak depan. Mungkin karena aku nggak harus lihat bibir tipisnya yang jarang senyum itu.

"Jadi, kamu dan Ryan sepupu. Kamu dan Arwen? Siapa tahu kalian juga family?"

Alih-alih menjawab, Ken malah menggigit bibir bawahnya. Sorot matanya – yang cuma kelihatan sebelah dari tempatku – tiba-tiba berbeda. Aneh.

"It's oke." Kulambaikan tangan. "Maaf aku banyak tanya."

Ken tetap diam. Mobilnya melaju lebih kencang karena kami sudah masuk ke jalan utama menuju kompleks perumahan. Di sini sudah tidak terlalu macet. Aku melirik jam mobil. Pukul lima kurang sepuluh menit. Dari sini ke rumahku bisa memakan waktu hampir dua jam.

Semoga acara usir-mengusirnya cepat. Lagian, aku nggak mau ikutan. Biar dia saja yang turun.

*** 

Arwen masih misterius nih.  

Jangan-jangan adiknya? Pacar? Mantan? Atau sepupu jauh kayak Ryan?

Kita doakan supaya Ken mengusir tantenya dengan lemah lembut ya, wkwkwkwk

Besok rencana apdet dua part lagi. Kalau lancar, maka apdet selanjutnya udah sesuai dengan harinya.

Keep reading ya! Ini akan jadi 60 part lho! Kalo lancaaaar ... hihihi

Bakal sedalam apa kita kenal Ken, Ryan, Arwen dan Lissa? 

Luvluv, evenatka

Bilang Aja Napa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang