Floriska tertawa. Hampa.

"Nggak perlu diperhatiin banget juga, semua orang tahu kalau tipe cewek seperti Safira emang ceria."

Mendengar balasan itu Marco menelengkan kepalanya, menilai ekspresi Floriska, kemudian manggut-manggut menyetujui. Floriska buru-buru kembali duduk di tepi undakan teras.

Entah kenapa tiba-tiba dia begitu kikuk di depan Marco.

Marco menghampirinya dan duduk di sampingnya. Keduanya tidak saling bicara selama beberapa saat. Hanya memandangi ikan mas Bio timbul dan tenggelam menghirup udara. Malam hening, yang terdengar hanyalah bunyi filter air kolam ikan.

"Flo,"

"Hmm,"

"Boleh pegang rambut?"

Bukannya tertegun mendengar permintaan Marco, Floriska malah menaikkan alisnya dan terbahak ringan. Kebekuan es dalam hatinya tersebut mendadak cair. Marco menyusul tawanya. Dan cewek itu pun menelungkupkan kepalanya di kedua lututnya. Membiarkan rambutnya yang dikuncir ekor kuda jatuh menjuntai di sisi bahunya yang bersisihan dengan Marco.

Floriska baru menyadari, sejak kesepakatan mereka berdua waktu itu, Marco tak pernah lagi menyentuh rambutnya. Bahkan saat mata pelajaran yang paling membosankan sekalipun.

Marco mungkin sengaja membuat jarak di antara mereka. Mendadak rasa perih bercampur rindu terasa di hati Floriska.

"Kenapa sih suka banget mainin rambut?" tanya Floriska kemudian, ketika jemari Marco mulai mengelus rambutnya.

"Nggak tahu, gemes aja. Dulu aku juga suka pegang rambut Mama. Rambut Mama lurus kayak rambutmu, Flo. Tebal dan panjang banget sampai nyentuh pinggang. Beliau selalu bilang, wanita yang rambutnya bagus, kebanyakan hatinya baik. Dulu aku percaya, tapi sekarang aku udah nggak percaya."

Floriska membalik wajahnya, ke sisi Marco. Jemari Marco dekat dengan wajahnya, bergerak lembut di antara helai-helai rambutnya. Aroma tubuh Marco yang terhirup oleh hidungnya selalu membuatnya rileks. Aroma sedikit keringat yang khas bercampur dengan wangi sabun mandi. Aroma enak. Aroma rumah.

"Kenapa kamu nggak percaya?" tanya Floriska kemudian.

Marco mengedikkan bahunya ringan sebelum menjawab.

"Dulu ada seorang staf yang selamat tapi cacat karena ledakan waktu itu. Beliau pernah bilang ke aku, saat ledakan pertama terjadi, Papa-lah yang meninggal terlebih dulu. Sedangkan Mama masih selamat. Staf itu mengajaknya pergi, tapi Mama bertahan di sisi jasad Papa, padahal tahu akan ada ledakan susulan. Mama bertahan dan ledakan susulan pun terjadi."

Floriska menatap Marco dengan pandangan sendu.

"Seharusnya Mama bisa melarikan diri." Lanjut Marco melamun. Memilin pelan helai rambut Floriska.

"Menyelamatkan diri maksudmu?" Koreksi Floriska.

Marco menggeleng. "Bagiku yang benar adalah melarikan diri. Melarikan diri dari Papa yang sudah meninggal. Tapi Mama bertahan, percaya bahwa Papa masih hidup dan menyerah akan keselamatannya sendirinya. Mama nggak memilihku. Melainkan memilih Papa. Wanita berambut panjang yang katanya berhati baik itu, meninggalkanku demi kepercayaannya sendiri."

Marco melepaskan jemarinya dari rambut Floriska, lalu memosisikan tubuhnya seperti cewek di sampingnya itu. Kepala rebah di lutut, lengan memeluk kaki, dan wajah menghadap Floriska.

"Kenapa menyerah itu lebih mudah daripada melarikan diri dari kenyataan, Flo?" lanjutnya getir.

Mendengar semua perkataan Marco itu, entah kenapa membuat Floriska merasa, bahwa Marco memang sengaja mengatakan hal itu padanya.

------
------

Yee... Marco muncul 😁😁😁

Tapi sayang banget ini part terakhir Kairos yang diupload di Wattpad.
Kelanjutannya bakal ada di novel versi cetaknya ya.

Ada beberpa hal yg beda di versi cetak. Juga lebih panjang ceritanya.

Terima kasih udah banyak support Kairos ☺☺

Tapi tenang aja, ada beberapa spin off Marco-Flo-Arga yg mungkin bakal diupload minggu depan sambil nunggu versi cetaknya.

See you next week... jgn lupa baca juga White&Grey dan Kallem di marcelynay

Bonus, Marco pas ketawa. Abaikan antingnya. Hihihihi

 Hihihihi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
KAIROSWhere stories live. Discover now