Bab 32

5.3K 490 59
                                    

"Mengenang momen yang telah berlalu adalah sebuah bentuk lain dari melarikan diri dari kenyataan. Pahit memang, sekaligus nyaman jika dilakukan."

^*^


Chevrolet hitam itu berpapasan dengannya di tikungan. Berbelok perlahan dan lenyap dari pandangan. Sang pengemudi tidak melihatnya, namun Marco jelas sangat mengenali siapa itu.

Floriska sedang duduk memeluk lututnya di undakan teras di depan kolam ikan Bio. Melamun menatap ikan-ikan yang berenang ke sana kemari ketika Marco tiba di depan rumahnya.

Cewek itu mendongak, lalu berdiri mendengar bunyi mesin motor Marco.

"Hei, aku pikir udah tidur," sapa Marco. Cowok itu turun dari motor. Tampak kasual dan tampan seperti biasanya. Dia memakai kemeja flannel kotak-kotak berwarna biru gelap, yang lengannya dilipat sebatas siku dan tanpa dikancing. Memperlihatkan kaus bermotif abstrak warna abu-abu muda.

"Baru aja mau ngunci pagar. Kukira kamu nggak ke sini," jawab Floriska.

"Aku nggak enak kalau nggak lihat keadaanmu sebelum balik ke rumah." Marco melepas helm dan sepatunya. "Blok perumahanmu ini sepinya kadang-kadang bikin khawatir." Lanjutnya. Mengecek keadaan Floriska atau sekedar melewati rumah cewek itu ketika dia pulang dari tempat lain adalah kebiasaan Marco. Yang mungkin tak diketahui oleh Floriska.

"Berarti baru balik dari acara teman Safira?"

Marco mengangguk. Lalu melanjutkan dengan santai, "Arga dari sini?"

Floriska mengerjap.

"Kepapasan di tikungan," kekeh Marco melihat ekspresi terkejut Floriska.

"Oh, em... aku undang dia ke sini buat makan malam. Terus dia balik setelah main kartu sama Bio."

Marco manggut-manggut. "Jadi, cuma makan malam aja?"

Floriska terdiam.

"Makan malam aja atau kalian udah mau jadian atau gimana?" Marco menggoda santai. Membuat Floriska sedikit salah tingkah. Kenapa Marco sekarang berubah begitu santai padanya?

"Aku sahabatmu kan, Flo?" lanjut Marco lagi karena Floriska tak kunjung menjawab. Marco terdengar sengaja menekankan kata sahabat dengan maksud tertentu. "Kamu bisa cerita apa aja ke aku. Seperti biasanya. Kamu tahu, sebagai sahabat kan selalu seperti itu,"

Floriska memaksakan diri untuk tersenyum, karena dia tak ingin berekspresi seperti anak di bawah umur yang sedang ketahuan pacaran oleh orangtuanya. Marco selalu tahu, jika dia sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Beneran makan malam aja kok. Emang mau ngapain? Aku butuh berterima kasih sama dia, soalnya akhir-akhir ini dia ngebantu aku belajar banyak." Terang Floriska berusah tenang. "Jadi gimana tadi pestanya? Menarik?"

"Menarik," sahut Marco cepat. "Temen-temen Safira asik-asik. Makanannya juga enak. Rame banget di sana. Pesta kolam renang segala, aku nyaris kejebur saking ramenya." Kekehnya.

Ada gumpalan es kering yang rasanya tiba-tiba merayapi pembuluh darah Floriska. Marco memang tampak girang. Seharusnya dia ikut senang bukan?

"Safira kan anaknya rame, nggak kaget kalau teman-temannya juga kayak gitu. Aku perhatiin dia baik kok. Dan cocok sama kamu," balas Floriska membesarkan hati. Hatinya sendiri.

Bukannya menanggapi, Marco malah menghampiri Floriska, mendekatkan wajahnya untuk mengamati wajah Floriska dengan jarak dekat. Dahinya berkerut.

"Sejak kapan kamu perhatian sama orang lain, Flo? Floriska yang kukenal nggak suka memperhatikan urusan orang."

KAIROSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora